Lamaran

4.2K 547 224
                                    

Jinara berjalan perlahan menelusuri bibir pantai. Kakinya menendang pelan pasir yang ia lewati. Bungsu Aksara itu menoleh ke arah kanan, di mana senja sebentar lagi akan hadir. Sangat indah, dan melihat itu Jinara hanya tersenyum.

Ia sengaja memisahkan diri dari keluarganya yang masih mengadakan perayaan. Keluarganya tidak tahu jika ia pergi dari pesta karena sekarang pesta sedang berada di puncaknya. Para kakaknya pun tidak tahu karena mereka sedang tampil membawakan beberapa lagu untuk menyambut tamu yang hadir

Hingar bingar penonton dan teriakan terdengar oleh telinganya, padahal lokasi ia dengan tempat pesta jauh dan itu membuktikan bagaimana ramainya keadaan di sana. Mayoritas yang terdengar adalah suara wanita yang berteriak, mungkin karena Key tersenyum genit atau Dava yang tebar pesona.

Jinara terdiam sesaat sebelum akhirnya menghela nafas. Jinara terduduk di atas hamparan pasir itu, membiarkan telapak kakinya disapa oleh ombak kecil yang sampai di permukaan. Ia memperhatikan senja di depannya dalam diam. Teguran angin yang menyapa helai helai rambutnya ia biarkan. Hatinya mendadak hampa dan kosong. Kedua mata hazel itu menatap lurus ke depan. Membayangkan sebuah kepingan memori yang menghantuinya beberapa saat terakhir ini.

Ia mengeluarkan sebuah note kecil dalam sakunya dan sebuah pensil. Dibukanya lembaran lembaran yang ada sampai akhirnya tangannya terhenti pada lembaran kosong yang belum diisi.

Tangannya tergerak untuk menuliskan bingkai kata yang mewakili hatinya. Menggoreskan hitam pensil pada putihnya kertas untuk mengukir penantian yang selama ini tidak di ketahui oleh orang lain. Menumpahkan segala perasaannya yang tak bisa terucap dalam lisan, d imana semua orang tidak akan mengerti apa yang sedang ia rasakan.

Sebuah rindu yang terpendam perlahan memberontak keluar sekuat apapun ditahan. Air mata yang tertampung akhirnya tumpah karena gejolak perasaan yang tak menentu. Topeng yang selama ini Jinara gunakan di depan para kakaknya perlahan terbuka.

Hangat dan ceria, seolah tidak terjadi apa-apa, Jinara tidak seperti itu. Ia tetaplah seorang wanita. Sekuat apapun ia berusaha terlihat baik, akan ada saatnya ia butuh sebuah pelampiasan untuk mencurahkan sesak hati nya yang perlahan menyekik tanpa tau apa-apa.


Hai Senja..

Apa kabarmu setelah sekian lama terlewati?
Ribuan purnama telah singgah namun enggan menetap
Ribuan senja telah datang namun enggan menanti
Ribuan musim pun silih berganti seolah mengejek kesendirianku.

Waktu bergulir begitu cepat
Ibarat gulungan ombak di bibir pantai yang menghapus jejak kaki ku
Secepat angin yang menjadi pelantara rasa ku padanya
Dan secepat hujan yang menghujam bumi dengan rintik rinai nya.

Senja, kau adalah saksi.
Saksi dimana dua insan saling bersatu dalam kaitan benang takdir yang tak bisa terlepas.
Tapi, kenapa kau tidak pernah kembali?

Rindu ini mencekik ku
Menguar begitu saja tanpa ku mau
Ia memberontak dan malah membuat rasa itu menjadi membesar
Luka ku belum kering
Semakin hati semakin basah dengan kenangan yang semakin membuatnya tergores lebih dalam.

Hai senja,
Sampaikan salam ku pada nya.
Pada si pemilih hati yang tak tau dimana rimba nya.
Perkenankah ia' mengembalikan senja ku yang telah lama hilang?


"Jinara?"

Jinara dengan segera menutup note-nya dan menyembunyikan benda itu ketika seseorang datang mendekat. Dilihatnya ke samping, ternyata itu Shaka yang baru saja datang dengan wajah herannya.

[✓] Kakak + Day6Where stories live. Discover now