Salam perpisahan kita

4.3K 596 214
                                    

Jinara terdiam dengan wajah murung. Pandangannya lurus ke depan menatap kosong suasana di depannya. Ia kini sedang duduk di jendela kamar Minara yang kebetulan berhadapan dengan taman belakang. Helaan nafas berkali-kali ia hembuskan untuk menghilangkan perasaan sesak yang sedari tadi terus membelenggu.

Malam ini, malam terakhir mereka di Jepang sebelum besok terbang pulang ke Bandung yang telah lama ditinggalkan. Yang artinya, malam ini adalah malam dimana Jinara untuk terakhir kalinya bertemu Yuko.

Setelah 3 hari berturut-turut bersama Yuko walaupun dengan para abang yang tetap mengawasi, Jinara akhirnya dihadapkan dengan sebuah perpisahan. Sebuah momen yang selalu orang-orang hindari. Namun, bukannya di setiap pertemuan akan ada perpisahan? Beberapa keping kenangan yang tercipta berputar di kepala Jinara membuat sesak di hatinya semakin menjadi. Senyuman Yuko, tawa Yuko, canda Yuko seakan menghantui Jinara tiada henti. Sifatnya yang ceroboh, tsundere dan jahil selalu bisa membuat Jinara tertawa dan tersenyum. Berbeda dengan persepsi orang yang menganggap jika Yuko itu cuek, datar dan dingin.

"JINARAAAAAAAAAAAAA!!!" Teriakan dari luar kamar membuat Jinara tersentak kaget dan hampir terjatuh dari kusen jendela jika saja ia tidak berpegangan.

'Siapa sih yang ganggu pas lagi galau begini? ' Gerutu Jinara dalam hati kemudian turun dari tempatnya duduk.

"JINARAAAAAAA."

"IYA APA?" balas Jinara dengan teriak, ia langsung keluar dari kamar dan mencari sumber suara.

Jinara berjalan ke pintu depan, dan di sana para kakaknya sedang membuat api unggun. Di rumah Minara, di pekarangan rumahnya ada gazebo kecil dengan sebuah lahan kosong dan itu digunakan oleh Aksara bersaudara untuk camp ceria.

"Kenapa, sih? Berisik tahu." omel Jinara dengan langkah malas menghampiri para kakaknya.

"Kita rayakan last night in Japan ini dengan camp ceria. Buruan sini." ucap Jay yang sedang memotong ranting kayu dan memasukkannya ke dalam api yang sedang berkobar.

"Mukanya kusut bener kek belum disetrika." celetuk Key saat melihat raut wajah sang adik yang begitu masam.

"Lagi galau bang, buat kedepannya gak akan ketemu Yuko lagi." jawab Dava lalu tertawa puas. Ia merasa senang karena tahu Jinara tidak akan bertemu dengan Yuko lagi dan membuat ia khawatir juga cemburu.

Jinara memilih diam dan memperhatikan kobaran api di depannya sembari memeluk lutut. Ia sedang malas meladeni para kakaknya ini yang bisa membuat mood-nya turun drastis.

"Eitsss inget, mood-nya lagi di bawah rata-rata, kalian mau nyogok pake apa kalau Jinara marah? Lupa dulu kayak gimana?" Ucap Wilnan mengingatkan mereka pada kejadian beberapa bulan lalu di mana saat Jinara patah hati, namun mereka malah membully Jinara sampai-sampai Jinara berubah.

"Tapi bagus lah, biar gak terlalu bucin." Key datang dengan setumpuk selimut dan menyimpannya di dalam gazebo. Ia mengambil satu selimut, membukanya dan memakaikannya ke tubuh Jinara. "Gue peka kok kalau di sini dingin."

"terimakasih, bang..-ke."

"Nih minum dulu." Shaka menyerahkan segelas coklat panas dengan uap panas yang mengepul pada Jinara.

Jinara langsung menerimanya dan tersenyum, "Terimakasih, bang."

"Perasaan diam terus, kenapa?" Tanya Dava yang kini sedang mengupas jagung bersama Wilnan. Namun si bungsu hanya menggeleng dan kemudian meminum coklat panasnya.

"Pas nyampe rumah, jangan lupa setor hafalannya. Ditambah surat ar-rahman yah." ucap Shaka membuat Jinara langsung tersedak dan menatap kaget ke arahnya. "KOK GITU SIH BANG?"

[✓] Kakak + Day6Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu