Bertamu

4.3K 621 118
                                    

Matahari sudah terbenam, membuat langit negara sakura itu menjadi gelap. Namun, hingar-bingar kehidupan Jepang tak surut sampai di situ, mengingat Jepang adalah negara yang sibuk. Semakin malam, semakin ramai kehidupan dan membuat negara itu seolah tidak pernah tidur.

Jinara memperhatikan jalanan yang ada di depannya melalui kaca minimarket. Ia termenung melihat mobil mobil yang saling melaju dalam jalanan yang luas tersebut. Rintik hujan perlahan turun dan membuat kaca berembun. Bungsu Aksara itu menghela nafas, kemudian menggosokkan kedua telapak tangannya agar merasakan kehangatan dikarenakan suhu yang tiba-tiba saja menurun.

"Dingin?" Tanya Jay membuat Jinara menoleh.

Jinara menggeleng kemudian ia menyembunyikan kedua tangannya di saku celana. Ia tidak mau berterus terang pada sang kakak karena itu adalah sebuah kesia-siaan, yang ada nantinya ia malah diejek lemah.

"Kalau dingin bilang". tegur Jay, sulung Aksara itu meraih tangan Jinara dan menggosokkan tangannya pada tangan Jinara.

Netra kembar Jinara menatap tanpa minta pada tangan Jay yang menggenggam tangannya, merasa apa yang dilakukan sang kakak adalah hal yang menggelikan. Ia dan Jay dikenal sebagai rival abadi, dan aneh saja rasanya saat ia diperlakukan manis oleh sang kakak. Namun tanpa bisa dielak lagi, diam-diam Jinara rindu momen manis dengan Jay setelah sekian lama berlalu.

Rasanya, semuanya kembali seperti dulu. Banyak tingkah Jay yang perlahan berubah setelah ingatan Jinara kembali dan itu membuat si bungsu bahagia.

"Jepang beda yah sama Bandung, sedingin apapun Bandung, tidak akan pernah sedingin ini." keluh Jay, ia memalingkan wajahnya ke samping untuk melihat suasana jalanan yang sangatlah ramai. Apalagi kini banyak orang-orang berlarian dan berteduh dari hujan yang semakin lebat.

"Abang jadi kayak dilan." Kekeh Jinara geli, ia lantas memukul pelan pundak sang kakak untuk menyalurkan perasaan aneh karena melihat sikap Jay.

Jay mendelik lalu menangkap tangan Jinara agar berhenti memukuli pundaknya karena itu lumayan sakit baginya. "Apaan sih, dilan mah kalah sama Abang..-"

Keduanya pun seketika terdiam sembari jalanan dengan lamunan masing-masing. Tangan Jinara masih digenggam Jay dikarenakan tangan si bungsu itu masih dingin.

"Aku kangen ayah..-" Ucap Jinara tiba-tiba dengan nada sedih. Ia menghela nafas panjang lalu mencoba tersenyum dengan mata yang terus memperhatikan jalanan tanpa berpaling. "Ayah lagi apa yah? Apa dia sudah makan? Apa pekerjaan di kantor sudah beres? Apa ayah nyari aku? Atau..- atau ayah emang sudah anggap aku mati?"

Jay menoleh dan tersenyum miris saat ia merasakan kesedihan sang adik, diusapnya tangan Jinara yang sedang ia genggam sebagai bentuk penyalur semangat. "Ayah baik-baik saja, kita doakan saja dia dari sini yah? Kita doakan ayah memang baik-baik saja..-"

Jinara mengangguk mengerti, Jay mengusap pelan rambut Jinara sembari tersenyum lembut. Di belakang mereka, ada beberapa remaja yang mengigit kuku karena gemas dan mengira jika mereka itu berpacaran.

"Paman tau kalian kedinginan, apa ramen instan dan teh cukup untuk menghangatkan kalian?" Pria yang Jinara temui di jalan tadi datang dengan nampan berisi 3 cup ramen dan 3 gelas teh hijau. Pria itu duduk di tengah-tengah si sulung dan bungsu Aksara itu kemudian membagikan ramen pada mereka.

Mata Jinara berbinar saat melihat dan mencium langsung rasa kesukaannya, MATCHA.

"Aku belum tau nama paman hehe, nama paman siapa?" Tanya Jinara polos membuat pria itu terbahak. "Aduhh pantas saja kau tadi malah berteriak 'oji-san' terus tapi tidak memanggil namaku..-"

Jinara tersenyum malu dan meringis pelan. "Iya, hehe, pantas yah paman tidak menyahut."

"Oke.. wa-"

[✓] Kakak + Day6Where stories live. Discover now