4. Huang Renjun

5.2K 978 106
                                    

Saat pertama tau nama lengkapnya (tentu saja dari Haechan), yang terlintas di benakku adalah China.

Benar saja, Huang Renjun memang China dan tampan.

INI KENAPA, SIH, TEMAN HAECHAN TAMPAN SEMUA, HEY!

Tahu tidak, Huang Renjun yang mana?

Yaps,

Yang tampan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang tampan.

Aku segera berlari ke parkiran tanpa memperdulikan Nana yang memanggilku frustrasi. Persetan, mungkin Renjun memanggilku karena terkait urusan kelas. Dia kan ketua kelasku juga.

"Hey," sapaku pada seonggok daging yang duduk di atas motor matic (entah milik siapa) membelakangiku.

Dia menoleh. Dan aku mengatur napasku sejenak.

"Jihan Rosalin, ya?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk karena napasku belum stabil.

Renjun bilang lagi, "Mulai sekarang, lo lebih baik nyapa gue duluan. Jangan nunggu gue yang nyapa, ok? Gue akan inget selalu suara lo."

Apa-apaan, sih? Makanya, dia kalau papasan dengan orang, selalu aja ada yang nyapa. Kukira dia seterkenal itu, ternyata dia seenaknya.

Dia juga menyebalkan.

Wah, 'Cogan Pemimpi' isinya cowok tampan menyebalkan semua, ya? Tak habis pikir.

Kuiyakan saja tadi omongan Renjun, lalu aku mengulurkan tanganku bermaksud mengajaknya berkenalan. Dia menyambut uluran tanganku.

"Jihan Rosalin."

"Huang Renjun," dia senyum. "Suara lo manis," katanya.

Aku ikut senyum.

Dia juga manis, senyumnya. Nggak bohong, aku nyaris aja suka padanya sebagai perasaan dari cewek ke cowok. Renjun tampak semenyenangkan itu jika sudah tersenyum.


Masalahnya, dia jarang senyum. Sering, sih, kalau papasan sama orang dan ada yang nyapa dia. Tapi, yang tulus mungkin baru kali ini.

"Gue nggak bisa ingat wajah orang," katanya tiba-tiba.

Aku kaget, maksudnya—

"Prosopagnosia."

Itu sebabnya dia menyuruhku berbicara duluan padanya? Karena dia mengingat orang dari suara, bukan dari wajahnya?

"Maaf, gue–"

"Nggak apa, gue ngerti kalo lo mikir yang namanya Huang Renjun itu seenaknya, karena gue emang gitu."

Aku terdiam. Nggak menyangka.

"Berapa orang–"

"Empat. Nana, Echan, Jeno, dan lo."

Dia memang seenaknya, ya? Memutus omongan orang lain sebelum sempat diselesaikan. Ya sudah, aku diam saja.

Tiba-tiba, Renjun menarik tanganku. Ia merogoh sakunya, lalu menyematkan gelang tali warna merah di pergelangan tanganku.

"Ap–"

"Terima aja. Pake, karena gue pengen inget sama wajah lo."

Oh, ciri khas.

"Ini gelang satu-satunya yang gue desain sendiri dan dibuat oleh pengrajin wanita di sekitaran Nol Kilometer Jogja."

Nggak bohong, gantungannya bagus sekali. Huang Renjun memang pintar dalam segala hal.

Dia menggenggam tanganku selepas memakaikan gelang. Jantungku berdebar.

"Han?"

"Iya?"

"Manusia nggak ada yang sempura, seperti halnya gue. Gue punya trauma dan sekarang prosopagnosia. Gue harap, lo jadi jalan bagi kesembuhan gue, Jihan Rosalin," ujarnya.

Jantungku semakin tidak karuan.

[✔] YOGYAKARTA 1.0 - Huang RenjunWhere stories live. Discover now