Calon ibu

5.4K 654 13
                                    

Mahendra membuka pintu kamar rawat Jinara dengan pelan agar anaknya yang masih belum tersadar tidak terganggu, ia melangkah masuk kemudian menyimpan sebuah kresek putih berisi cemilan di atas meja. Saat melihat wajah damai sang putri yang masih berada di alam bawah sadar, Mahendra tersenyum dan mencium kening Jinara secara lembut.

"Cepat bangun, nak."

Setelah itu, Mahendra berjalan menuju jendela besar yang ada di sana kemudian membuka gorden agar cahaya matahari masuk. Cahaya matahari pagi yang begitu cerah menerpa wajah damai Jinara dan membuat sebuah senyuman di wajah Mahendra mengembang.

Saat gorden terbuka sepenuhnya, pandangan Mahendra terpaku ke luar, suasana matahari terbit menambah kecantikan pagi itu, burung-burung saling berkicau dan berterbangan dan embun pagi yang ada di balik kaca membuat pagi itu terasa lebih menyegarkan. Mahendra terdiam dengan pikiran menerawang jauh memikirkan sesuatu. Dan tanpa ia sadari jika dibelakangnya ada Sakha yang memperhatikan.

"Ayahh?" Panggil Sakha membuat Mahendra langsung berbalik badan. "Iya?"

"Ayah lagi mikirin apa? Jinara pasti baik-baik aja kok, Ayah jangan khawatir. Bungsu kita kan anak yang kuat." ucap Sakha yang peka terhadap keadaan, ia memperhatikan wajah Jinara yang tampak tenang dan mengusap sisi wajah sang adik.

"Kita doakan saja.." ucap Mahendra.

Sakha menghampiri Mahendra dan berdiri di samping ayahnya itu. Ia memandang keadaan di luar dengan menggenggam segelas kopi panas yang baru saja ia beli.

"Ayah mau? Aku tahu ayah belum tidur, nih, siapa tau ayah butuh energi." tawar Sakha.

Mahendra menggeleng, "Tidak, Bima, ayah sudah tidur kok tadi. Yang belum tidur sama sekali itu Jay, kasihan dia."

"Ayah sudah solat? Berdoa sama tuhan buat kesembuhan Jinara?"

"Sudah kok, barusan sebelum beli makanan. Sakha juga sudah, kan?"

"Sudah dong, hehe."

"Yang lain belum bangun?" Tanya Mahendra saat menyadari jika ia belum melihat para putranya yang lain.

Sakha terkekeh lalu menggeleng, kakak dan para adiknya memang belum bangun. Ketika tadi ia bangunkan untuk solat dan pergi kuliah serta sekolah pun mereka berdalih bahwa sekarang hari Sabtu dan tidak ada kelas. "Belum yah, tuh lagi pada di alam mimpi."

Mahendra menoleh sebentar ke belakang, di mana para anaknya sedang tertidur pulas. Jay sedang tidur di samping Jinara dalam posisi duduk, si sulung tampak memegang tangan Jinara seolah jika ia melepaskan tangan Jinara, adiknya itu akan menghilang. Lain hal dengan Key dan Wilnan, mereka terlihat tidur di sofa dengan saling menyenderkan kepala. Dan Dava tidur di pangkuan Key sembari memeluk tas miliknya. Semenjak Jinara dipindahkan ke ruangan inap, mereka belum sempat pulang dan tetap setia menunggu.

"Ayah, "panggil Sakha membuat Mahendra kembali menoleh kearahnya. "Iya, kenapa?"

"Apa ingatan Jinara sudah pulih?"

"Dokter bilang belum, tapi menujukkan gejala pemulihan."

Sakha menunduk sembari memainkan jarinya diatas cup kopi yang dia bawa, pandangannya berubah sendu yang menunjukkan jika ia sedang kembali bernostalgia ke masa lalu.

"Jangan kembali menyalahkan dirimu sendiri, Bima, ayah tidak suka." Tegur Mahendra saat tanpa sengaja melihat raut wajah Shaka.

Sakha langsung mendongak dan menggeleng. "Tidak kok yah, aku hanya kepikiran kelakuan Jinara akhir-akhir ini."

"Kenapa? Ada apa dengan Jinara?"

"Aku menemukan buku catatan Bang Jay di kamar Jinara. Aku yakin Jinara sudah membacanya, lalu, akhir-akhir ini juga aku selalu mengawasi gerak-geriknya."

[✓] Kakak + Day6Where stories live. Discover now