18 ; Worried

306 34 5
                                    

Aku takut. Takut kehilangan kamu.

🌙️

“Nggak usah senyum lo!”

Irene mendelik menatap Mino yang cengengesan. Tangan Irene terangkat untuk menyuapi potongan apel kepada Mino.

Mino masih terbaring dirumah sakit. Ia sudah melewati masa kritis saat pertama dibawa kerumah sakit.

“Siapa yang senyum?”  Mino bertanya dengan senyum geli setelah menelan potongan apel yang disodorkan Irene.

“Brisik lo!”

Mino mengulum bibirnya. “Kamu khawatir sama aku?”


Irene memalingkan wajahnya pipinya memerah karena panggilan berbeda dari Mino. Ia menyelipkan beberapa anak rambut ke telinganya. “Gak.” Jawabnya jutek.

“Yaudah. Mending kalo gitu aku ketusuk lagi aja.”

Irene menoleh dengan mata melotot. Tangannya menyentil kening Mino gemas. “Tolol!” Makinya kesal. “Jangan yang aneh-aneh deh!”

Mino cemberut seraya mengelus sentilan Irene yang terasa sakit. “Ih lucu tau liat kamu khawatir sama aku.”

“Cot!”

“Kasar.”

Irene memutar bola matanya malas. “Udahlah.” katanya lalu menunduk, “Lo nggak tau sih betapa khawatirnya gue. Gue takut tau pas lo ketusuk, gue belum maafin lo, terus lo udah gak ada.”

Mino menatap Irene yang menuduk dengan menahan senyum. Tangannya meraih dagu Irene agar menatapnya. “Hei,” ucapnya. “Kamu nggak perlu khawatir. Aku disini kok.” Mino tersenyum. Manis sekali.

Irene ikut mengangkat sudut bibirnya. Menahan air mata yang akan jatuh. Lalu memeluk dada Mino  Menenggelamkan wajahnya disana. “Gue sayang sama lo.”

“Hm,” Mino tersenyum, mengusap rambut Irene dengan lembut.

“Aku lebih, lebih sayang sama kamu Irene.”

Mino yang masih mengelus puncak kepala bertanya, “Kamu nggak penasaran sama aku?”

“Penasaran apa?” Irene yang hendak mengangkat kepalanya tidak jadi karena lengan Mino menahannya untuk tetap berada di dadanya. Merasakan debaran yang cukup keras dari dada Mino. Suara yang amat disukainya.

“Soal aku yang cuekin kamu.”

Irene berdehem. Mengerucutkan bibirnya lucu walaupun Mino tak melihatnya. “Penasaran sih. Tapi,”

“Tapi apa?”

“Aku takut,”  jedanya. “Nanti aku marah lagi sama kamu.”

Mino mengangkat wajah Irene, memegang kedua pipinya. “Jadi?” Mino menghela napas lega. “Kamu udah maafin aku?”

Irene mengangguk polos. “Iya.”

Mino tersenyum manis. Kembali menenggelamkan wajah Irene didadanya.
“Makasih. Maafin aku ya, Rene. Aku egois banget waktu itu, nggak mikirin perasaan kamu. Sebenernya aku itu cuma mau bantu Viona buat selesain masalahnya. Kasihan dia, Rene. Dia selalu dipojokin sama orangtuanya.”

SEUL AMI ¦ MINRENE✔️Where stories live. Discover now