PROLOG

7.8K 413 7
                                    

Hembusan angin yang cukup kencang tak menggentarkan seorang pemuda yang berdiri tegap dipinggir sisi atap gedung tertinggi di daerah Insa-dong.

Pemuda itu bergeming, seolah tak takut dengan ketinggian gedung berlantai 15 itu. Matanya menatap lurus dan datar, menembus kosongnya udara. Surai rambut coklat keemasannya sudah diacak tak beraturan oleh angin malam.

“Haruskah kuselesaikan sekarang?”

Bisikan itu seolah terbawa angin. Tak mungkin kerumunan orang dibawah sana mampu mendengarnya, toh pemuda itu tak mengharap jawaban.

Setetes air mata mengalir indah di kedua pipi chubbynya. Raut datar itu mulai berubah sangat sendu. Seolah tak bisa menahannya lagi, pemuda itu terisak hebat. Bahunya bergetar, wajahnya sudah basah oleh air mata, dan isakan putus asa mengalun begitu menyakitkan.

“Ayo lakukan, Jimin-ah. Semua berakhir.”

Setelah beberapa menit, pemuda bernama Jimin itu mulai tenang dan kembali berbisik pada dirinya sendiri. Dia menghapus jejak air mata dengan kasar lalu menghembuskan napasnya.

Tak ada keraguan lagi yang dirasakannya. Tekadnya sudah bulat.
Tekad untuk mengakhiri semuanya.
Mengakhiri hidupnya.

.

“Kalau kau ingin bunuh diri, bisakah lakukan ditempat lain?”

Jimin tersentak saat suara berat itu memasuki pendengarannya. Selangkah lagi, hanya tinggal selangkah lagi tubuhnya akan meluncur kebawah. Jimin sudah siap, sangat siap untuk menghantam aspal keras dibawah sana.

Tapi kenapa? Kenapa suara berat itu seolah menjadi lampu merah baginya?
Jimin menoleh dan mendapati seorang pemuda—mungkin seusia dengannya—tengah bersandar santai pada daun pintu. Tangannya bersidekap di depan dada, dan matanya menatap tajam pada Jimin.

“Kau bisa bunuh diri di gedung itu atau di jalan ramai di depan sana,” ucap pemuda itu lagi, “Tapi tolong jangan di gedung ayahku!”

“Siapa kau?” tanya Jimin tidak suka.

Pemuda itu mendengus, “Aku? Apa aku harus mengenalkan diri pada orang yang mau bunuh diri?”

Jimin berdecak kesal. Pemuda itu sudah menghentikan aksinya sementara dan sekarang membuatnya jengkel. Mulutnya tak bisa berhenti mengejek Jimin habis-habisan.

“Pergi!” titah pemuda itu lagi.

“Kau tidak berhak memerintahku!” Jimin berteriak kesal.

“Sudah kuduga. Selain bodoh, kau itu bebal. Orang yang tidak mau berusaha, tidak berpikir panjang, lemah.”

“Cih, kau tidak tahu apapun tentangku!”

“Tentu aku tahu, kau itu bodoh.”

Jimin mengerang. Dia tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kakinya melangkah turun dari sisi atap.

Dengan langkah panjang, dia hampiri pemuda itu. Langsung saja, dia layangkan tinjunya pada sang lawan. Tentu saja pemuda itu tersungkur dengan sudut bibir yang robek, hasil tinjuan Jimin.

“Orang sombong sepertimu tak akan mengerti beban orang lain. Berhenti menilaiku seenakmu.”

Jimin mundur dan berkata tegas di sela napas terengahnya. Pemuda itu terkekeh pelan sembari bangkit berdiri.

“Sombong?” pemuda itu tertawa, “Terserah saja.”

Beberapa saat keduanya terdiam, saling melemparkan tatapan tajam. Setelahnya pemuda itu berbalik dan melangkah menuju pintu.

“Aku peringatkan padamu. Terserah kau mau bunuh diri atau apapun tapi jangan di sini. Aku tak mau ayahku susah gara-gara ada orang melompat bunuh diri di perusahaannya.”

Jimin terdiam mencerna ucapan itu. Perusahaan ayahnya?
Ah… jadi pemuda itu anak pemilik perusahaan ini? Jimin tidak kenal siapa pemilik perusahaan itu dan tidak peduli sebenarnya. Dia hanya masuk ke gedung itu karena menilai gedung itu adalah gedung tertinggi di daerah ini.

Pemuda itu berbalik dan menatap Jimin lagi dengan senyuman sinis, “Kim Taehyung, namaku. Sampaikan salamku pada malaikat kalau kau jadi bunuh diri, bilang padanya jangan terus membuatku repot.”

Jimin menatap daun pintu berwarna biru yang ditutup dengan keras. Dia berdecih setelah mencerna salam perkenalan dari pemuda bernama Taehyung itu.

Takdir memang selalu mempermainkan hidup seorang Park Jimin. Ini sudah ketiga kalinya Jimin batal melakukan aksi bunuh dirinya. Takdir masih sama, seolah tak mengijinkan Jimin untuk mengakhiri beban beratnya.

Setelah nenek tua menghentikan Jimin dari aksi gantung diri, seekor kucing yang menghentikan Jimin meminum racun, sekarang… pemuda sombong bernama Kim Taehyung.
Jimin menghela napas. Wajahnya menengadah, memperhatikan bulatnya bulan purnama di atas sana.

Apa yang harus dilakukannya?

Haruskah dia mencoba bertahan lagi?

.

.

-TBC-

Halooo...
Coba buat publish ff. Tak berharap banyak, cuma pengen belajar nulis aja heheh
Reader yang mulai keabisan cerita dan pengen belajar making stories 😅
Salam kenal semua~
Btw, makasih buat yg udah baca 🤗 /itupun kalo ada yang baca/
See ya next chap~

Bittersweet TreasuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang