15 ; Different

269 36 7
                                    

Playlist : Take me to you - GOT7

Kenapa? Udah bosan sama gue?

🌙️


Dua bulan telah berlalu. Irene dapat merasakan betapa bahagianya ia sekarang. Sahabat yang selalu ada untuknya, keluarga yang kembali memperhatikannya, dan juga Mino yang memenuhi hari-harinya.

Awalnya Irene merasa belum puas saat Mino tak pernah menembaknya. Tapi semakin kesini, Irene sadar status bukanlah segalanya.

Status mereka memang cuma teman. Tapi mereka sama-sama sayang.

Pernah suatu ketika Irene merasa kesal pada Mino saat Mino terang-terangan berdekatan dengan perempuan lain. Tapi mau marah juga Irene tak berhak.

Tiga hari ini Irene merasa ada yang berbeda dengan Mino. Biasanya setiap malam Mino selalu datang kerumahnya entah untuk makan malam bersama atau mengobrol santai.

Mino juga sekarang jarang mengantar jemput anak itu. Chat juga dibalas jika itu penting saja. Irene merasa Mino menjauh entah karena apa.

Irene merasa kehilangan. Dia juga beberapa kali main kerumah Mino tapi Mino selalu tak ada di rumahnya.

Sekarang jam 2 siang. Irene baru saja akan pulang kerumah, tapi karna dia pulang berjalan kaki Irene memutuskan untuk pergi ke minimarket dekat komplek rumahnya. Saat sudah membeli keperluannya dan keluar minimarket, Irene menghentikan langkahnya kala matanya menangkap sesosok Mino yang sedang di sebrang jalan.

Irene tersenyum cerah. Lalu tanpa aba-aba dia segera berlari menghampiri cowok itu sebelum dia pergi.

“MINOOOO!”

Teriakan itu membuat Mino mendongak lantas matanya membulat saat tahu siapa itu. Irene melambaikan tangan dengan ceria, senyumannya bertambah lebar saat sudah berada didepan Mino.

“Lo kemana aja?”

“Nggak kemana-mana.”

Menyadari jawaban Mino yang dingin tak membuat Irene melunturkan senyumannya. Ia menunduk menutupi perasaan kacaunya. Membuka palstik di genggamannya, menyodorkan sebotol minuman soda dingin kepada Mino.

“Nih,” Irene menggoyangkan botolnya didepan Mino yang sejak pertama mereka bertemu tidak menatap kearahnya. “Hari ini panas banget, No.”

Mino menghela napas kasar. Tangannya mengambil minuman itu tanpa kata.

Irene yang merasa Mino semakin dingin tersenyum tipis. “Lo berubah.”

Mino diam. Ia tersentak saat Irene menjelaskan pernyataan tersebut. Apakah ia berubah? Tidak. Ia hanya tak ingin menyakiti Irene lebih dalam. Ia harus menjaga Irene-nya.

“Selama ini gue kira lo sayang sama gue,” angin sore yang berhembus perlahan menerbangkan beberapa helai rambut Irene. “Gue salah. Salah karena gue percaya sama lo. Please, kalo lo emang nggak ada perasaan sama gue, lo bilang dan yang pasti nggak bakal ngelakuin ini, No. Gue tau, gue udah terlambat. Ya meskipun gue tau lo nggak bakal nengok lagi ke gue.” Irene merasakan pipinya memanas. Perlahan matanya berkaca - kaca. Selang beberapa detik selanjutnya matanya mengeluarkan air mata.

Mino mematung di tempatnya. Perkataan Irene seolah menghujam tepat dijantungnya. Ia menoleh menatap Irene yang menangis. Ingin sekali tangannya mengusap lembut rambutnya, menenggelamkan kepalanya didada bidangnya. Mino sangat merindukan sosok yang berada di sampingnya ini.

“Lo tau Rene?” Mino bersuara saat beberapa menit lalu diam. “Perasaan seseorang itu bisa aja berubah seiring berjalannya waktu. Nggak memungkinkan juga kalo perasaan cinta itu juga bisa jadi benci.”

“Secepat itu?” Irene bertanya dengan bibir bergetar. Matanya memerah dengan air mata yang terus turun.

Minobtak menjawab enggan juga menatap balik Irene. Itu akan membuatnya semakin ingin memeluk cewek itu. Hatinya ikut teremas saat melihat Irene-nya menangis.

Irene mengangguk-anggukan kepalanya. Kembali menatap kedepan. Isakannya berubah menjadi tangisan pilu. “Well, gue emang baperan. Sorry udah jadi beban buat lo selama ini. Tapi No, sebelum gue bener-bener mundur. Kasih gue kesempatan buat perjuangin lo. Kalo perasaan lo tetep bukan buat gue. Oke gue terima. Gue bakal mundur.”

Irene berdiri tanpa menoleh kearah Mino ia berjalan menjauh. Pergi dari Mino sebelum dia berjuang untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Suara tangisan dan wajah penuh kecewa itu masih terngiang di benak Mino. Sungguh ia tidak bermaksud menyakiti seseorang yang sangat ia suka. Hatinya berdenyut sakit.

“Maafin gue, Rene.” Gumamnya lirih.

Suara langkah kaki yang mendekat membuat Mino mendongak. Ia tersenyum tipis melihat cewek didepannya.

“Kamu habis nangis?” cewek itu bertanya, menyentuh pipi kiri Mino dengan lembut.

Mino menggeleng pelan, “Enggak. Masa cowok kayak aku nangis sih?”

Cewek itu tertawa pelan, sangat manis dengan matanya yang menyipit lucu. “Maafin aku ya udah ngerepotin kamu.”

“Kebahagiaan kamu lebih penting.” Mino mencubit hidung cewek mungil didepannya gemas.

“Pulang yuk?” Lanjutnya seraya menggandeng tangan cewek itu lembut.

🌙️

Irene tersenyum kecut dengan tatapan lurus kedepan. Tangannya terkepal kuat. Selama ini ia pikir perjuangan yang ia lakukan akan membuat Mino kembali. Tapi ternyata salah. Semua seolah terbuang sia-sia.

Jadi Mino menganggapnya apa selama ini? Apa salah dia juga hingga kini merasakan sakit yang teramat dalam.

Niat Irene sebenarnya hanya ingin mengantarkan makan siang untuk Mino. Tapi yang dilihatnya justru Mino yang sedang berpelukan dengan perempuan lain. Mata Irene memerah. Emosinya semakin mencuat keluar saat Mino sama sekali tak menolak pelukan itu.

Mino menoleh kearah gerbang rumahnya saat ia merasa ada yang memperhatikan. Matanya membulat melihat begitu banyak kekecewaan yang Irene rasakan. Mino melepaskan pelukannya dengan kasar. Ia mengejar Irene yang sudah berlari menjauhinya.

Jarak mereka semakin dekat, sebelum Irene kabur, Mino berhasil meraih tangannya. Ia melihat bahu Irene bergetar hebat. “Tunggu,” jedanya. “Gue mau jelasin.”

Irene tak membalikan badannya, hanya bahunya saja yang bergetar hebat. Isakannya semakin terdengar jelas. “Udah jelas.„ jawabnya dingin.

Mino menghela napas pelan. Tangan Mino melepaskan cekala tangan di tangan Irene-nya. “Ini nggak seperti yang lo pikirin.”

“Emang gue mikirnya gimana?”

Mino mengacak rambutnya frustasi. “Irene,” panggilnya. “Kalo ngomong sama orang itu lihat wajahnya.”

Irene tersenyum miring. Ia menghapus air matanya kasar. Membalikan badanya dengan raut wajah datar.

“Gue capek. Mending gue akhiri ini semua. Lo bebas deketin siapa aja. Terserah. Gue nggak peduli.”

Bahu Mino menurun. Ia tak ingin Irene berhenti. Ah apa pantas seorang perempuan mengejar lelaki? Ini semua memang salah Mino dari awal.

Hening melanda mereka beberapa saat. Mino menunduk. Sedangkan Irene masih dengan raut datar sedang berpikir keras menyampaikan apa yang menjadi masalahnya selama ini.

“Selamat.”

🌙️


happy 1k readers, thx buat kalian yg udh ngikutin cerita ini, aku sayang kalian💕

SEUL AMI ¦ MINRENE✔️Where stories live. Discover now