Chapter 11-1

3.1K 271 40
                                    

Sejak kapan kau ada di sana?

Setiap kali aku menoleh ke belakang

Kau selalu ada di sana

"Gue salah apa lagi, sih, By?" Akhirnya Kevin menanyakan itu dalam perjalanan mereka ke sekolah esok paginya. Setelah seharian dia mengalah dan tidak mengusik Ruby tentang sikap dingin Ruby yang tiba-tiba, akhirnya pagi itu dia tak bisa menahan diri juga.

Ruby melirik Kevin tajam, tapi alih-alih menjawab pertanyaan Kevin, dia justru mempercepat langkahnya. Seperti sebelumnya, lagi-lagi Kevin mengalah dan hanya menjaga jarak di belakang Ruby.

Bahkan di kelas pagi itu, ketika Ruby meminta kembali bertukar tempat duduk dengan teman sebangku Dina, Kevin juga tidak bertanya apa-apa. Namun, usaha Ruby untuk menjauh dari Kevin harus berakhir tak lama kemudian, ketika lima menit setelah bel berbunyi, semua anggota tim debat mendapat dispensasi untuk latihan terakhir mereka hingga jam pelajaran terakhir nanti.

Di ruangan klub, Ruby terpaksa harus duduk di sebelah Kevin karena mereka satu tim, dengan Ruby sebagai first speaker dan Kevin sebagai second speaker-nya. Ruby masih bisa bertahan hingga jam istirahat. Namun, setelahnya, dengan topik yang semakin sulit, dan Kevin yang bahkan tak berusaha menjelaskan ataupun meminta maaf, Ruby mulai kehilangan kesabaran.

Saat dia berlatih melawan tim Dekha, Ruby langsung mengkritik definisi dan limitasi yang dibuat Dekha. Dia tahu kata-katanya terlalu tajam untuk sekedar latihan, tapi dia benar-benar butuh pelampiasan atau dia akan berteriak pada semua orang di ruangan ini.

"Lo ada dendam apa lagi sih, By, sama gue?" keluh Dekha ketika dia harus membuat ulang definisi dan limitasi topik mereka akibat kritikan tajam Ruby tadi.

"Sori." Hanya itu yang bisa Ruby katakan. Merasakan tatapan Kevin yang tertuju padanya, Ruby menolak untuk membalas tatapan cowok itu, atau dia akan memaki Kevin di depan semua orang.

Meski kemudian latihan mereka berlanjut, tapi Ruby benar-benar sudah tidak bisa fokus lagi. Dia memberikan bantahan seadanya, membuat teman-temannya menatapnya keheranan. Namun, itu belum apa-apa. Ketika Ruby mulai menyampaikan argumennya, dia membuat kesalahan. Dia lantas mengulanginya dari awal, dan dia membuat kesalahan lain lagi.

Pada kesalahan ketiganya, Ruby benar-benar tidak tahan lagi berada di sana. Dia membanting catatannya dan berteriak frustasi,

"I can't do this anymore!"

Ruby bisa merasakan semua mata tertuju padanya. Lalu, dia merasakan seseorang memutar bahunya, Kevin.

"Lo kenapa?" Kevin mencengkeram kedua bahu Ruby, memaksa Ruby menatapnya.

Ruby menatap tepat ke mata Kevin ketika membalas, "Gue benci sama lo!"

Ruby sempat melihat keterkejutan di mata Kevin sebelum dengan kasar menepis tangan Kevin di bahunya, bangkit dari duduknya, dan tanpa kata meninggalkan ruangan.

***

"By ... kamu ada masalah apa sama Kak Kevin?" tanya Dina hati-hati saat dia menyusul Ruby di taman sekolah.

Ruby mendecakkan lidah, terganggu dengan kehadiran Dina. Dia sedang tidak ingin bicara dengan siapa pun. Dia hanya ingin marah, berteriak ...

"Atau kamu ada masalah sama aku?" Dina kembali bertanya.

Ruby melirik Dina. "Bukan sama elo."

Dina tak lagi bertanya, tapi dia tak juga pergi.

Ruby menghela napas berat. Dina bukan orang yang mudah menyerah. Setidaknya, itu yang dia pelajari tentang Dina sejak Dina menjadi anggota tim debatnya.

"Selain elo, siapa aja yang tau tentang cerita SMP gue itu? Ke siapa aja Kevin cerita? Apa semua anak klub tau?" interogasi Ruby.

Dina mengerutkan kening. "Aku nggak tau, sih, siapa lagi yang tau. Tapi ... Kak Kevin juga tau? Bu Anez ngasih tau Kak Kevin juga tentang itu?" Dina balik bertanya.

"Maksud lo, Bu Anez ..." Mendadak Ruby takut mendengarkan apa yang akan dikatakan Dina.

"Iya, aku tau dari Bu Anez. Waktu aku tanya, apa kamu nggak pa-pa kalau aku jadi anggota timmu, Bu Anez trus cerita kalau sikap dinginmu itu bukan karena kamu benci aku. Kamu cuma belum percaya sama aku, jadi kamu masih jaga jarak. Bu Anez ngasih tau cerita itu ke aku biar aku nggak kepikiran tentang sikapmu, dan bisa ngertiin kamu. Maaf ya, selama ini aku udah salah sangka sama kamu. Aku pikir kamu dingin dan jutek gara-gara prestasimu," urai Dina.

Ruby membeku di tempatnya. Bukan Kevin. Lalu ... bagaimana dia akan menjelaskan ini pada Kevin?

"Tapi, sejak kapan Kak Kevin juga tau? Bu Anez bilang nggak ada yang tau cerita ini, jadi aku juga harus jaga rahasiamu ini, kan?" Dina tersenyum.

Ruby mencelos. Mendadak dia juga merasa bersalah pada Dina karena telah bersikap begitu dingin padanya, meski dia selalu tulus bersikap ramah dan berusaha dekat dengannya.

"Thanks, Din. Tentang Kevin ... lo bisa kan, jangan ngomong apa pun ke dia? Please?" Ruby sendiri tidak yakin dia bisa menatap Kevin lagi jika sampai Kevin tahu tentang ini.

Dina tersenyum seraya mengangguk. "Jangan-jangan, kamu ngira Kak Kevin yang ngasih tau cerita itu ke aku, ya?" tebaknya.

Ruby meringis. "It looks like that," dia membela diri.

Dina tersenyum geli. "Aku jadi kasihan sama Kak Kevin. Dari awal, kamu nyalahin dia mulu. Padahal dia bener-bener udah berusaha buat berubah."

Ruby mengerang. "Perlu ya, lo bikin gue makin ngerasa nggak enak gini?"

Dina tertawa kecil. "Tapi, aku utang terima kasih sama Kak Kevin. Kalau bukan karena insiden ini, mungkin kamu nggak bakal pernah ngajak aku ngomong, kan?"

"Jangan berlebihan. Abis ini juga gue nggak bakal banyak ngomong sama lo. Toh lo selalu ngerti maksud gue tanpa perlu gue omongin. Pas latihan kita kemaren-kemaren juga gitu, kan?" ungkap Ruby.

Dina tersenyum. "Dan karena sekarang salah pahammu ke Kak Kevin udah clear, besok tim kita bisa menang, kan?"

Ruby balas tersenyum. "Kalau kita bisa ngalahin Dekha sama Irin besok, kita pasti menang," ucapnya mantap. "I have the best third speaker, anyway," sambungnya setengah menyombong, membuat Dina tersenyum bersamanya.

***

Ruby melirik Kevin dari kaca spion bis, mendapati cowok itu berada di tempat duduk paling belakang. Ruby menghela napas berat.

Sejak kejadian di klub saat latihan terakhir, Kevin tidak lagi berusaha berbicara padanya, dan bahkan selalu menjaga jarak darinya. Ruby sendiri tidak tahu bagaimana harus menjelaskan masalah itu pada Kevin. Atau, bagaimana dia sanggup menatap Kevin setelah Kevin tahu yang sebenarnya nanti.

Ruby segera mengalihkan tatap ketika mendapati Kevin juga menatapnya lewat kaca spion depan bis. Sementara murid-murid lain yang ada di bis sekolah tampak antusias untuk kompetisi debat bahasa Inggrisnya, hanya Ruby dan Kevin yang tampaknya berada di dunia mereka sendiri.

Ruby belum pernah merasa setersiksa ini hanya karena Kevin berada cukup jauh darinya. Mereka bahkan masih berada di dalam bis yang sama, tapi Ruby merasa jarak mereka begitu jauh. Dan Ruby tahu dirinya yang bertanggung jawab untuk ini. Dia bahkan meneriakkan kata-kata kejam pada Kevin di depan semua orang.

Ruby menyurukkan kepala di pangkuannya, menyesal akan kebodohannya.

***    

Introduction of Love (End)Where stories live. Discover now