💝Penjaga Hati 25💝

5K 555 92
                                    

Demi kelancaran prosesi akad pernikahan, untuk sementara Hinata dipindahkan dari ruangan perawatan ICU ke ruang perawatan biasa. Tepatnya di salah satu ruang rawat VIP yang telah disiapkan sedemikian rupa untuk penyelenggaraan pernikahan.

Tidak ada hiasan yang mencirikan khas pernikahan, hanya ada peralatan penunjang hidup seadanya dan juga monitor dengan sederet angka tanda-tanda vital yang berkerlip.

(Angka menanda frekuensi denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan grafik kinerja jantung)

Tidak ada aroma wangi bunga, selain hanya bau obat-obatan yang menyengat.

Tidak ada tamu undangan, selain anggota keluarga dan juga beberapa petugas medis yang menjadi saksi dari terikatnya janji suci pernikahan ini.

Begitu sederhana dan khidmat.

Di antara mereka ada yang tak kuasa menahan air matanya. Termasuk dr. Kabutopun demikian.

Dr. Kabuto tak menyangka jika dirinya akan menjadi bagian dari saksi bersejarah momen yang langka ini. Ia fikir pernikahan seperti ini hanya terjadi di dunia maya saja, namun nyatanya hari ini benar-benar terjadi di depan matanya. Dr. Kabuto melepas kacamatanya untuk menghapus air matanya yang sempat meluncur dari manik matanya yang berwarna coklat keemasan. Dalam hatinya memanjatkan sebuah kalimat doa…

‘Semoga akan ada keajaiban untuk Hinata.’

Hiashi dan Hikaripun tak dapat membendung air matanya. Prosesi pernikahan yang harusnya dirayakan dengan penuh suka cita, malah harus dirayakan dengan penuh rasa duka. Rasanya seperti menghadiri acara pemberkatan kematian saja. Setelah ini, entah nasib baik apa yang akan terjadi pada putrinya. Akan menjadi suatu awal yang indahkah atau akan menjadi akhir dari segalanya?

Fukagu menatap Sasuke dengan tatapan yang sedikit lebih teduh. Tak peduli dengan semua kesalahan yang sudah Sasuke perbuat. Sasuke tetaplah putranya dan Fukagu akui, keinginan Sasuke yang ingin menebus kesalahannya membuatnya dirinya bangga.

Setelah acara prosesi akad pernikahan yang berjalan singkat. Dr. Kabuto memberikan kesempatan kepada Sasuke untuk mengungkapkan segala sesuatu hal yang dirasakannya. Tidak ada perawat yang stand by mengawasi, hanya ada Sasuke dan juga juga Hinata yang masih terpejam penuh damai.

Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, atau hal di luar dugaan yang bisa saja terjadi. Dr. Kabuto memasang CCTV untuk memantau situasi dari jauh, peralatan penanganan kegawatdaruratpun telah disiapkan jika sewaktu-waktu diperlukan.

Sasuke berdiri di dekat pinggiran tempat tidur Hinata, matanya tampak sembab. Pandangan matanya terarah pada jasad yang masih bernyawa namun tak berjiwa. Meraih pergelangan tangannya yang masih terasa hangat, menciumi punggung tangannya penuh damba.

Sasuke terkenang pertemuan pertamanya dengan Hinata. Sasuke terkenang saat Hinata mengulurkan tangannya. Tangan yang begitu lembut namun sarat akan kekuatan yang mampu menariknya keluar dari lubang keputus asaan.

“Baiklah Sano, selamat bergabung. Semoga kau berkenan untuk selalu bekerja sama denganku.”

Sasuke terkenang senyuman Hinata, senyuman yang mampu memberi rasa damai dan ketenangan.

Sasuke terkenang semua tutur kata Hinata yang halus namun mampu menggugah rasa semangatnya. Tutur kata yang memberikan kesejukan ditengah kegersangan jiwanya.

Kini, kemana perginya semua itu?

Sasuke menatap badul kalung dreamcharter yang masih setia menggantung di leher Hinata.

“Dreamcharter ini pemberian seorang Ayah yang telah kehilangan putranya.”

“Sebenarnya dreamchater ini aslinya sebuah cincin yang didalamnya terukir sebuah nama. Lalu aku membalutnya karena aku tidak ingin membaca namanya, sebuah nama yang telah memberikan pengalaman buruk dalam hidupku.”

Penjaga HatiWhere stories live. Discover now