Chapter 11 : Pangeran Malam

2.2K 162 11
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak!
Vote maupun komentar kalian sangatlah berharga 😊

"Kegelapan itu indah. Mengapa? Karena di kegelapan kau bisa bersembunyi tanpa takut akan apa yang terjadi di hari esok."

- Unknown -

💎 💎 💎

Aaric's Point Of View.

Aku ingin marah kepada diriku sendiri. Ingin berkata pada dunia bahwa aku malu pada diriku sendiri.

Gadis itu benar-benar merubah pandanganku. Membuat sifat hangat yang selalu aku hina keluar dengan sendirinya. Padahal awalnya aku ingin melaksanakan tujuanku. Mengancamnya, membulinya, dan sebagainya. Tetapi kenyataannya? Haha, aku benar-benar bodoh.

Aku merasakan tatapan genit dari berbagai wanita saat aku lewat dengan santainya. Aku tak mau membuat mereka berharap lebih banyak dengan menampilkan senyumanku. Senyumanku bukan sesuatu yang murah, kau tahu?

"Aaric!"

Aku rasakan sebuah suara memanggilku namun aku abaikan. Sejak awal perjalanan dari El Academy, aku sama sekali tidak menyukainya. Sifatnya, semua hal mengenainya, caranya tersenyum, semuanya palsu.

Aku masih tetap berjalan walaupun wanita di belakangku berusaha untuk mengejarku dari jarak yang sedikit jauh dariku. Hingga pada saat di sebuah taman, aku berhenti. Aku membalikkan tubuhku ke arahnya dan menatapnya dengan pandangan malas.

"A..Aaric."

Gadis itu berjalan mendekat kepadaku dengan jarak yang kian detik kian tipis. Namun aku hanya diam di tempatku menantikan apa yang dilakukan ular di hadapanku ini.

Aku tak menjawab ucapannya. Tanganku masih aku masukkan ke dalam hoodie hitamku dengan permen karet yang kukunyah dengan santainya.

"Aku.."

Gadis itu melangkah hingga berada tepat satu langkah di hadapanku. Seperti dugaanku, dia tiba-tiba terjatuh pingsan membuatku mau tak mau menahan lengannya agar tidak jatuh.

"Pergilah." Ucapan dinginku tak mampu membuatnya mundur. Dia malah menatap mataku seolah-olah mendambakan diriku sendiri.

"Aku merindukanmu," ucapnya diikuti tangan yang memeluk punggungku dan menyenderkan wajahnya di dada bidangku.

Aku jijik dengannya. Langsung saja aku menepis dan mendorongnya lalu berjalan pergi meninggalkan dia sendiri.

Namun ucapannya membuat langkahku terhenti tiba-tiba.

"Oilien Feyna Aksana!" teriaknya dengan nada marah. Aku tak berbalik. Kubiarkan ular itu meneruskan ucapannya.

"Akan kubuat dia menderita!"

Bukankah itu memang tujuan awalku? Namun entah mengapa sesuatu dalam diriku menolak logikaku kali ini. Sejak kapan seorang Aaric peduli akan orang lain? Bahkan dahulu aku senang sekali memenggal kepala makhluk hidup yang berbuat salah terhadapku.

"Coba saja kalau bisa," ucapku dengan nada datar sekali. Nadaku seperti ini, bukan berarti aku tidak peduli. Aku cemas, sedikit. Namun aku tidak mau menampakkan kekhawatiranku di depan ular berbisa itu.

"Aku harap kau tidak menyesalinya!" ucapnya dengan amarah dan berbalik pergi meninggalkanku sendiri.

Aku berjalan-jalan lagi hingga mencapai lorong untuk pergi ke perpustakaan. Aku menyernyitkan dahiku saat melihat siapa di sana yang berlari begitu kencang dengan seorang lelaki tak asing.

El Academy [Proses Revisi]Where stories live. Discover now