15. Alasan

1.2K 305 115
                                    

"Tidak ada yang menyenangkan dari sebuah hubungan pernikahan yang terjalin tanpa adanya ikatan perasaan."


*****

"Sayang, di mana suamimu?" tanya Bunda Nana saat mendapati Neira yang sedang bersantai di ruang keluarga malam minggu itu.

"Rey sedang mandi, Bun." Neira sejenak mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya.

Laki-laki itu diketahuinya sedang berada di kamar mandi saat Neira menuju kamarnya untuk mengambil sebuah buku antologi puisi favoritnya karya dari Prof. Sapardi Djoko Damono.

Sejujurnya Neira merasa sedikit terganggu ketika sang ibu mengingatkannya tentang status laki-laki itu dengan menyebutkan kata 'suamimu'.

"Hormati suami Nak. Panggil dia dengan sebutan yang lebih sopan...misalnya Kakak?" ucap Bunda Nana menasihati puterinya sesaat setelah ia duduk bergabung di samping Neira.

Neira yang mendengarnya seketika menghentikan aktivitas membacanya. Mendadak membuatnya menghela napas panjang.

Kini fokus pandangannya beralih kepada sang bunda yang sedang menatapnya.

"Dia suamimu dan juga umurnya lebih tua darimu, Nak." Bunda Nana menambahkan sembari tersenyum lembut.

Neira memahami maksud bundanya yang mengajari hal baik kepadanya.

Bunda Nana mengatakan itu karena memang tidak tahu keadaan sebenarnya mengenai hubungan pernikahan keduanya bukan?

Neira kembali menghela napas pelan. "Baiklah, Bun...Neira mengerti."

"Ya sudah...sana panggil suamimu, Nak. Kita makan malam bersama," ujar Bunda Nana sembari mengelus pelan puncak kepala Neira. Lalu bangkit berdiri meninggalkan Neira yang menjawabnya dengan sebuah anggukan.

Neira berjalan ke lantai atas menuju kamarnya, mendapati Reyhan sedang menyisir rambut basahnya di depan cermin sudah dengan pakaian santainya berwarna biru-warna favorit Neira.

Tentu bukan dengan orang yang memakainya. Sungut Neira dalam hati.

"Sudah waktunya untuk makan malam," ujar Neira tanpa basa-basi kepada laki-laki yang berjarak lima langkah darinya.

Reyhan bergeming. Masih melanjutkan kegiatan menyisir rambutnya lalu memutar duduknya menghadap ke arah Neira berdiri.

"Kau siang tadi dari mana? Kenapa saat aku bangun tidur kau tidak ada?" tanya Reyhan tanpa menjawab ucapan Neira.

"Aku di kamar Arkan," jawab Neira yang sejujurnya terkejut mendengar Reyhan mempertanyakan keberadaannya. Apa pedulinya? Kenapa dengan laki-laki itu? Neira tampak berpikir.

"Jadi begitu...kau memilih tidur di kamar adikmu?" Reyhan kembali bertanya.

"Bukankah itu yang juga kau lakukan malam itu?" tanya balik Neira yang tampak keheranan dengan sikap Reyhan yang lagi-lagi sulit ditebak begini.

"Oh, jadi kau membalasnya," tukas Reyhan menyimpulkan sembari memandangnya dengan tatapan yang tak terbaca.

"Tidak. Untuk apa melakukan hal yang tidak penting," jawab Neira sembari memandang aneh Reyhan.

"Benarkah? Bahkan jika ada seseorang yang menyakitimu...kau juga tidak akan membalasnya?" Pertanyaan Reyhan yang seakan terus mengejar jawaban Neira. Seketika membuat Neira mendengus pelan.

"Kenapa kau jadi banyak bicara? Sebenarnya ada apa denganmu? Jangan membuatku menyimpulkan bahwa kau sedang penasaran!" cecar Neira berturut-turut merasa jengah dengan pertanyaan beruntut Reyhan yang seakan menguji kesabarannya.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz