14

14.6K 521 12
                                    

Emma Pov.

Malam sudah sangat larut ketika aku tiba di flat, suasana flat tampak gelap dan itu berarti Edric belum pulang dari kantor. Tapi bukankah Edric tak pernah terlambat? Kulepaskan sepatu dan berjalan menyusuri balkon kamar yang gelap, bahkan lukas tak terlihat tadi. Ku lewati ruang kerja Edric dan betapa terkejutnya diriku mendapati Edric yang tengah duduk didalam kegelapan malam. Hanya cahaya rembulan yang samar samar menyelinap masuk kedalam. Aku berdiri mematung dengan kedua tangan yang terlipat didada perasaanku mulai campur aduk karena masih menyimpan penjelasan atas kenyataan ini.

Satu menit, aku menatapnya dengan lekat sementara Edric terlihat menahan amarah aku bisa merasakannya. Apa dia marah karena aku bertemu Carlo? Apa dia tau bahwa Carlo masih hidup? Demi Tuhan pikiranku benar benar kacau dengan kenyataan bahwa Carlo datang kembali dihidupku dengan penjelasannya dan ketololannya karena masih ingin bersamaku.

Kuseret kakiku perlahan mendekati Edric yang masih membeku tak bergeming sedikitpun, hanya terdiam dalam duduknya sambil memegang gelas minuman yang masih bersisa. Dengan perasaan bersalah aku duduk bersimpuh dilantai dihadapannya lalu meraih tangannya yang bebas menggenggamnya erat dan mencoba mencari kehangatan dari dirinya. Edric menegak minumannya hingga tandas namun tetap tak meresponsku karena aku sama sekali tak merasakannya. Demi Tuhan apa yang sudah kulakukan, situasi apa ini? Tak ada kecupan ataupun sapaan bahkan kebekuannya berhasil mencabik cabik seluruh isi hatiku yang terasa remuk. Apa mungkin dia telah membenciku?

Aku bangkit dengan perlahan dan berjalan keluar meninggalkannya yang masih duduk didalam kegelapan. Pikiranku buntu hanya air mata yang menetes mewakili perasaanku bahkan mengabaikan kenyataan bahwa aku telah bersumpah takan ada air mata didalam hidupku. Kakiku merangkak naik ke tempat tidur yang terasa dingin sedingin situasi saat ini, sungguh aku hanya ingin memejamkan mataku karena lelah menetaskan air mata, kuharap besok bisa lebih baik lagi.

*****

Desahanku membelah kesunyian malam menikmati hentakan demi hentakan yang terasa nikmat. Vaginaku terasa penuh dan sesak tetapi juga nikmat. Aku sangat menyukainya meskipun aku tau milik Edric lebih memuaskan karena ukurannya yang besar dan sedikit lebih panjang dari miliknya. Carlo mendorongku dengan erangan nikmat yang keluar dari mulutnya, ah rasanya nikmat berada dibawahnya, aku ingat ketika dulu dia sering mendominasi permainan sex kami meski harus kuakui bahwa sekarang kepiawaiannya dalam sex sudah jauh lebih baik, sembilan tahun tak bersama telah membuatnya sedikit berubah dalam hal sex dan lagi dulu tubuhnya tak sekekar sekarang, perutnya yang tampak seperti roti sobek nikmat membuat wanita manapun akan meneteskan liurnya saat berada dihadapan pria seksi ini.

"Datanglah sayang, ahhh sue, kau masih senikmat dulu."

"" OOooooohhhhh Yeaaaaaahhhhh yeaaaàhhhh"

Carlo mencapai puncaknya dan membanjiriku dengan cairan putih yang ditumpahkan menutupi perut dan selangkangku lalu jatuh tertidur disebelahku tanpa mengucapkan satupun katapun, bagkan tak peduli padaku yang bahkan belum mendapatkan organsmeku sama sekali. Aku menarik nafas dan membuangnya frustasi bahkan Edric akan memuaskanku berkali kali sebelum akhirnya dia datang lalu Edric akan mengecupku dan menarikku kedalam pelukannya mengucapkan dia mencintaiku sebelum akhirnya kami jatuh tertidur.

Kutarik selimut tipis dan membukus tubuh polosku lalu berjalan menuju pintu, aku butuh sesuatu untuk melegakan tenggorokanku yang serak dan juga aku butuh pelepasan, haruskah aku memuaskan diriku dengan jari jari tanganku yang bahakan tak pernah kulakukan sebelumnya?? Sial !!

betapa terkejutnya aku melihat Edric berdiri di ambang pintu dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan dengan kata kata karena wajah sedihnya yang bercampur amarah seperti siap menelanku hidup hidup.

Aku mundur selangkah menjahui Edric, bukan karena takut tapi malu, rasanya seperti disiram dengan air es tubuhku telah membeku. Aku tak sangup melihat cahaya dimatanya meredup dan aku tak sanggup menghadapinya.

Dari mana Edric tau keberadaan kami sudah tentu jangan ditanya karena Edric mampu mencari jarum didalam jerami sekalipun apalagi ini hanyalah sebuah Villa yang letaknya juga tak begitu jauh dari perkotaan.

" you are a bitch!! Damn you Emma." Kata kata yang sangat menyakitkan itu keluar dari mulu Edric dan dibelakangnya berdiri beberapa pria berjas hitam dengan senjata lengkap ditangan mereka.

" dengar ed..."

"Shut your fucking mouth bitch, I hate you.."

Air mataku mengalir deras, saat ini Situasi berubah kacau ketika Carlo terbangun dari tidurnya dan terkejut memandang ke arah Edric.

" simpan air mata palsumu dan pergilah keneraka bersama lelaki sialanmu brengsek! Arrrrggg Fuck! fuck! fuck!..."

teriaknya frustasi. Sebelah tangannya memegang pistol berlaras panjang yang kini diarahkan ke tubuh Carlo. Aku menegang tetapi pasrah karena telah bersalah padanya.

" kill me ed. Please... just kill me"

Tatapannya kembali mengarah padaku. Air matanya jatuh untuk pertama kalinya dan rasanya lebih baik mati daripada harus melihat kenyataan Edric-ku meneteskan air matanya.
Kakiku maju selangkah mendekatinya, aku tak peduli lagi dengan apapun sungguh jika semua ini membuat Edric harus meneteskan air matanya.

"Jangan mendekat Em, selangkah saja kakimu mendekat, akan ku tembak dia"

Edric mengarahkan pistolnya pada Carlo tetapi tidak merubah pendirianku. Aku tak perduli jika Carlo harus mati untuk kedua kalinya asalkan Edric tak meneteskan air matanya.

"Stop Emma! Demi Tuhan jangan mendekat!"

Aku tak peduli dengan teriakannya, kenyataannya kakiku terus maju mendekat. Tubuhnya berkuncang menahan amarah dan kesedihan yang telah kuciptakan,
Drama ini harus segera dihentikan.
Kutarik tangannya agar mengarahkan pistol itu padaku tepat dijantungku dan

DORRRR!!!!!!!

Suara tembakan yang cukup nyaring terdengar menghempaskanku ketanah. Darah ada dimana dimana tetapi aku tak merasakan apapun, mataku mencari dan mendongak lalu mendapati tubuh Edric yang terhempas ketembok barulah kusadar bahwa Edrik yang ditembaki.

"EDRIIIIICC!!!!!!! NOOOOOOOO!!!!!"

dan pada detik berikutnya suara tembakan beruntun terdengar dan menewaskan Carlo di tempat.

Aku mengguncang tubuh Edric berteriak memanggil manggil namanya. Mataku penuh dengan kubangan airmata, aku tak dapat melihat dengan jelas tangisku pecah tak tertahankan. Rasa panik dan bersalah menyergapku dan aku tak dapat bernapas menerimanya.

"Kumohon ed, bangunlah!! EDRIIIICCC!!!!

Bersambung....

Hai guys... gimana kelanjutannya nih Jika Edric dan Carlo meninggal???

Sayang juga sih. Habisnya Emma sih.
Yasudah segitu ajah deh. Ini juga karena banyak yang baca tapi sedikit yang vote dan memilih antra Edric atau Carlo

Jangan lupa votenya,😊😊 by the way kalian pelit amat sih tinggal tekan bintang doang. 😄😄😄

Happy reading guys..

Happy reading guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DESTINY (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang