29. Why?

1K 226 2
                                    

"Aku mau kita udahan, maaf."

Jihan mengulang perkataannya. Aku nggak salah denger kan. Katakanlah, aku lagi tidur. Bangunin, ayo.

Plis, ini belum ada seminggu. Tapi kenapa? Aku bahkan nggak merasa berbuat salah.

"Kamu nggak enak sama Nako?" tanyaku.

Dia menggeleng.

"Kamu cemburuan, aku males," katanya.

Hey, apa yang salah sih? Dia kemarin bilang nggak masalah sama yang namanya cemburu? Katanya manusiawi?

Jujur saja, memang beginilah aku. Cemburuan. Karena tidak suka jika perempuan milikku menjadi milik bersama.

Ya, aku egois.

Udahlah, kalo itu keputusan Jihan, aku bisa apa....

Sama sekali nggak ada hak untuk melarang.

Pepatah, "Jadian diresmikan dua orang, dan putus juga disetujui dua orang pula," nggak berlaku.

"Oke kalo itu mau kamu, gue tunggu."

Bodoh, kenapa pake 'gue' lagi.

Jihan ngangguk sebelum akhirnya berdiri. Aku mengikutinya. Tebak, apa yang selanjutnya dia lakukan?

Mengulurkan tangan.

Tolong, jangan sekarang-

"Renjun, makasih. Semoga setelah ini nggak ada yang sakit lagi," katanya.

Aku bergeming, dia juga diam. Setelahnya, dia menarik kembali tangannya karena tidak kusambut.

Iya salah kamu sendiri.

Dia sempat memaksakan senyum sebelum benar-benar berbalik. Hei-

"Masih ada yang sakit," kataku, menahan langkahnya. "Gue. Gue yang masih sakit setelah ini."

Jihan berdiri diam membelakangiku, menunggu kata-kata yang selanjutnya kuucapkan.

Aku nggak akan menambahkan, sudah cukup. Jadi, aku berjalan menduluinya.

Ah, sepertinya Haechan menguping, ya?

-

"Udah Han, gapapa," kata Haechan, berusaha menenangkan seorang gadis yang entah melukai atau dilukai.

Jihan hanya diam. Tatapannya kosong ke depan.

"Ke minimarket kuy? Ramen?" Haechan masih mengajaknya bicara, takut-takut kerasukan jin.

Perempuan itu merespon, dia menggeleng. Syukurlah, setidaknya aku masih bisa bernapas lega.

"Chan," Jihan angkat bicara. "Gue sayang sama Renjun."

Sekarang Haechan yang diam, Jihan nunduk. Oh ya, buat apa aku masih menguping?

Aku juga sayang kamu, Jihan. Tapi kamu bodoh karena mengakhiri kisah yang bahkan belum sempat dimulai.

Saat aku bergegas angkat kaki, aku urung karena kalimat Jihan,

"Gue sayang banget sama Renjun, tapi Nako juga berharga."

Dan gadis itu menangis lagi,

namun di pelukan Haechan.

[✔] YOGYAKARTA 1.0 - Huang RenjunWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu