Chapter 17 : The Meaning

1.7K 148 3
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak!
Vote maupun komentar kalian sangatlah berharga 😊

"Apa arti dari kebahagiaan itu? Apa arti dari kesedihan dan kekecewaan? Dan apa arti dari kemarahan dan kesengsaraan? Hm, tanpa mereka semua, kau tidak akan hidup sempurna."

- Unknown -

🎈 🎈 🎈

Oilien Feyna Aksana POV

Malam ini aku memaksa untuk tetap terjaga walaupun aku telah melihat kasur yang terlihat sangat menggoda. Wajah Eve yang sudah lelap saja membuatku juga ingin merasakan tidur lagi. Namun, aku tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini. Kesempatan yang mungkin saja tidak pernah kembali lagi kepadaku untuk waktu yang lama atau bahkan selamanya.

Huh, sudah belasan kali aku menguap di jam ini. Tentu saja dengan mata yang berair dan hendak meneteskan sesuatu dari sana. Jujur saja, aku memang jarang begadang bahkan tidak pernah. Kalau memang bukan sesuatu yang penting, aku tidak akan begadang seperti ini.

Jam masih di angka sebelas tiga puluh. Aku sudah menunggu di gedung olahraga sekarang. Kuncinya? Hm, sepertinya Leon memang sengaja membuat gedung olahraga tidak terkunci jadi aku bisa masuk tanpa ketahuan.

Aku duduk bersandar di dinding gedung olahraga sembari memeluk lututku dan membenamkan wajahku di sana. Mengapa waktu berjalan sangat lambat? Dan kenapa Leon benar-benar harus tepat waktu?

Hingga aku merasakan pintu yang tadi tertutup mulai terbuka. Aku mengadahkan wajahku dan membuka mataku. Di sana aku melihat seseorang bertudung-yang kuyakini adalah seorang pria karena postur tubuhnya- datang di kegelapan.

Aku belun berdiri. Aku menatap pria itu dengan pandangan datar. Mataku masih mengantuk, tidak bisa melihat dengan jelas wajah dari pria itu.

"Leon?"

Lelaki itu berhenti. Dia tepat berada di tengah-tengah gedung olahraga. Lelaki itu tidak mengatakan apapun. Dia hanya diam menatapku dengan wajah yang tak mampu kulihat.

Sedetik selanjutnya, aku berdiri dan berjalan ke arahnya. Aku berusaha melihat wajah dari pria itu. Aku hanya takut kalau itu bukan Leon dan hanya menjebakku saja. Tetapi, kalau dia bukan Leon, mengapa wangi suratnya bisa sama?

"Apa ini benar-benar kau?" Aku sudah sampai di hadapannya. Dia masih menatapku tanpa mau membuka tudungnya. Di sini, aku samar melihat bibirnya. Begitu familier di indera penglihatanku.

Saat aku hendak membuka tudungnya, dia mencekal tanganku membuat tanganku dan tangannya menggantung di udara. Aku melihat kepalanya menggeleng dan aku meneguk ludahku gugup.

"Kenapa?" Aku bertanya. Lagi-lagi dia belum bersuara.

Leon mengambil sesuatu dari kantung jaketnya. Dia menyerahkannya kepadaku.

"Apa ini?" Aku menerimanya dan melihat sebuah benda yang familier. "Sebuah surat?"

Leon masih diam. Aku benar-benar bingung mengapa dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Padahal jika dia tidak seperti ini, mungkin aku--

Aku merasakan seseorang memelukku dari belakang. Dia melingkarkan tangannya di perutku dan memelukku dengan hangat. Mataku berair sekarang, aku ingin menangis. Aku benar-benar merindukan Leon!

Aku merasakan dia berkata kepadaku tepat di telingaku. Dia mengatakan dengan samar sekali membuatku tidak bisa mendeteksi suaranya.

"Bacalah."

Aku membaca surat itu di kegelapan. Sedikit sulit, tapi aku masih mampu membacanya.

Anakku, Oilien Feyna Aksana.

El Academy [Proses Revisi]Where stories live. Discover now