36. Terhempas Ketika Lepas

957 141 25
                                    

Sesuatu dalam jiwanya memberontak. Menyentak pusat rasa, agar terpenggal dari tempatnya. Sakit amat menyiksa kewarasannya.
Membuatnya terhempas jatuh dalam dasarnya harapan
***

Selama perjalanan menuju ke pengadilan agama, Reyhan mengurung tubuh Neira dalam dekapannya. Mobil melaju dalam atmosfir hening yang menyelimuti.

Mereka diam meski pikirannya menyimpan banyak tanya, juga usaha untuk kembali dan menyudahi. Dua isi kepala yang berbeda pemikiran, antara Reyhan dan Neira.

Neira tak mengeluarkan suara. Sedangkan Reyhan memilih menikmati waktu berharga kebersamaan mereka, hingga tibalah pada tempat yang ditujunya.

Mobil berhenti, lalu seorang supir keluar dan segera membukakan pintu untuk keduanya.

"Lepaskan! Kita sudah sampai." Suara Neira terdengar dingin. Tangannya bergerak untuk membuat jarak.

Neira mendorong tubuh Reyhan. Tekanan tiba-tiba pada lengan kanan Reyhan itu, membuatnya meringis kesakitan, lalu segera mengurai pelukannya pada tubuh Neira.

Tercipta ruang di antara mereka, seketika itu Reyhan tersentak perasaan kehilangan yang menyeruak dalam dada .

Terlebih ia merasa hampa sekaligus terluka, ketika melihat Neira pergi mendahuluinya begitu saja. Reyhan memandang nanar tubuh yang beberapa detik lalu, masih ia dekap erat untuk bersandar. Bahkan jejak hangat dan aroma tubuhnya, masih lekat dalam pengindraannya.

Setidak peduli inikah Neira terhadapku?Bukankah dia mencintaiku? Apakah ia benar-benar telah membenciku?

Panas terasa menjalar di ruang mata, hingga mengaburkan penglihatannya. Reyhan merasakan sakit yang hebat, seakan ada benda tajam yang menghujam tepat di pangkal hatinya.

Sekarang Reyhan sadar, makna kalimat mendalam yang tercatat itu.

"Pusat rasa sakit akan terasa, ketika seseorang yang biasa ada, memilih pergi dan tidak lagi mau peduli apapun tentang kita."

Pada akhirnya ketidak pedulian Neira, membuatnya terhempas jatuh dalam dasarnya harapan. Sesuatu dalam jiwanya memberontak. Menyentak pusat rasa agar terpenggal dari tempatnya. Sakit amat menyiksa kewarasannya.

Reyhan meraup wajah dengan telapak tangannya, lalu menyugar ke atas dan mencengkram erat rambutnya. Ketidakberdayaan dan frustrasinya begitu menggelegak. Dalam dadanya terasa penuh sesak.

"Maaf Tuan, kau merasa kesakitan? Mari saya bantu," ucapnya terdengar cemas, setelah memperhatikan ekspresi sang majikan yang jelas terlihat tidak baik-baik saja.

Laki-laki itu bergegas membantunya, tetapi Reyhan segera menyentak tangannya, lalu menghardiknya. "Tidak perlu! Apakah aku terlihat sesekarat itu?"

Tatapan mengancam dan suara dinginnya bersinergi, untuk membuat nyali si supir menjadi ciut. Emosional Reyhan benar-benar menguar pada aura tubuhnya.

"Ah, ma-maaf, Tuan Muda. Saya tidak bermaksud demikian. Maafkan saya," ucap sang sopir yang tidak lain adalahYaksa, pelayan yang pernah dipecat Reyhan karena kesalahannya.

Benar, Reyhan segera menghubunginya malam itu, untuk memberinya kesempatan, agar kembali bekerja untuknya. Selain itu, karena memang Reyhan sedang butuh anggota, segera dan dapat dipercaya. Dalam rencana menculik Neira.

***

Reyhan keluar diikuti seseorang yang tergopoh di belakang. Tubuhnya terasa lengket oleh keringat, yang menjadi bukti seberapa lama ia harus merasakan sakitnya, akibat luka tembakan oleh tangannya sendiri.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang