Para Abang bersatu

9.5K 1K 51
                                    

BRAK

Pintu dibanting begitu keras oleh seseorang yang baru saja memasuki rumah, membuat 4 orang lainnya yang sedang berkumpul di ruang tengah tersentak kaget dan mengalihkan perhatian mereka pada dua sosok yang baru saja datang dengan seragam sekolah khas sekolah masing-masing. Jay yang mulanya sedang menonton televisi langsung mengirim kode pada Wilnan, bertanya ada apakah dengan perilaku adik bungsu mereka yang terlihat sangat marah saat memasuki rumah, namun Wilnan menggeleng sebagai jawaban dan lebih memilih untuk duduk di samping Dava.

Key yang merasa penasaran juga khawatir pun menyikut pelan Shaka yang duduk di sampingnya agar kakaknya itu bertanya pada Jinara, karena jika ia yang bertanya, perang dunia ketiga dalam hal berdebatan akan terjadi.

Shaka menyimpan sejenak buku yang ia baca dan memusatkan atensinya pada Jinara yang kini sedang melepaskan sepatu dengan terpaksa di depan rak sepatu. "Waalaikumsalam, hey kenapa? kok bt gitu??"

"Assalamualaikum," jawab Jinara ketus seolah menjawab sindiran Shaka tentang salam, dan saat sepatu sudah ia simpan di atas rak, ia akan berjalan menuju kamar sebelum tangannya di tarik oleh Dava dan ia di dudukan di atas sofa.

"Baru pulang marah-marah, ngajak berantem?" Sindir Key sembari kedua mata fokus menonton tayangan televisi.

"Heh bungsu, ada apa?" Kali ini, Jay yang bertanya namun nadanya seperti menyentak. Kesal karena pertanyaan dari Shaka tak kunjung di jawab oleh Jinara yang hanya diam membisu dengan ekspresi wajah datar.

"Lo bisu yah? Ditanya gak dijawab, punya mulut tuh dipergunakan dengan baik." Key mulai mengeluarkan kata-kata pedasnya yang sontak membuat Jinara mendelik tajam. "Apaan sih? Gak kenapa-kenapa, juga."

"Bohong! Lo kenapa? Tumben aura lo suram kayak belum di kasih jajan setahun. Lagi punya masalah sama siapa, lo?" Sambar Jay yang menambah aura panas di ruangan itu.

"Bang, adiknya lagi bt malah digituin." Wilnan, si manusia paling peka akhirnya bersuara setelah sekian lama terdiam. Ia melotot ke arah Jay dan Key untuk membungkam mulut mereka sebelum masalah bertambah runyam. Namun, bukan Jay dan Key namanya jika mereka akan menurut untuk berhenti, karena mereka malah tampak tak perduli dengan peringatan Wilnan.

"Halah, so banget sih pake bt segala. Paling juga bt gak dijemput atau hal-hal sepele lainnya. Sudah ke baca sih, kalau Jinara itu kan selalu membesar-besarkan masalah jadi hal sepele pun dia jadikan beban pikiran." cibir Key dan ia melemparkan sebuah popcorn ke arah Jinara.

"Hadeuhhh, punya adik perempuan emang selalu merepotkan dengan pikiraan-pikiran abstrak dan perasaan yang tak sampai." Timpal Jay mengompori menambah semangat Key untuk menyudutkan Jinara yang diam tak melawan.

Ekspresi wajah Jinara mulai berubah, air wajahnya kini menunjukkan kalau dia akan segera menangis. Namun, tidak ada yang memperdulikan hal itu karena sibuk dengan tayangan televisi, makanan ataupun bacaan buku.

"Kenapa?" Suara berat Dava akhirnya terdengar dan membuat Jinara menoleh. Pria yang kerap di sebut manusia es itu menatap Jinara malas dengan tangan sibuk menekan tombol di remote untuk memindahkan saluran yang sedang mereka tonton. Lagipula, hanya dengan Dava lah Jinara bisa membuka masalahnya dan bebas bercerita tanpa harus dihujat.

"ABANGGGG HWEEEE.... HUHUHUHU." dan detik itu juga, tangisan yang telah lama ditahan oleh Jinara pecah. Gadis itu langsung berhambur ke pelukan Dava dan menumpahkan semua perasaannya.

Mendengar tangisan Jinara yang tiba-tiba itu, kembali membuat 5 orang lainnya terkejut dan serentak menoleh. Sakha yang sedang membaca buku, menyimpan terlebih dahulu buku yang ia baca dan dengan segera menghampiri Jinara yang sedang menangis di pelukan Dava.

[✓] Kakak + Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang