Dancing in The Dark - Republish Chapter 5. Sister

9.8K 908 52
                                    

Elsa masih berdiri di hadapan Zen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Elsa masih berdiri di hadapan Zen. Ia belum menyerah untuk membujuk Zen agar diizinkan membersihkan kamarnya.

"Kau pantang menyerah, ya?" Celetuk Zen sedikit kesal.

Elsa menunduk takut. "Saya hanya ingin kamar Tuan bersih sehingga nyaman untuk Tuan beristirahat," jawabnya lirih.

"Ini sudah nyaman," tukas Zen. Elsa tetap bergeming.

"Kembalilah ke Anne," ucap Zen. Lagi-lagi ia menolaknya. Tapi bukan Elsa jika ia menyerah. Ia begitu berdedikasi pada Anne hingga memperjuangkan keinginan Anne. "Baiklah, Tuan. Tapi, sebelum aku pergi, jujurlah pada diri Tuan sendiri, apa Putri Anne selama ini bersikap seperti yang Tuan tuduhkan?"

Zen tertegun. Cukup lama ia diam dan rupanya pertanyaan Elsa membuat Zen gusar. Ia berkali kali menarik nafas dalam hingga akhirnya ia menggeleng. "Anne begitu menyayangiku," jawabnya pelan.

"Lalu, apa Tuan benar benar ingin mengusir saya, pelayan utusan Putri Anne?" Tanya Anne sekali lagi.

Zen diam sejenak di hadapan pelayan utusan kakaknya yang saat ini menunduk penuh hormat, sedikit takut namun pantang menyerah. Zen melangkah mundur, lalu membuka pintu lebar lebar. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan," ucapnya.

Elsa sontak mengangkat dagunya. Zen mengizinkan membersihkan ruangannya. Zen kemudian merebut nampan itu lalu pergi entah kemana.

Elsa hanya berani menatap punggung Zen yang hilang setelah berbelok di ujung lorong. Tidak sopan baginya menatap langsung ke mata seorang Pangeran yang kastanya jauh di atasnya, entah apapun keadaannya.

Aroma khas debu dan kotoran yang sudah menumpuk lama tercium. Elsa mengeluarkan penutup hidung dan mulai membersihkan seluruh debu yang ada dengan menggunakan kemoceng yang terselip di ikat pinggangnya, senjata andalan yang selalu ia bawa.

Pertama tama, ia membuka tirai jendela kamarnya yang super besar. Benar saja. Debu langsung beterbangan ketika tirai terbuka. Entah berapa lama tirai itu tertutup. Kemudian ia membuka jendela. Angin langsung menyerbu masuk. Percaya atau tidak, suasana kamar terasa lebih segar dibanding sebelum jendela terbuka. Ia pun mulai memunguti sampah sampah dan membersihkan ruangan sang Pangeran.

Sementara itu, Sang Pangeran duduk sendirian di salah satu taman istana yang terbengkalai. Taman itu berada di sekitar istananya. Pepohonan meranggas, batu batu alam yang disusun membentuk bangku dan meja sudah tidak terbentuk lagi. Lumut mulai tumbuh di sela sela retakan batu. Sendirian, menjadi sahabat Zen. Makan sendirian seperti ini, sudah menjadi hal yang lumrah selama bertahun tahun terakhir. Sebelumnya, Sang Ayah akan menemaninya makan. Tapi sejak Raja meninggal, semua berubah. Zen rasanya sudah tidak mampu lagi untuk bersedih.

Anne sesekali diam-diam menyusup ke istananya. Tapi hukuman berat menanti jika Ratu memergokinya. Pernah suatu ketika Anne menyelinap ke istana dengan membawa beberapa buah-buahan segar. Ratu memergokinya dan keesokkan harinya, tubuh Anne penuh dengan luka lecet. Itu bukan pertama kali. Sudah terlalu sering Anne menerima hukuman itu. Bukannya jera, Anne tetap berusaha untuk menemui adiknya itu. Melihat sang kakak yang terus menerus menderita karena hukuman, Zen memutuskan untuk menghindar. Ia memilih untuk menjalani hidupnya sendirian, tanpa bantuan Anne.

SWEET LOVE STORY : DANCING IN THE DARK Where stories live. Discover now