Chapter 1-1

8.7K 399 25
                                    

Sepertinya kami terikat takdir yang sangat kuat

Dia dan aku


Ruby mendengus tak percaya membaca daftar nama teman-teman sekelasnya tahun ini. Dia tidak akan mengeluh jika saja tidak ada nama itu di sana. Nama yang selama hampir setahun kemarin menjadi begitu terkenal di sekolahnya; Kevin Arfian.

Di sekolah, biasanya ada kriteria untuk menjadi terkenal. Cantik, tampan, populer, kaya, berbakat, pintar, berprestasi dan juga ... trouble. Ruby tidak akan terlalu keberatan jika Kevin berhubungan dengan beberapa kriteria pertama. Masalahnya, Kevin adalah murid pemalas yang selalu tidur di kelas, tidak pernah mengerjakan tugas dan rajin membolos. Beberapa kali berkelahi. Oh dan, tidak naik kelas tahun kemarin.

Ruby menghela napas berat ketika akhirnya menyeret langkah ke kelas barunya, XI IA 1. Memasuki kelasnya, Ruby segera melangkah ke bangku kosong di deret paling depan, bersyukur karena tidak banyak murid yang berminat dengan bangku itu. Ruby sempat melirik teman-teman yang dulu sekelas dengannya di tahun pertama sebelum duduk.

Ruby tidak pernah terlalu dekat dengan siapa pun sejak masuk SMA. Dia cukup tahu bahwa orang-orang yang ingin berteman dengannya hanya akan memanfaatkannya. Dia sudah belajar dengan baik tentang itu.

Seiring semakin penuhnya kelas, suasana semakin ramai. Ruby hanya membalas sapaan beberapa murid yang tahun lalu sekelas dengannya, dengan anggukan singkat saat mereka masuk. Ruby bahkan hanya melirik sekilas pada teman sebangkunya, seorang murid perempuan berkaca mata dengan rambut pendek sebahu.

"Kamu Ruby, kan?" Pertanyaan teman sebangkunya dijawab Ruby dengan anggukan, tanpa menoleh.

"Aku Dina," sebut anak itu, tangannya terulur pada Ruby.

Ruby tahu namanya karena anak itu berdiri di sebelahnya saat pengumuman peringkat terbaik di sekolah tahun kemarin. Ruby mendecakkan lidah seraya menyambut tangan cewek itu sekilas, hanya sekilas.

"Kamu yang juara umum tahun kemaren, kan?" tanya cewek itu lagi.

Ruby tak berusaha menyembunyikan tatapan terganggunya ketika menatap Dina.

"Terus kenapa?"

Dina tersenyum. "Aku kalah enam angka dari kamu," katanya.

Ruby menghela napas berat. "Jadi?"

"Aku di peringkat kedua dan selisih nilai kita lumayan jauh," lanjut Dina.

Ruby mendecakkan lidah tak sabar. "So?"

Dina kembali tersenyum. "Kamu pinter banget, berarti."

Ruby memutar mata dan kembali menatap ke depan.

"Padahal tahun kemaren kamu juga aktif di banyak ekskul," Dina masih tidak berhenti. "KIR (Karya Ilmiah Remaja), Bahasa Inggris, terus juga Olimpiade Matematika."

Ruby mulai terganggu dengan teman sebangkunya. "Elo mata-matain gue atau apa, sih?" sengitnya.

"Semua juga tau tentang itu. Meskipun kamu aktif di banyak kegiatan, nilaimu tetap yang terbaik di sekolah. Tahun kemaren kamu juga dapet juara tiga lomba KIR, kan? Lomba pidato bahasa Inggris juga kamu juara satu, kan? Terus ... tim debatmu juga dapat juara dua di tingkat provinsi," sebut Dina kagum.

Tak membalas, Ruby memutuskan untuk mengabaikan anak bernama Dina itu.

"Kayaknya aku ngerti kenapa kamu ada di kelas ini," ucap Dina kemudian, sedikit menarik perhatian Ruby, meski dia tetap menatap lurus ke depan.

Introduction of Love (End)Where stories live. Discover now