Chapter 9-2

3.1K 284 31
                                    

"Makanya ... kenapa juga lo seserius itu tentang sekolah? Nggak perlu jadi juara satu juga semua tau elo pinter. Nggak perlu pake sakit segala cuma gara-gara nilai lo turun sedikit, kan? Toh elo juga nggak perlu remidi."

Ruby tertegun. Apakah itu berarti ... alasan Kevin belajar sejak saat itu adalah Ruby? Karena dia merasa bersalah pada Ruby?

"Kenapa lo waktu itu nggak ngomong?" tuntut Ruby.

"Ngomong apa?" kesal Kevin.

"Sorry, maaf," sebut Ruby enteng.

Kevin lagi-lagi melengos.

"Tadi lo bisa ngomong 'sori'," sebut Ruby.

Kevin menatap Ruby, lebih kesal kali ini. "Itu karena gue masih kaget dan belum sepenuhnya sadar. Lagian, ngapain lo di kamar gue? Malam-malam gini, masuk kamar cowok sembarangan, lo mau apa, hah?"

Giliran Ruby yang kelabakan. "Gue cuma ... ya itu ... tadi gue cuma mau ngecek tugas Fisika lo, trus ..."

"Nggak ada tugas Fisika," potong Kevin cepat.

"Ada," Ruby berkeras. "Yang ngelanjutin tugas kemaren. Yang belum selesai kan disuruh dilanjutin di rumah."

"Gue udah selesai," cetus Kevin.

Ruby tahu itu. "Gue belum. Makanya, gue kan cuma mau ngecek."

Kevin mendengus meledek. "Bener kan kata gue, lo emang bego," katanya enteng seraya meraih smartphone di samping bantalnya.

"Gue nggak bego!" Ruby tak terima, tapi Kevin yang sudah sibuk dengan smartphone-nya, mengabaikan Ruby. "Dan kenapa lo malah main game?!"

"Gue nggak bisa tidur lagi, dan gue nggak mau tidur lagi. Lo udah ngecek tugas gue, kan? Jadi, sekarang lo bisa balik ke kamar lo," Kevin berkata tanpa menatap Ruby.

Ruby menyipitkan mata melihat tingkah Kevin. Malam ini, Kevin mungkin tidak akan tidur lagi. Dan Ruby tidak akan membiarkannya.

"Apaan lagi sih, lo?!" protes Kevin ketika Ruby merebut smartphone-nya.

"Lo harus tidur, Kev," tegas Ruby.

"Gue nggak mau, dan gue juga nggak bakal bisa tidur lagi," Kevin berkeras dan merebut kembali smartphone-nya dari tangan Ruby.

Ruby mendecakkan lidah seraya merebut smartphone Kevin lagi. Sebelum Kevin protes, segera dia berkata, "Waktu gue masih kecil, gue juga sering mimpi buruk. Biasanya, kalau gue nggak bisa tidur abis mimpi buruk, Mama nemenin gue sambil ngusap kepala gue."

Ruby bergeser dan bersandar di kepala tempat tidur, lalu dengan lembut, dia mengusap kepala Kevin.

"Gue bukan anak kecil," elak Kevin.

"Ish! Diem aja, deh!" desis Ruby seraya menahan tangan Kevin yang berusaha menyingkirkan tangan Ruby dari rambutnya. "Sekarang, lo nggak perlu takut sama mimpi buruk. Karena sekarang, gue bakal jagain lo biar mimpi buruk lo itu nggak dateng lagi. Jadi lo bisa tidur tanpa perlu khawatir lagi."

Kevin sepertinya hendak protes, tapi protesnya tertahan ketika Ruby menggenggam tangannya erat, setengahnya memberi peringatan agar dia tidak membantah lagi.

"Just close your eyes, hm?" desak Ruby.

Ruby mendengar desahan berat Kevin, tapi dia tak protes. Selama beberapa saat, Ruby duduk di sana, satu tangan menggenggam tangan Kevin, tangan lainnya mengusap kepala cowok itu. Saat dia masih kecil, dia selalu bisa tidur dengan nyenyak jika mamanya melakukan ini. Namun, karena sekarang dia sudah SMA, dia tidak bisa sesering dulu bermanja-manja dengan mamanya. Apalagi di rumah ini ada Kevin.

Introduction of Love (End)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن