Chapter 6-2

3.2K 297 46
                                    

 "Nggak ada hukuman yang belum dicoba Kak Kevin," celetuk Dekha di tengah persiapan latihan.

Kevin melirik Dekha sekilas dan tersenyum kecil. Ruby mengangkat alis. Kevin sama sekali tidak terganggu dengan tingkah kurang ajar Dekha?

"Lo mau debat lawan gue?" balas Kevin santai.

Dekha tergelak seraya mengangkat tangan. "Bulan depan anak-anak rencananya mau naik. Kak Kevin ikut?" tanya Dekha kemudian.

Kevin tampak berpikir sejenak. "Mungkin," ucapnya kemudian.

"Sekalian buang sial, Kak. Biar nggak dihukum terus," lanjut Dekha.

Kevin memutar tubuhnya untuk menatap Dekha yang sudah tersenyum lebar. "Kemaren lo bikin taruhan apa? Kalau gue menang debat lawan Ruby, lo bakal traktir kita semua, kan?"

Sorakan gembira langsung memenuhi ruangan menyambut pernyataan Kevin.

Dekha memberengut. "Kak Kevin belum tau aja betapa hebatnya Ruby. Liat aja ntar," tantangnya.

Kevin mengangguk seraya kembali menatap ke depan, menatap Ruby. "Pas latihan ntar, lo bisa bantu gue, kan?" tiba-tiba dia berkata, membuat Ruby kelabakan.

"Lo jangan curang, Kak!" kontan Dekha berseru.

Kevin tersenyum geli. "Gue cuma minta tolong Ruby buat bantu gue pas latihan ntar. Lo juga tau gue masih harus banyak belajar, kan? Gue nggak punya pengalaman debat sebanyak elo ataupun Ruby."

"By, lo jangan kemakan omongannya!" seru Dekha pada Ruby. "Lo harus menang, By. Kalau sampai lo kalah, lo harus ikut acara klub PALA (Pecinta Alam) gue!" ancamnya.

"Apa hubungannya gue kalah sama klub PALA lo?" sengit Ruby.

"Pokoknya kalau lo kalah, lo harus ikut acara klub PALA gue!" tegas Dekha. "Awas aja lo kalau sampai kalah ntar."

"Bukannya di situasi ini harusnya lo bersikap manis ya, sama gue?" dengus Ruby.

"Nggak ngefek kalau sama elo. Mau semanis apa pun sikap gue, kalau lo nggak niat ngebantu, lo nggak bakal mau bantu. Lo pikir gue nggak tau apa yang udah lo lakuin sama cowok-cowok yang nembak lo? Pokoknya, satu-satunya cara buat dapetin perhatian lo tuh cuma ancaman. Gue udah belajar itu selama setahun ini," ucap Dekha mantap.

Sementara Ruby mendesis kesal ke arah cowok itu, teman-temannya tergelak. Bahkan di seberangnya, Kevin mengangkat alis, tampak penasaran. Ruby menatap Dekha penuh dendam. Lihat saja nanti, apa yang akan dia dapatkan setelah memperlakukan Ruby seperti ini.

***

"Lo sengaja kalah, kan?!" Dekha menuding Ruby begitu latihan debat Kevin dan Ruby berakhir dengan kemenangan Kevin.

Ruby menatap Dekha dengan tatapan polos. "Bukannya elo sendiri yang bilang kalau Kevin itu jago debat?"

Dekha menatap Ruby dengan geram. "Tapi gue juga bilang kalau elo best speaker di klub, kan? Elo aja yang sengaja ngalah tadi. Lo tadi ngasih catatan evidence kan, ke Kak Kevin?" tuding Dekha seraya menunjuk catatan di depan Kevin.

Kevin menunduk untuk menyembunyikan senyum gelinya. Ini adalah salah satu sisi Kevin yang belum pernah dilihat Ruby sebelumnya. Menunjukkan bahwa Kevin memang dekat dengan Dekha hingga dia bisa bereaksi seperti itu.

Ruby menatap Dekha dan mengedikkan bahu, masih dengan ekspresi tak bersalahnya. "Itu accident. Kevin nggak sengaja ngambil catatan gue gara-gara banyaknya catatan di sini," tunjuk Ruby pada lembaran koran dan catatan yang berserakan di meja di antara dirinya dan Kevin.

Dekha menatap Ruby geram. "Makanya, kenapa elo musti nulis evidence tim lawan?" Dia masih tak terima.

"Just in case I need it. Kemarin juga Kevin mikirin argumen tim gue, anyway," sahut Ruby santai.

Dekha memutar mata tak percaya, sementara anak-anak klub sudah bersorak menagih janji traktiran Dekha. Dia menatap Ruby penuh dendam.

"Inget aja ntar, lo bakal ikut acara PALA," ancam Dekha sungguh-sungguh.

Kali ini, reflek Ruby melirik Kevin. Karena dalam kasus ini, Ruby juga membantu Kevin, tidakkah seharusnya Kevin membantunya?

"Lo nggak takut ntar Ruby kenapa-napa gara-gara lo maksa dia ikut naik?" Kevin memenuhi harapan Ruby. "Ruby juga bukan anggota klub PALA, kan?"

"Tuh, kalian emang curang, kan? Makanya elo bantuin Ruby. Kenapa? Ruby nggak bisa ngomong sendiri? Nggak bisa cari alasan sendiri? Dia jago debat, kalau lo lupa, Kak. Apa? Kenapa? Kak Kevin naksir Ruby atau apa, hah?" Dekha kalap.

Ruangan sunyi seketika, sementara semua mata menatap Kevin dan Ruby dengan penasaran. Ruby mengernyitkan kening ketika Kevin tak mengatakan apa pun setelahnya.

"Beneran, Kak?" anggota klub yang bernama Vina memberanikan diri bertanya pada Kevin.

Anak itu tidak punya takut, atau hanya sedang terbawa suasana? Bertanya seperti itu pada Kevin ...

"Jadi, ini ceritanya kayak yang di film-film itu? Cowoknya trouble, naksir cewek teladan di sekolah?" komentar Irin geli.

Ruby melotot ke arah cewek itu. Film apanya .... Ruby bahkan nyaris mati kesal karena Kevin.

"Kak Kevin kenapa nggak ngelak sama sekali?" Dekha mulai mengambil kesempatan. "Jangan-jangan, Kak Kevin emang ..."

"Lo nggak ngerjain tugas dari Bu Anez?" potong Kevin santai, menghentikan murid-murid lain yang masih berbisik-bisik penuh minat dan bersiap menyoraki Kevin dan Ruby.

"Eh?" Tatapan Dekha jatuh pada buku catatan dan bolpoin di tangan Kevin. Sementara pemiliknya tampak sibuk dengan kedua benda itu.

"Bukannya tadi katanya yang ngumpulin topik paling sedikit bakal kena hukuman?" Kevin melanjutkan, membuat anak-anak itu kelabakan dan segera mencari bolpoin masing-masing.

Hanya dalam sekejap, Kevin merubah suasana kelas yang tadinya sangat santai, menjadi seperti ruang ujian. Saat Ruby menatap Kevin, cowok itu sempat menatapnya sekilas, sebelum menunduk kembali ke catatannya.

Entah hanya perasaan Ruby saja, atau apa, tapi saat Kevin menatapnya sekilas tadi, dia merasa ... aneh. Mungkin memang hanya perasaan Ruby saja, tapi itu pertama kalinya dia merasa seperti itu saat tatapan mereka bertemu tadi. Hanya sepersekian detik, tapi ... terasa aneh. Ruby menggeleng kecil, memutuskan untuk mengabaikan perasaan anehnya yang tidak biasa dan bergabung dengan kesibukan yang menyita perhatian teman-teman satu klubnya.

Fokus Ruby sempat teralih ketika Kevin melemparkan selembar catatan ke arahnya.

Minuman di meja gue dari elo?

Ruby tak tahu apa yang lucu dari tulisan itu, tapi dia tak dapat menahan senyum. Dia mendongak dan mengangguk kecil ke arah Kevin. Dia mengangkat alis ketika Kevin kembali menunduk dan sibuk dengan tugas dari Bu Anez, tanpa mengatakan apa pun lagi.

Sesulit itukah berterima kasih? Yah, meskipun Ruby tahu bahwa Kevin dihukum karena dirinya, tapi Ruby sudah berbaik hati membelikan minuman itu untuknya. Dia tidak berharap banyak, mengingat ini Kevin. Namun, tetap saja, kenapa dia tidak bisa untuk benar-benar tidak berharap?

***    

Introduction of Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang