Chapter 3-1

3.6K 303 7
                                    

Aku tidak bersalah, aku tidak bersalah

Tapi kenapa aku terus merasa bersalah padanya?

"Kevin mana, Pa?" tanya Ruby ketika tak melihat Kevin di ruang makan saat sarapan.

"Tadi pagi dia sudah keluar sama teman-temannya. Mau camping, katanya. Besok sore baru pulang," jawab papanya.

Ruby mengerutkan kening. Sepertinya Kevin tidak akan menghubungi Om Vino. "Kevin nggak ngomong apa-apa, Pa?" tanya Ruby hati-hati seraya duduk di sebelah papanya.

"Ngomong apa? Apa Kevin ada masalah?" Papa Ruby menatap Ruby serius.

Ruby berdehem. "Kalau Om Vino ... kira-kira kapan pulangnya?" Ruby kembali bertanya, menghindari kewajiban untuk menjawab pertanyaan papanya.

"Belum tahu. Om Vino masih sibuk. Kenapa?" Papa Ruby tampak curiga kini.

Ruby meringis. "Kevin ... kemaren dapet surat panggilan," ucapnya akhirnya.

"Surat panggilan? Lagi?" kaget papa Ruby.

Ruby mengangguk.

"Ini bahkan belum sebulan ..." gumam papanya tak percaya.

Ruby mengedikkan bahu. "He's an expert, Pa."

Papanya melemparkan tatapan menegur karenanya. Ruby kembali mengedikkan bahu. "Papa nanti sampaiin ke Om Vino, ya? Soalnya kalau Om Vino nggak dateng, bisa-bisa Kevin dikeluarin dari sekolah."

Papanya menghela napas berat. "Tentu saja Papa harus mengabarkan ini ke Om Vino. Jangan khawatir, besok Senin pasti Om Vino datang ke sekolah."

Ruby mengangguk. Dia sama sekali tidak khawatir sebenarnya. Dia hanya khawatir jika disalahkan kalau sampai Kevin dikeluarkan. Toh meskipun besok Senin Om Vino datang ke sekolah, bukan berarti Kevin akan berhenti membuat masalah. Hanya masalah waktu hingga Kevin dikeluarkan dari sekolah. Namun, papanya tidak perlu tahu tentang ini.

Hati Ruby terasa lebih ringan saat dia menikmati sarapannya pagi itu.

***

Kevin belum pulang saat Om Vino akhirnya tiba di rumah Ruby Minggu sore itu. Kevin bahkan menonaktifkan ponselnya. Om Vino tampak lelah. Dia pasti sangat sibuk. Namun, karena Kevin, dia harus meninggalkan urusan bisnisnya dan membereskan masalah anak itu. Kevin benar-benar tidak dewasa, dan Ruby rasa, itu akan bertahan cukup lama.

Setelah makan malam, orang tua Ruby dan Om Vino menunggu Kevin di ruang tamu. Sementara Ruby masih menikmati puding buah kesukaannya di ruang makan. Diam-diam, dia menguping pembicaraan di ruang tamu.

"Aku nggak tahu kalau Kevin membuat masalah lagi di sekolah," papa Ruby berbicara.

Terdengar desahan berat Om Vino. "Aku tahu ini akan terjadi, tapi nggak secepat ini. Ini bahkan baru beberapa hari dan dia sudah membuat masalah. Ini sudah keterlaluan."

"Kurasa kita harus mengajaknya bicara dulu," usul mama Ruby.

"Itu nggak akan mengubah apa pun," sahut Om Vino. Ruby setuju.

"Kamu belum pernah mengajaknya bicara sejak tahun lalu, Vin," tambah papa Ruby.

"Apa kalian lupa, terakhir kali kami berbicara, dia justru ingin meninggalkan rumah?" Om Vino mengingatkan. "Jika bukan karena kalian menahannya, saat itu dia pasti sudah meninggalkan rumah ini."

Ah, kejadian beberapa bulan lalu, Ruby mengingatnya. Kira-kira hanya tiga bulan setelah Kevin tinggal di sini. Itu adalah hari setelah Om Vino dipanggil ke sekolah karena Kevin berkelahi dengan kakak kelasnya. Ruby tak tahu apa yang terjadi karena mamanya memintanya naik ke kamar setelah makan malam hari itu. Lalu, dia mendengar suara ribut di bawah; suara teriakan Om Vino, suara teriakan Kevin, suara bantingan pintu kamar Kevin di sebelah kamarnya, dan keributan lain yang membuatnya penasaran setengah mati.

Introduction of Love (End)Where stories live. Discover now