💝Penjaga Hati 26💝

4.8K 459 34
                                    

Selama beberapa hari Hinata menjalani masa pemulihan. Ia sudah tidak lagi di rawat di ruang perawatan intensive. Bebagai alat penunjang kehidupan yang beberapa waktu lalu sempat terpasang, kini sudah di lepas satu persatu secara bertahap. Yang tertinggal hanya selang infus, sebagai media untuk memasukan obat dan juga nutrisi.

Selama koma Hinata mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan, oleh karena itu pemulihannya lebih fokus untuk perbaikan nutrisinya.

“Makanlah, nak!” ucap Hiashi sambil menyodorkan sendok ke mulut Hinata. Refleks Hinata menutup mulutnya tanda menolak.

“Kau tidak menyukai makanannya? Katakan kau ingin makan apa?” tawar Hiashi.

Hinata menggelengkan kepalanya. Ini bukan soal selera atau tidak selera, tapi semua aroma makanan yang disodorkan kehadapannya membuatnya ingin muntah.

“Ayah aku merasa sangat mual sekali,” keluh Hinata.

“Ini karena efek samping dari obat-obatan yang diberikan selama kau tidak sadarkan diri,” setidaknya itu yang Hiashi tahu dan Hinata tak menampik pernyataan Hiashi seolah ikut membenarkan. Meskipun rasa mual yang Hinata rasakan dirasa tak biasa.

Pernyataan Hiashi terdengar cukup rasional, karena beberapa dari jenis obat-obatan memang bisa meningkatkan asam lambung. Namun hal yang tak keduanya sadari adalah, bahwa mual yang Hinata rasakan adalah efek dari hormon kehamilan yang tidak stabil.

“Setidaknya kau mencoba sedikit,” bujuk Hiashi dengan tangan yang masih setia menggantung di udara, berharap Hinata segera membuka mulutnya.

“Paman biar aku saja,” ucap Sasuke dari ambang pintu.

“Kau baru pulang, nak? Beristirahatlah dulu!”

Sasuke menggelengkan kepalanya. Perlahan ia mendekat ke arah tempat tidur. Bagi Sasuke melihat Hinata sudah menjadi hiburan tersendiri yang mengistirahatkan pikirannya dari kejenuhan akibat pekerjaan yang menunpuk.

“Tidak ada kata istirahat untuk melayani putrimu, paman,” ucap Sasuke manis, membuat Hinata merona.

Akhirnya Hiashi menyadari jika dirinya tidak boleh mengganggu kebersamaan dua sejoli ini.

“Baiklah, ku harap kau berhasil membuat putriku membuka mulutnya,” ucap Hiashi menantang sambil beranjak dari posisi duduknya.

Setelah Hiashi melangkah keluar kamar, Sasuke mendudukan dirinya di pinggiran tempat tidur. Wajah lelahnya tergambar jelas, namun masih semangat memberikan pelayanan terbaik untuk wanita yang begitu dicintainya.

“Sano, bagaimana pekerjaanmu?” tanya Hinata memulai pembicaraan.

“Bagaimana keadaanmu?” bukannya menjawab, Sasuke malah balik bertanya.

“Sudah merasa lebih baik.” ucap Hinata berusaha meyakinkan.

“Belum baik, sebelum kau menghabiskan makananmu!” kali ini Sasuke menyodorkan sendok ke mulut Hinata.

Entah karena sugesti, atau mungkin karena bawaan janin yang ingin mendapatkan perhatian dari ayahnya, perlakuan Sasuke yang begitu manis perlahan menghilangkan rasa mual yang Hinata rasakan. Seperti terhipnotis, tanpa ragu Hinata membuka mulutnya.

“Tidak burukkan?” tanya Sasuke memastikan. Hinata mengangguk karena mulutnya masih mengunyah makanan.

“Akhir-akhir ini aku merasa sangat mual, tapi jika kau yang menemaniku makan, rasa mualnya berkurang,” ucap Hinata setelah menelan makanannya.

Sasuke tersenyum, sudah tidak diragukan lagi jika mual yang dirasakan Hinata adalah mual yang lumrahnya dialami oleh setiap calon ibu.

Disatu sisi Sasuke bahagia, tapi disisi lain Sasuke merasa sedih. Bagaimana tidak, dari semenjak Hinata siuman, Hinata belum mengetahui apapun dan memang Sasukepun belum siap untuk menceritakan apapun.

Penjaga HatiWhere stories live. Discover now