16

13K 513 9
                                    

Emma Pov.

Cuaca baru saja berganti di penghujung bulan september dan aku masih sibuk mengerjakan beberapa pekerjaan penting, salah satunya kerjasamaku dengan Miss Tomoko,  aku bernafas lega karena kerjasama kami begitu lancar, juga senang karena beberapa karyawanku sungguh bisa diandalkan.

Seseorang mengetuk pintu ruanganku yang memang sejak tadi terbuka, aku berdecak sementara mataku masih sibuk dengan beberapa berkas yang sedang kupelajari, dan pintu kembali diketok kali ini dengan suara yang lebih keras membuatku sontak mengangkat kepala dan memandang lurus ke depan.

Pandanganku tertuju pada pria berpostur tinggi dan tegap yang berdiri bersandar sambil melipat kedua tangan di depan dada dan melihatku sambil tersenyum. Aku tak berkata apapun karena masih tak percaya Carlo berani menghampiriku di kantor tempat yang seharusnya tidak dia datangai.

Aku berusaha menenangkan diri untuk dapat berfikir dan dimana Veren? Mengapa wanita itu begitu ceroboh membiarkan seseorang menemuiku tanpa permisi? Ah sial kau veren

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku berusaha menenangkan diri untuk dapat berfikir dan dimana Veren? Mengapa wanita itu begitu ceroboh membiarkan seseorang menemuiku tanpa permisi? Ah sial kau veren. Aku mengumpat namun masih berusaha tenang.

" kau terlihat cantik dengan dirimu sekarang sue." Katanya. Aku mencoba tersenyum sambil berdiri dari tempat dudukku dan mengarahkannya untuk duduk di kuris sofa berwarna putih gading.

"Apa kabarmu Carlo?"

Dan pria itu tak menjawab hanya berdiri dan menatapku dengan raut wajah yang telah berubah menjadi sendu

"Duduklah" kataku lagi.

" apa begini sapaanmu pada tunanganmu??"

Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya dan aku seperti terkecekik mendengar pertanyaannya barusan.

"Sue,"

"Hentikan Carlo, harus berapa kali kukatakan jangan panggil aku dengan sebutan sue. Aku tak suka itu."

"Kenapa kau menjadi marah padaku sue? Apa yang sudah kuperbuat? Dan hei dulu kau bilang terserah padaku mau memanggilmu sue, dan yeah aku akan tetap memanggilmu sue"

Aku merasa kesal berdebat dengannya. Ah aku bukan orang yang pandai dalam hal berdebat.

"Cukup Carlo, aku tak ingin mendengarmu. Pergilah.."

"What? Kau menyuruhku pergi?? Are you kiding me?"

"Kalau begitu katakan padaku, apa maumu?"

Carlo menarikku kedalam pelukannya. Aku menahan tubuhku dengan kedua tanganku agar tak menempel padanya lalu berusaha melepaskan pelukannya tetapi aku terlalu kecil dibungkusi tubuh kekarnya sehingga percuma meronta karna akan mendapatkan hasil yang sia sia.

" lepaskan carlo, apa kau sudah kehilangan akal sehatmu?"
Aku masih berusaha meronta ketika Matanya memandangku tajam, memperhatikanku dengan seksama lalu alisnya berkerut dan tiba tiba mulutku disumbat dengan bibirnya yang rakus menarik bibirku secara paksa dengan giginya dan memberiku rasa perih yang menyakitkan. Entah dari mana datangnya kekuatanku hingga hentakanku berhasil melepaskan pelukannya. Lalu dengan refleks menampar wajahnya.

Aku melangkah mundur sambil memperhatikan gelagatnya dengan nanar. Tangan kirinya mengelus pipi yang tadi ku tampar dan dia bibirnya tersungging pada detik berikutnya memberiku kesan horor seolah ini bukan suatu pertanda yang baik. Wajahnya mengeras tanpa senyuman lalu duduk di sofa tanpa suara.

Untuk beberapa saat kami duduk dalam kebekuan dan sibuk dengan pikiran masing masing. Mengapa aku menamparnya dan bukankah aku sangat mencintai Carlo? Apa aku sudah melupakannya dan apakah aku secinta ini kepada Edric hingga mengabaikan dan menolak Carlo yang bahkan karena kematiannya aku menutup diriku bertahun tahun lamanya?

Carlo memandangku sebentar lalu sebelah tangannya di masukkan ke dalam saku celana panjangnya dan mengambil sesuaty lalu meletakkannya di atas meja kaca. Aku menetap benda berwarna silver yang berbentuk lingkaran dengan sebuah batu berlian yang menghiasinya. Mulutku terbuka memandang benda itu tak percaya.

Tanganku terulur untuk menyentuhnya yetapi belum sampai menyentuhnya pikiranku seperti tersadar dan aku menarik tanganku kembali.
Mataku beralih pada tangan kirinya yang juga terpasang cincing berwarna silver dengan motif yang tak jauh berbeda.

Flashback**

"Ini untukmu" ucap carlo lembut dimalam pertunangan kami. Sebuah kotak berwarna merah tebuka dan didalamnya terdapat dua buah cincin pesangan dengan batu berlian diatasnya.

Aku menerimanya dengan bahagia bukan karena berliannya tetapi karena aku begitu mencintai pria yang berdiri di hadapanku ini. Dan bibir kami bertemu saling membagi kebahagiaan.

" maukah kau menikah denganku?" Bisiknya dan aku mengangguk setuju dengan girangnya. Ah sungguh aku sangat mencintai carlo dengan semua yang ada padanya dan akan kupastikan bahwa dia akan menjadi milikku seorang kini dan selamanya.

Flashback end**

Pikiranku terbangun akan kenangan masa lalu yang begitu menyenangkan, indah dan tentu saja aku sangat bahagia.

Tetapi apakah perasaan itu masih sama? Paling tidak untuk saat seperti ini aku ingin mengetahui kenyataannya.

"Aku meletakkan cincin ini didalam peti bersama jenasah yang dikenali sebagai dirimu. Dan bagaimana mungkin ini ada padamu?"

Carlo masih membeku dan aku ingat penjelasannya tentang kecelakaan yang merenggut ingatannya 9 tahun silam juga tentang tubuh orang lain yang tubuhnya hangus  dan dikira sebagai carlo. Tetapi siapa? Siapa pria itu. Ada Kejanggalan dari semua penjelasannya.

" ayahku menyelamatkannya sebelum peti ditutup" tukasnya.

" baiklah carlo, tetapi maafkan aku sungguh aku masih.."

" apa karena dia? Apa karena Edric Stone??"  

Aku menatapnya ketika berkata demikian. Kemarahanku mencuat dan aku tak suka dia menyebut nama Edric.

"Jawab!!!" Bentaknya.

"Tak ada yang harus kujawab brengsek!!"

"Oh ayolah Emma, apa kau menjual tubuhmu padanya agar dia membantumu memiliki ini semua? Apakah dia  telah berhasil memuaskanmu di tempat tidur sehingga kau dapat melupakanku hah??"

"Demi Tuhan Carlo, hentikan!!!"
Dan teriakannku berhasil membuat veren berlari masuk ke dalam ruangan dengan wajah paniknya dan memandang kami secara bergantian.

Carlo berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu lalu berhenti

" aku akan melakukan perhitungan dengannya Emma. Dan akan kupastikan kematiannya sebagai hadiah pernikahan kita."

Tubuhku meremang dan sebuah ketakutan terbit dari dalam hatiku. Bayangan tentang mimpi burukku seperti diputar kembali membuat kakiku goyah dan ambruk seketika.

Bersambung...

Maaf yah guys. Episode kali ini sangat pendek karena kecapean dan ngantuk. Kuharap kalian menyukainya.

Jangan lupa vote dan komentarnya. Masih butuh koreksi juga sih. Hehehe 😚

Happy reading guys.

DESTINY (COMPLETE) Where stories live. Discover now