Integrum 1.1

1.8K 227 24
                                    

Aku memilih cafe Jeno setelah bermain di taman kota dan berburu kuliner bersama Renjun. Cuma tempat ini yang memiliki suasana cozy untuk bersantai.

Anyway, Nathalie kerja di cafe Jeno, sebagai kasir. Padahal bokapnya juga tajir melintir. Saat kutanya kenapa, jawabnya, "Karena gue suka sama Jeno."

To the point banget. Sip.

Nat udah nggak selicik dulu buat dapetin hati Jeno. Dia main secara adil. Tiba-tiba aja Nat kalo bertemu denganku selalu menyapa, berakhir dengan akrab sebagai teman.

Pendewasaan diri. Mungkin akibat insiden dia dan Jeno yang hampir berciuman di perpustakaan?

"Han, lo nongkrong doang berdua sama pacar tapi ga order makanan? Udah hampir lewat jam makan siang, lo ga kasian sama perut Renjun?" teriak Nat dari meja kasir.

Bacotnya gede banget nauzubillah. Aku melirik tajam ke arahnya. Padahal ini sudah sore. Cafe sangat lenggang.

"Nat, diem. Lo panggil aja Jeno kalo gabut."

Gantian Nat yang melirik ke arahku. Nggak terima nama Jeno kusebutkan begitu lantang. Salah siapa memulai duluan?

"Tapi beneran deh Han, order makanan kek. Pelanggan yang betah dari pagi cuma dua," katanya seolah menyindirku.

Dia benar, dan kini hanya terdapat kami bertiga. Jeno naik ke kantornya tadi setelah Sunwoo pergi.

"Renjun, mau makan apa?" nada bicaraku berbeda seratus persen ketika berbicara dengan Renjun.

Dia menggeleng, "Samakan aja."

Aku meraih tangan Renjun, lalu menggelendot manja di bahu kirinya.

"BuCHeN sialan," sungut Nathalie.

Sengajaaa, biar yang jomblo iri dan lebih terpacu untuk mendapatkan hati Jeno yang begitu sulit diraih.

Aku tertawa kecil, sedangkan Renjun tersenyum. Dimplenya tercetak, menjadikan dirinya tampak lebih manis seratus kali lipat.

Setidaknya begitu, bagiku.

Lagian dia nggak ngaca. Bela-belain kerja di cafe Jeno biar deket sama empunya. Dih.

"Yaudah, pesen 2 paket makan siang, Nat. Samain."

Aduh, pantatku rasanya kebas karena duduk terlalu lama. Sempat kulirik Renjun, dia memainkan kukunya. Grogi? Mungkin.

"Renjun, mau ke kamar kecil?" tanyaku.

"Nggak kok. Oh iya, disini sepi, ya?"

Dia semakin cepat memainkan kukunya, seolah takut terjadi sesuatu. Tenang, Jun, aku nggak akan pergi.

"Heem. Cuma kita berdua. Tuh, yang ketiga setan, alias Nathalie."

Hening beberapa detik, aku dan Nat beradu pandang sebelum toa meledak-

"Gue lagi diem padahal, asu."

Wkwkwkwk. Tuh, kan. Dia dari jaman kelas sepuluh suka Jeno, sempat pelarian ke Hwang Hyunjin tapi gagal.

Ketahuan duluan kalo Nat lari ke Hyunjin. Buodoh dan tidak pandai bermain drama nih bocah satu.

Akhirnya, aku makan berdua dengan Renjun, dan Nat masih sebagai setannya. Dia ganggu mulu deh, heran. Apa ya mulutnya nggak capek ngomong mulu.

Hingga saatnya ada gerombolan thirsty ughtea masuk cafe. Mereka jelalatan seolah mencari seseorang.

Salah satunya nyeletuk, "Tapi emang bener, bosnya sini katanya nggak kalah ganteng sama yang dulu woy."

Oh, nyari Jeno.

"Cuk, laki lo tuh dicariin cabe-cabean," ceplosku.

Sontak, Renjun menahan mulutku. Ih Jun, gatel pengen ngatain tapi kok nggak kamu bolehin.

"Ssst, Jihan nggak boleh gitu. Bar-bar sejak dini, tapi ditinggal aku setahun langsung melankolis."

Renjun suka buka kartu ah, males.

"Heh guys, masnya yang sama boncel tuh ganteng juga," celetuk salah satu yang lain.

Masnya? Maksud mereka, Renjun? Wait, what-

BONCEL NDASMU SEMPAL. AKU TUH TINGGI YA, TINGGI HATI.

Aku nyaris berdiri buat ngajak ribut mereka. Mau nutupin wajah Renjun biar nggak jadi santapan mereka, udah telat. Tapi lagi-lagi Renjun berhasil menahanku.

"Udah, sayang, biarin. Aku mau cuci tangan dulu, ya? Wastafelnya dimana?"

Pengalihan topik yang sukses, Tuan Muda. Aku berhasil blushing. Alhamdulillah nggak ketahuan.

Aku meraih tangan kanan Renjun dan memberikan tongkatnya. "Yuk, kuantar, aku juga mau cuci tangan."

Lagi-lagi, siulan Nat kembali terdengar. "Bucin bucin trulala."

Dih?

Aku mengaitkan tangan kiri Renjun pada tangan kananku, mengabaikan demit satu itu. Sambil jalan, aku menjulurkan lidah ke arah Nathalie, pertanda aku menang.

"Yah, ganteng tapi buta," celetuk salah satu thirsty ughtea.

Kalo kumaki, nanti Renjun dengar, aku dimarahi. Jadi, kuacungkan saja dua jari tengah ke arah mereka.

Dan tanpa kusadari, Jeno ngakak di ruangannya saat melihatku dari rekaman cctv. Bos laknat.

/KELAR CUY YA ALLAH NANGIS 😭

Anyone need some extra part?

See you on next project, YOGYAKARTA VOL 2.0 LEE JENO

Muah/

[✔] YOGYAKARTA 1.0 - Huang RenjunWhere stories live. Discover now