Bab 3

4.1K 463 6
                                    

Padma menyantap makan malamnya dengan malas-malasan. Ada yang mengganggu pikirannya, perkataan Sina tadi siang tentang dua puteri nenek Yatri yang terusir dari hutan. Apakah kalau ia bertanya pada Layon, perempuan pendek ini akan menjawabnya?

"Hmm... hmm aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanyanya hati-hati. Entah kenapa perasaannya mengatakan kalau jawaban dari pertanyaan yang ia ajukan akan sulit untuk di cari. Kemuning tak pernah mendengar neneknya punya anak perempuan.

"Tanya apa nona?"

"Apa nenekku pernah punya dua anak perempuan?"

"Iya, bukankah satu adalah ibu anda dan satunya bibi anda?" Kemuning mangerutkan dahi. Bukankah kata nenek dia adalah cucu perempuan dari anak lelakinya yang bernama Darsa.

"Ibuku?? Kata nenek aku cucu dari anak lelakinya, Darsa." Layon yang semula menyendok makanan tiba-tiba berhenti. Darsa? Darsa sudah mati semenjak umur 10 tahun. Bagaimana bisa Darsa punya anak? Apakah selama ini nyonya Yatri tak bercerita siapa ibu Kemuning.

"Maaf, aku salah bicara nona!!" Layon mengerti kalau nyonya Yatri tak akan pernah menceritakan ibu kandung Kemuning yang meninggalkan bayinya karena ingin memperdalam ilmu sesat atau bibi nonanya yang meninggalkan hutan karena ingin mengejar kesenangan duniawi. Tapi kenapa nyonya Yatri bercerita kalau nonanya anak Darsa.

"Apa yang kau sembunyikan? Kenapa kau tidak melanjutkan ceritamu?" Layon gamang, kalau ia membuka mulut pastilah nonanya yang punya rasa ke ingin tahuan tinggi itu akan tahu asal usulnya yang tentu nyonya Yatri telah simpan rapat-rapat. Mencari aman Layon memilih membereskan piring dan mencucinya di belakang. Menghiraukan panggilan nonanya yang menyebut namanya berkali-kali.

🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨🐨

"Dor... dor... dor..." Suara tembakan tepat menggema di belakangnya. Musuhnya tak berhenti mengejar malah kini mereka semakin bisa mempercepat laju mobil . Elang sudah pasrah jika ia menemui ajal sekarang. Tiga luka tembakan yang musuhnya beri bukan main-main. Satu di lengan kiri, dua bersarang di dada dan ketiga dekat tulang iga. Sial, ini hari ternaasnya. Membuat kesepakatan bisnis di luar kota dengan anak buah minim tentunya riskan bahaya. Harusnya ia mendengar nasehat Derrick supaya tak percaya pada mafia Jepang.

Darahnya sudah mengucur banyak. Kesadarannya mulai hilang tapi ia masih bisa mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Persetan dengan keselamatannya, Elang sudah siap jika malaikat maut menjabut nyawanya tapi
Tiba-tiba saja mobilnya oleng sehingga terperosok ke jurang, berguling-guling turun dan melempar tubuh Elang ke luar . Ia merasakan tubuhnya remuk tapi Elang beruntung masih bisa selamat. Semak-semak belukar yang rimbun melindungi tubuhnya dari patah tulang.

Elang bangun bangun dari tidur dengan nafas terengah-engah. Mimpi buruk itu lagi? Tak terasa punggungnya sudah basah akan keringat. Elang melihat jam dinding usang yang terpampang jelas ketika ia mendongak, baru jam 11. Kalau ini di kota pastilah masih ramai tapi disini jam 7 malam saja orang-orang sudah masuk ke rumah untuk beristirahat.

Elang dengan perlahan-lahan berjalan meninggalkan rumah nenek Yatri. Rumah itu begitu kecil dan tua, kalau ia sudah kembali ke kota. Elang akan memberi uang untuk perempuan tua itu agar bisa memperbaiki rumah. Tak sengaja matanya menangkap cahaya terang di dalam hutan. Cahaya itu menarik perhatiannya, cahaya putih kebiruan begitu indah bersanding dengan pekatnya malam.

Dengan langkah yang yakin, Elang mendekati. Nampaklah beratus Kunang-kunang berterbangan, mengelilingi sebuah objek tapi tunggu itu bukan objek biasa tapi seorang gadis. Gadis yang dilihatnya tadi siang di rumah sang wanita tua.

Gadis itu begitu cantik, cemerlang dan berhiaskan cahaya kunang-kunang malam. Sekumpulan kunang-kunang mengelilinginya. Kalau tidak salah gadis itu bernama Padma Kemuning, dengan ujung jarinya yang lentik ia menyentuh sebuah kunang-kunang lalu membiarkannya terbang. Elang melihat senyum Kemuning mengembang, entah mengapa senyum itu menghangatkan sanubarinya.

Karena merasa di awasi, Kemuning menoleh. " Kau!!?" Tunjuk Kemuning dengan jari. "Sedang apa kau disini? Bagaimana kau bisa kemari?"

"Aku mengikuti cahaya kunang-kunang dan mereka ternyata mengarah kemari." Kemuning langsung berbalik pergi tapi Elang melihatnya semakin aneh. Karena para kunang-kunang mengikuti kemana Kemuning berjalan seperti penerang penunjuk jalan.

"Apakah kamu manusia?"

"Hah? Pertanyaan apa itu? Memang kau anggap apa aku?" Kemuning marah jelas marah, Apa laki-laki itu kira Kemuning hantu.

" Aku melihat kamu seperti bidadari atau peri?"

"Kau merayuku?"

"Bukan, aku hanya jujur. Pertama kau menolongku sehingga luka tembak di dadaku menghilang tanpa bekas." Dahi Kemuning berkerut, pantas dia pingsan karena terlalu menghabiskan tenaga. "Kedua aku melihatmu menyentuh kunang-kunang itu seperti memerintah mereka dan saat kau pergi, mereka mengikutimu. Tentu kau bukan manusia, kau terlalu cantik untuk jadi manusia."

"Jujur? Orang-orang mengataiku penyihir. Kau malah menyebutku bidadari. Bukankah itu hanya sebuah tipuan?"

"Kau lebih suka di sebut penyihir."

"Apa kau pantas menyebut penolongmu penyihir?" Elang terkekeh mendengar jawaban Kemuning. Ia jadi berpikir, berapa usia gadis ini. Gampang sekali tersulut emosi. Melihat Kemuning menghentak-hentakkan kaki ke tanah rasanya imut sekali.

"Hey, kamu mau kemana?" Elang mengejar Kemuning hingga masuk ke dalam hutan terlalu jauh. "Jangan marah!! Ada yang ingin aku tanyakan?" Akhirnya dengan bersusah payah, Elang berhasil meraih lengan Kemuning.

"Apa!!?" Bentuknya dengan galak.

"Aku hanya ingin bertanya, Aku sudah berhari-hari tak mandi. Aku ingin mandi. Dimana tempat agar aku bisa mandi?" Kemuning meletakkan kedua tangannya di depan dada. Menekuknya kemudian memutar bola matanya dengan malas.

"Di dekat rumah kan ada sungai, kamu bisa mandi disana!!"

"Aku takut kalau ada yang mengintip!!" Mata Kemuning mendelik.

"Siapa yang mau mengintipmu? Kalau kau takut diintip, kau mandi saja di sungai ini." Elang melongok ke bawah. Ia baru sadar kalau kakinya menapak pada jembatan di atas sebuah sungai. Kemuning yang jengah memutar tubuhnya untuk pergi.

"Tunggu!!"

"Apalagi?" Tanyanya bosan, kenapa pria ini tak segera pergi.

"Aku tak tahu jalan pulang, maukah kamu mengantarku?" Kemuning terdiam cukup lama sampai akhirnya berjalan ke arah Elang, menyeret satu tangannya.

"Ikut aku!! Hapalkan jalan yang kita tapaki, karena suatu saat kalau kau kemari lagi. Aku tak mau mengantarmu!!" Elang tersenyum. Padma Kemuning, Ia akan ingat nama  gadis dengan kekuatan luar biasa ini. Ia juga akan memberi Kemuning uang yang banyak karena telah menyelamatkan nyawanya. Sedang Kemuning tak tahu apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Kenapa ia berbuat baik pada orang asing padahal sang nenek sudah melarangnya berkali-kali.

Tanpa mereka ketahui. Sina mengamati mereka dari atas dahan sebuah pohon. Ular paling culas itu tersenyum, tak ada yang bisa menolak perasaan yang disebut cinta. "Cinta itu segera datang dan sama seperti penjaga hutan Ganpati lainnya. Padma akan segera memakan buah terlarang. Saat itu tiba pohon kehidupan di tengah hutan akan kehilangan cahaya dan para keparat kerdil itu bisa aku santap".

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Padma kemuning (healing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang