Bedhaya Ketawang

170 7 0
                                    

Ditengah asyiknya minum teh berdua menghadap ke laut, menikmati garis horizon pembatas antara pekat birunya laut dan cerahnya langit, tiba-tiba Nawangsari beranjak berdiri. Ia kemudian berbalik arah dan mengadap ke P. Senopati. Dengan sedikit membungkuk di raihnya kedua tangan P. Senopati, lalu tersenyum. Melihat senyum itu P. Senopati kaget bukan main. Senyum yang belum pernah ia lihat ketika bersama Nawangsari selama ini.

"Kangmas, akupun juga ingin meninggalkan kenang-kenangan yang menandai pertemuan kita ini. Jika kenang-kenangan yang kangmas ciptakan adalah pelengkap ubo rampe ketika kangmas menjadi Raja nanti, maka Nimas akan melengkapi hal itu dengan sebuah tarian. Tarian ini juga sebagai pertanda dikabulkannya permintaan kangmas dalam pertapaan ini." ungkap Nawangsari.

P. Senopati semakin terpana. Kata-kata Nawangsari begitu berat. Energinya seolah-olah menghempas dadanya. Terutama kata-kata 'dikabulkannya permintaan kangmas dalam pertapaan ini'. P. Senopati semakin memusatkan perhatiannya pada gerak-gerik Nawangsari.

"Kangmas, jadikanlah tarian ini sebagai syarat diakuinya kangmas sebagai Raja tanah Jawa. Juga sampaikan kepada anak turunmu kelak, bahwa siapapun yang mampu melihatku hadir di dalam setiap dibawakannya tarian ini maka kekuasaannya di restui oleh semesta tanah Jawa. Agar menjadi pembeda antara satu dan yang lainnya. Kelak kangmas akan mengerti mengapa demikian. Karena kehendak jaman memang berkata bahwa akan ada pertumpahan darah di antara anak-anak turunmu untuk kembali merebut tahtamu." jelas Nawangsari.

Mendengar hal itu, P. Senopati berada diantara rasa sedih dan gembira. Mendengar kabar dikabulkannya permintaan dalam pertapaannya lewat Nawangsari adalah kegembiraan tak terkira, namun mendengar kelimat berikutnya tentang anak turunnya seketika P. Senopati menyadari bahwa karma-karma leluhurnya akan berulang. Itulah kenapa sebisa mungkin ia ingin meruwatnya agat kelak karma itu berkurang meski sedikit saja.

"Kangmas, tak perlu mengkhawatirkan anak cucumu kelak. Jika anak cucumu telah sampai pada titik dimana mereka terpecah maka kangmas boleh turun lagi ke dunia ini untuk membenahinya dan meruwatnya kembali. Di saat itu, aku juga akan turun ke bumi membantumu." ucap Nawangsari mengerti dengan kegelisahan yang dirasakan oleh P. Senopati. Ya, benar, sejak langgam asmara mereka kecap mereka kini seolah menjadi satu. Apa yang Nawangsari rasa akan terasa juga oleh P. Senopati, demikian juga sebaliknya. Sehingga mereka sudah seiring seirama.

Nawangsari menarik tangan P. Senopati membuatnya berdiri berhadapan dengannya. Tiba-tiba Nawangsari mulai menarikan sebuah tarian yang begitu halus. Di bawah rindangnya pohon sawo kecik dengan kilasan cahaya matahari yang pelan-pelan menerabas, kedua sejoli itu kemudian menari. P. Senopati tak kuasa menolak energi yang dipancarkan oleh Nawangsari sehingga badannyapun ikut menari mengikuti gerak Nawangsari meskipun mereka saling berhadapan. Tarian ini begitu lembut. Jika Nawangsari bergerak ke kanan, P. Senopati bergerak kekiri. Mereka seirama.

"Kangmas, jika nanti kangmas menjadi seorang Raja, ikutilah irama rakyatmu. Mengalirlah, bergeraklah ke kiri dan ke kanan.  Ketika irama kangmas sudah seirama, ambillah kendali, tuntun iramanya sesuai dengan kehendak kangmas" selesai mengucap demikian, P. Senopati tiba-tiba memutar tubuhnya. Nawangsari kini menari di belakangnya. Meski ragu-ragu apakah gerakannya seperti gerakan Nawangsari tetap saja P. Senopati berusaha mengikuti energi yang mengarahkan gerakannya.

"Saat kangmas berada di depan, ikutilah gerak irama energi yang membimbing kangmas, jangan ragu, karena aku di belakangmu akan mengalir mengikuti gerakanmu. Jangan mencoba untuk membuat gerakan sendiri karena akan mengakibatkan iramaku dan iramamu tak bertemu. Ingat-ingatlah ini kangmas, dalam kondisi apapun ikuti gerak bathin yang menuntun gerakanmu" setelah berkata demikian, gerakan tari P. Senopati menuntunnya kembali berhadapan dengan Nawngsari. Di dalam hati kecilnya yang teramat dalam P. Senopati begitu mengagumi Nawangsari yang mampu membimbingnya seperti ini.

Sudah hampir dua jam tanpa terasa mereka menari, seolah mereka tak ingin berhenti. Saling menatap dengan penuh penghayatan. Hingga suara hati kecil P. Senopati terdengar di bathin Nawangsari. Suara yang mengagumi Nawangsari dengan kecantikan dan kekuatan yang dia bawa. Maka pada saat itulah tiba-tiba sebuah cahaya keluar dari dalam diri Nawangsari membuat sebuah letupan yang terdengar keras di alam antara. Seketika Nawangsari berubah menjadi cahaya. Cahaya itu kemudian bergerak cepat 'plasshh' menuju ke langit, kemudian menghilang.

Kini P. Senopati menghentikan gerakannya dan termenung. Meski belum merelakannya tapi pepesten musti terjadi. Sebagaimana mereka bertemu dalam keadaan yang ganjil, mereka juga berpisah dalam keadaan yang sama. Merasakan kejadian ini, P. Senopati kemudian menamai tarian ini sebagai tarian bedhaya ketawang yang menggambarkan bahwa tarian ini selain sebagai peninggalan Nawangsari, juga kelak sebagai ungkapan rindu dan keinginan P. Senopati untuk kembali bertemu dengan Nawangsari yang telah kembali ke langit bersama bintang-bintang.

Sore itu menjadi saksi perpisahan antara dua kekasih yang memiliki janji masing-masing. Namun tetap teguh memegang kukuh cinta asmara mereka berdua. Suatu ketika mereka yakin akan dipertemukan kembali. Disaat itu mereka ingin berada dalam keadaan terbebaskan dan diperbolehkan menjalani asmara selamanya.

🌳
Jumat kliwon
25 Mei 2018

🌳Jumat kliwon25 Mei 2018

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

(Sumber: Group Indonesia Tempo Doeloe)

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

(Sumber: Group Indonesia Tempo Doeloe)

Prajna ParamithaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon