32. MOZA DRACO JADIAN

338K 32.5K 24.4K
                                    

32. MOZA DRACO JADIAN

Hari selanjutnya Chiko baru saja keluar dari mushola sekolah. Cowok itu mengusap rambutnya yang basah sehabis sholat tadi lalu mengambil sepatunya. Ganang, Bisma, Frengky dan Ergo belum selesai melakukan ibadah di dalam mushola.

“Chiko? Ibu bisa bicara sama kamu?” Bu Rai menghampiri Chiko yang sedang membenarkan tali sepatunya. Tumben guru ini berkata lembut padanya. Biasanya juga mencak-mencak.

“Ada apa ya Bu?” tanya Chiko pada Bu Rai mencuri perhatian Ganang dan Ergo yang sudah selesai sholat.

“Ibu mau bicara tapi berdua saja sama kamu. Bisa?” tanya Bu Rai membuat Chiko mengerutkan keningnya.

“Oke, Bu,” jawab Chiko lugas lalu menyelesaikan memasang sepatu di kakinya.

“Ibu tunggu di ruang guru sama Pak Broto.” Bu Rai akhirnya menjauh dari Chiko lalu pergi setelah memandang Ganang, Ergo, Frengky dan Bisma yang berdiri di depan pintu mushola sekolah.

“Ngapain Bu Rai sama Pak Broto nyariin lu, Ko?” tanya Ergo duduk di sebelah Chiko sambil membawa sepatu dan memasangnya.

“Gak tau. Lo nanya gue. Gue aja gak tau apa-apa,” ucap Chiko. “Paling ngasih surat teguran lagi tapi gue kan gak buat masalah di sekolah?” Chiko bertanya bingung.

Bisma mengibas-ngibaskan kaus kakinya di depan dengan wajah ogah membuat keempat temannya itu meliriknya, jijik. “Ganteng-ganteng tapi kaus kakinya bau apek! Kasian muka lo gak sebanding sama bau kaus kaki lu, Bang!” ucap Ergo pada Bisma.

“Au dah. Udah gak dicuci berapa bulan tuh kaus kaki?” tanya Ganang menunjuk kaus kaki Bisma. “Wow, ada bulunya anjer!”

Chiko tertawa geli mendengarnya. “Kayanya gue yakin itu kaus kaki gak pernah dicuci selama lo sekolah di sini Bang,” ucap Chiko.

“YEH ENAK AJA LO SEMUA! Ini kaus kaki keramat! Kalau gak karena bau kaus kaki ini! Bu Rai gak bakalan keluar kelas! Tau lo pada?!” ucap Bisma.

“Tanya aja Frengky kalau gak percaya. Ini kaus kaki mahal. Belinya di Belanda,” kata Bisma membuat Frengky tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Bisma, teringat suatu kejadian.

“Bu Rai hampir pingsan gara-gara tuh bau kaus kaki Bisma. Emang murid keparat! Guru mau ngadain ulangan malah gak jadi karena tuh bau kau kaki!” ucap Frengky membuat kelima cowok itu tertawa-tawa sambil duduk di bawah pohon rindang—dekat mushola dan motor-motor sekolah diparkirkan.

“Gue yakin dari selama lo MOS tuh kaus kaki gak pernah lo cuci ye? Lo udah kelas tiga Bang! Masa kaus kaki lo dekil begitu udah kaya kecebur di got aja!” ucap Ganang. “Bau banget anjer! Jauh-jauh sana lo!” Ganang menutup hidupnya. Menjauh membawa septunya duduk di depan pintu mushola.

“Ya Allah baru juga baim sholat udah dapet cobaan!” Bisma mengeluh dramatis lalu duduk menjauh. “Maklumin lah! Di rumah gue gak ada pembantu! Gue kan nyuci sendiri gak pake mesin cuci kaya lo semua!”

“Yaaaaa sotoy banget nih! Gini-gini gue sering nyuciin baju-baju adek gue yang umurnya masih lima tahun! Pake tangan! Sekalian olahraga. Lo sih males. Taunya makan doang, Bang,” kata Ergo.

“Udah sana lo, Ko. Ditungguin tuh sama Bu Rai sama Pak Broto pasti,” ucap Frengky. Cowok itu telah selesai mengikat tali sepatunya. “Ntar lo malah kena hukum kalau lo gak ke ruang guru lagi, Ko! Udah sana! Balik dengan kabar baik-baik ye masih lama nih lo sekolah di sini, Ko. Jadi kudu hati-hati melangkah.”

“Semangat Ko! Kalau udah sama Moza gue semangatin lo! Bila perlu gue kipasin juga sekalian. Nih-nih sini! Mana yang mau dikipasin?” tanya Ganang membuat Chiko berdiri.

MOZACHIKOWhere stories live. Discover now