Sembukan - Paranggupito

138 11 1
                                    

Dosa apa yang kita perbuat

Hingga kita menanggung semua berat

Luka lara nestapa

Dan semua perjalanan sunyi ini

Ditebing sebuah bukit yang berbatasan langsung dengan pantai selatan pulau Jawa, seorang pemuda berdiri, sedang memandang jauh ke arah dimana garis batas antara laut yang biru dan langit yang cerah bertemu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ditebing sebuah bukit yang berbatasan langsung dengan pantai selatan pulau Jawa, seorang pemuda berdiri, sedang memandang jauh ke arah dimana garis batas antara laut yang biru dan langit yang cerah bertemu. Deburan ombak yang lantang saat menabrak tebing memecah keheningan, justru menambah konsentrasi pandangan bathinnya.

Dengan tanpa suara, dari sampingnya, datang seorang perempuan yang kemudian berdiri mendampinginya menikmati indahnya laut selatan pagi itu.

Sudah seminggu ini mereka memadu kasih. Ketika kehendak asmara keduanya telah terlampiaskan, kesadaran pemuda itu membuatnya mengingat asal-muasal keberadaannya di tempat ini.

"dyah-ayu, sudikah dyah-ayu pulang bersamaku, jika aku sudah menjadi Raja di tanah Jawa, engkau akan menjadi Ratu-ku" ucap pemuda itu sambil memandang wajah nan-ayu perempuan yang berdiri di sampingnya.

"Kangmas, semua sudah digariskan. Kehadiranmu adalah godaan pertapaanku, demikian juga kehadiranku adalah godaan pertapaanmu. Itulah kenapa kita bertemu di malam ke empat puluh. Malam yang paling menentukan dari pertapaan kita. Tapi, kita tidak bisa menyalahkan takdir. Kita musti menghormati sang Kala yang beranjak pergi. Jika godaan berupa kesedihan, dengan mudahnya kita menyadari, tapi bila godaan yang datang berupa kesenangan, kita mudah terlupa."

"Kangmas, aku akan melanjutkan pertapaanku. Jika kita ditakdirkan bertemu kembali, semoga sang Kala berpihak kepada kita."

"dyah-ayu, jika saja aku tidak terikat janji pada leluhur dan pada diriku sendiri untuk kembali membangun Mataram di tanah Jawa, aku ingin menemanimu pergi bersama sang Kala."

"Kangmas, janji adalah pengikat. Lepaskan dulu janji kita, hingga kita bisa bertemu dalam keadaan terbebaskan. Kangmas, hanya satu yang bisa kutawarkan, jika ada kesulitan datang kepadamu aku akan menemuimu. Semoga janji yang kuucapkan ini tidak menghalangiku menuju moksa."

Dan kedua sejoli itupun meneruskan pertapaannya yang sempat terhenti karena asmara yang tumbuh tanpa mereka sadari.

Pemuda itu adalah Panembahan Senopati muda dan perempuan itu adalah Nawangsari.

Prajna ParamithaWhere stories live. Discover now