35. At Same Time

1.1K 215 24
                                    

Sampe di rumah, aku langsung masuk kamar. Nangis sampe pusing. Nggak tau nangis karena apa. Seneng karena Samuel ternyata nemenin? Atau karena kangen sama Renjun?

Entahlah, mungkin dua-duanya.

Jeno, Nana, Haechan, Minju, Chaewon. Mereka membanjiri ucapan selamat ulang tahun, tapi spam banget sialan. Tetep aja, makasih.

Nako kemana ya....

Ah, Renjun juga ngucapin sih, lewat Haechan tapi. Bumi dan Bulan lewat perantara Matahari, katanya.

Mana bisa sih....

Oh astaga, baru paham!

Jadi, Bulan membutuhkan pantulan Matahari untuk menyinari Bumi, begitu. Hm, Renjun mengajakku berteori. Nambah beban pikiran aja sih.

Ah, pusing banget nggak bisa bangun.

Tok tok

Samuel, ya? Suaraku habis ih, aku juga nggak bisa bangun gimana dong? Pura-pura cosplay jadi mayat lagi aja deh ah.

Kriet

Eh, dia masuk. Aduh kepalaku. Siapa yang nyuruh nangis lama-lama, sih?! Jadi pusing kan aku, nggak bisa bangun beneran.

Bener, Samuel. Wanginya familiar, khas bayi yang baru tumbuh. Suka.

Dia duduk di sisi ranjangku, persis saat merawat kakaknya yang sedang demam akibat jalan sama Renjun malem-malem. Samuel mengelus tanganku, lalu menaikkan selimut sampai menutupi dada.

Aku menggeliat, menyamankan diri. Iya, cosplay mayat beneran tapi masih napas anjir maunya apa.

Alias merem-merem nguping.

"Mbak, astaga. Pucet banget, sih? Ulang tahun malah sakit."

Hadu, ya gimana ya...

Dia menyentuh keningku dengan tangannya, lalu dia tiba-tiba beranjak, tanpa kata.

Tak lama, dia kembali membawa sebaskom air hangat dan handuk kecil. Ah, bayiku.

"Kenapa lo tadi makan dua eskrim sendirian, sih? Harusnya tadi gue ambil satu kan, ya," gumamnya.

"Hng," sialan aku baru sadar kalo aku demam.

"Tidur aja Mbak, tidur. Gue kompresin sampe demam lo turun."

Samuel merawatku dengan telaten, seperti biasanya. Ah, terharu. Mau melek nggak jadi karena disuruh tidur.

Hft.

"Mbak, maaf karena kemarin gue marah sama lo, ya? Maaf, karena durhaka. Jangan sakit gue mohon."

?!

Gawat, mataku mulai berkeringat. Dia bolak-balik mengompres dan memeriksa suhu tubuhku. Idaman, kan? Tentu saja, adikku.

"Semoga besok pagi, kita kembali seperti semula. Selamat ulang tahun, kakak perempuanku yang paling cantik sedunia," katanya, lalu mengambil kompres dari dahiku untuk diganti.

Tolong, aku pengen nangis lagi sekarang.

Aku berbalik, membelakanginya. Tentu saja aku nggak mau ketahuan mewek lagi. Bisa gagal cosplay mayatku.

"Cepet sembuh."

Aku mengerjap. Melihat pantulan Samuel yang beranjak dari kaca jendela. Dia sempat tertunduk, merasa bersalah. Ah, aku tidak tega sebenarnya.

"Samuel," panggilku akhirnya. "Makasih. Makasih karena udah kembali."

Dia yang mau membuka pintu kamarku, urung. Anak itu mulai berbalik, menatapku dengan mata yang berkaca-kaca.

Pusing, tapi aku harus bangun.

"Sini peluk ututu adikku," aku duduk di ranjang, lalu merentangkan tangan.

Si kecil menghambur ke arahku. Dan akhirnya, ia mulai menangis.

--

Malam itu kuhabiskan untuk berbagi cerita dengan Samuel setelah sekian lama. Bersenda gurau layaknya kakak-adik, bahkan saling melempar ejekan seperti semula.

Pagi ini, aku bangun dengan energi yang terisi penuh. Untuk apa? Menunggu Renjun kembali.

Sudah jam sebelas siang, aku menatap ponselku, mengharap notifikasi dari Renjun. Tentu saja, siapa lagi?

"Galau mulu nunggu pangerannya balik ni," sindir Samuel keras-keras.

Bebal udah, bebal. Percayalah.

Belum sempat membalas sindiran Samuel, Haechan menerobos masuk, diikuti Jeno dan Nana di belakangnya. Ealah, dimana sopannya sih ni anak?

"Han," dia mengatur napas. "Pesawatnya Renjun jatuh."

H, hah?

/ending di chapter 40 ya gais/

[✔] YOGYAKARTA 1.0 - Huang RenjunTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon