Bab 13

1.5K 276 35
                                    


Elang hampir putus asa selama seminggu ini mencari keberadaan Kemuning. Gadis itu menghilang, tanpa memberi kabar apapun. Elang merasa bersalah, mengambil keluarga terakhir gadis itu dan juga hidupnya.

"Sudah kalian temukan?" tanyanya pada beberapa anak buahnya yang berjajar menundukkan pandangan. Elang memang masih muda namun sikap tegas serta kejamnya sebagai ketua klan membuat anak buahnya takut sekaligus takjub.

"Belum bos tapi...."

"Tapi apa?"

"Ada seorang anak dari street art. Mengatakan kalau di rumah tetangganya ada gadis yang sama ciri-cirinya dengan Nona Kemuning."

"Dimana alamatnya?"

Setelah salah satu anak buahnya yang berwajah di hiasi belas luka menyebutkan sebuah alamat lengkap. Elang tak perlu menunggu lama lagi untuk mencari kunci mobil. Namun ketika hendak membuka pintu mobil Range rovernya. Tangan kanannya di cekal Derrick.

"Kau ke sana sendirian? Tak mengajak anak buahmu? Ceroboh sekali. Kau bisa saja hanya di jebak!!" Elang diam lama. Kemungkinan itu bisa terjadi namun keinginannya untuk menemukan Kemuning sangatlah besar.

"Ikutlah, ajak beberapa anak buah kita." perintahnya tenang pada Derrick yang berdiri di belakangnya. Sabrina yang tadinya beraktifitas santai kini juga sudah ada di teras depan.

"Aku juga ikut." Namun Elang malah meliriknya tajam. Sabrina harus menemukan alasan kuat, alasan agar ia bisa ikut serta. "Dia hilang waktu bersamaku, aku khawatir. Ingin melihat keadaannya dengan mata kepalaku sendiri."

"Baiklah, ikutlah." Elang Melarang pun percuma, jika Derrick sebagai kakak sudah mengijinkan. Ia biarkan Sabrina duduk di kursi belakang. Elang tak mau pada akhirnya Sabrina akan jadi beban ketika bahaya menyerang. Lebih baik perempuan ini di rumah namun ia tahu sekali tabiat buruk adik Derrick itu yang ngeyel. Tak menerima penolakan atau larangan jika punya mau.

🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇

Esha lari, sejak turun tadi dari angkot ke rumahnya. Semoga ia tidak terlambat. Kemuning tak di jemput ketika ia datang. Semua ini terjadi karena Tito, teman sesama kartunisnya memberitahukan kalau ada seorang gadis di rumahnya kepada orang tegap, tinggi, besar yang memakai jas hitam. Esha tahu Kemuning bukan gadis biasa, selain punya kekuatan istimewa. Ternyata gadis itu sebenarnya bisa di bilang sepupunya. Ah menyebut itu tiba-tiba dadanya nyeri, Esha tak rela mereka bersaudara. Tapi Esha kan anak tiri bunda Tara, mana bisa mereka punya hubungan darah.

Mengingat itu ia tersenyum menang. Jalan menjadikan Kemuning miliknya masih terbuka lebar namun lengkungan bibirnya di paksa turun. Rumahnya sudah di kepung oleh orang berjas hitam serta berperawakan kekar. Penjemput Kemuning sudah datang. Ck... Esha telat.

"Kapan-kapan kamu boleh main ke sini lagi!" Tara memeluk ponakannya dengan erat. Tiga hari ini mereka bernostalgia layaknya keluarga lalu mempelajari mantra baru. Semuanya terasa singkat dengan perpisahan yang mengharukan. Tara awalnya nekat ingin membawa Kemuning tinggal bersamanya. Namun cerita seorang laki-laki bernama Elang membuatnya sadar. Nyawa ponakannya dalam bahaya.

"Kalau anda ingin menjenguk Kemuning. Nanti bisa telepon ke rumah. Biar anak buah saya yang menjemput nyonya." Tara tersenyum tak enak.

"Panggil aku bibi."

Kemuning membalas pelukan  bibinya dengan erat karena sedih. Untuk Sementara mereka harus berpisah.

"Kenapa hanya ibu yang di peluk?"

"Esha?" Kemuning tersenyum lebar menyambut kedatangan sang sepupu.

"Kau tak ingin juga memelukku?"

Padma kemuning (healing) Where stories live. Discover now