21. Mengurai Perasaan

1K 266 131
                                    

"Benar-benar tersadar dari buaian menghanyutkan, mimpi yang menjadi nyata miliknya hanya sekejap mata. Setelahnya tersisa pedih tak terkira menderanya."
*****

Neira menatap nanar, menyapukan pandangan ke seisi kamar. Kosong. Nyatanya Reyhan tidak ada di sana. Ke mana perginya?

Neira menarik napas dalam.

"Ya, ini salahku... Andai aku tidak terlambat memberikannya kejutan atau sekadar ucapan selamat...."

"Isteri macam apa aku yang melupakan hari ulang tahun suaminya sendiri?"

Neira mendesah berkeluh kesah. Jemari tangannya menyapu wajah sendu dan lelahnya.

Sejujurnya bukan sengaja Neira melupakan hal itu. Hanya saja satu hari sebelumnya Neira sedang tenggat waktu untuk segera menyelesaikan jurnal ilmiahnya. Hingga membuatnya lembur di rumah dan memusatkan pikirannya hanya pada pekerjaannya yang pada akhirnya melupakan ulang tahun Reyhan yang seharusnya tepat kemarin malam.

Dini hari saat Neira terbangun untuk sahur pun tidak mendapati suaminya itu di sisi ranjang.

Selama bulan ramadhan yang pernah dijalaninya hari itulah kali pertama Neira sahur hingga tiba waktu berbuka puasa sendirian.

Menyedihkan...

Akhirnya dia tidak punya kesempatan, bahkan sekadar pesan sikat pun tidak mendapatkan balasan, sebab ponsel laki-laki itu diketahuinya ternyata tidak aktif. Begitu membuat Neira cemas dan was-was memikirkan kemungkinan buruk menimpanya.

Jadi dapat dipastikan bahwa kemarin malam hingga malam hari berikutnya di mana Neira berniat memberinya kejutan saat itulah laki-laki itu baru kembali menginjakkan kakinya di rumah.

Memikirkan semua itu dan kejadian satu jam lalu membuat Neira tidak bisa memejamkan mata. Sejak tadi ia hanya gelisah bergerak kesembarang arah. Sebenarnya apa yang salah?


*****

Dering alarm di atas nakas menyentakkan Neira dari tidurnya. Waktu menunjukkan saatnya sahur. Neira beranjak, mengikat rambut lalu menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

Setelah selesai dengan aktivitasnya. Ia berniat turun menuju meja makan. Namun, tepat saat itulah ia berpapasan dengan Reyhan yang baru saja keluar dari kamar yang diketahui Neira milik Davin.

Jadi dia sengaja menghindar dariku?

Baiklah... Akhirnya dalam hati.

Neira berdeham sesaat menutupi kecanggungan dan keraguannya.

Belum sempat ia mengucapkan sepatah kata yang tadi dirangkainya, laki-laki itu lebih dahulu melenggang pergi mengabaikannya yang masih berdiri tidak jauh darinya.

Seakan tidak melihat wujud nyata keberadaannya.

Aura dingin yang dahulu pernah dirasakan Neira kini telah kembali mendominasi atau bahkan lebih pekat tampak melekat pada ketegasan wajah dan bahasa tubuh laki-laki itu.

Sepertinya bukan sekarang. Ya, Neira sedang mencari waktu yang tepat untuk meluruskan duduk persoalan.

Percayalah sangat tidak nyaman ketika dua orang yang terbiasa bertegur sapa tiba-tiba saling diam bersitegang tanpa bicara.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Where stories live. Discover now