24. Emosi yang Diuji

1.2K 275 177
                                    

"Tak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi sekali lagi
ia diuji dengan luka oleh orang yang dicinta."

*****

"Arkan bangun... Sudah waktunya sahur. Ayo sahur!" Untuk yang ketiga kali Neira membangunkan adiknya yang masih tertidur pulas di ranjangnya.

Neira yang baru kembali dari kamar mandi itu semakin jengah saja. Ia semakin gencar menggoyangkan-goyangkan lengan sang adik yang hanya melenguh saja dan masih rapat menutup kedua mata.

Jika adiknya itu belum juga bangun bisa-bisa mereka terlewat waktu sahurnya, karena Neira terbangun saat waktu sahur hanya tersisa tiga puluh lima menit lagi. Singkat bukan waktunya?

Neira semalam cukup lama dibayang-bayangi kesedihan, batinnya terguncang kembali oleh semua kenangan sekaligus kenyataan yang tengah menjerat perasaan dan jiwanya. Hingga sang adik menemani agar terlelap dengan memeluknya, dan kakaknya akhirnya merasa tenang dengan hal itu.

Bagi Neira tidak ada yang lebih bisa menenangkan daripada sebuah pelukan cinta penuh kasih sayang salah seorang terdekatnya.

Kali ini sebuah tepukan-tepukan kecil Neira di pipi Arkan membuatnya mengerjap-ngerjapkan mata.

"Iya,Aku bangun...." lirih pemuda itu merasa terganggu dari tidurnya. Namun, masih tidak segera beranjak.

"Ck... Ar cepatlah! Waktu sahur akan segera habis." perintah Neira sekali lagi, dan membuatnya bangun juga akhirnya lalu beringsut malas dari ranjang.

Sejujurnya Arkan masih merasa disergap kantuknya, sebab tidurnya sangat larut semalam. Ia terjaga untuk menenangkan Neira dengan ucapan-ucapan positifnya.

Satu hal yang semakin Neira sadari bahwa betapa beruntungnya dirinya memiliki Arkan sebagai adiknya di sisinya.

Kali ini akhirnya Neira memiliki kesempatan sahur bersama adiknya.

Beberapa saat kemudian mereka turun untuk menyantap hidangan yang telah disiapkan oleh pelayannya di atas meja makan.

"Tuan Reyhan, sudah sahur sejak tadi, Nona," ujar bibi Ratna begitu Neira dan Arkan mengambil tempat duduk di ruang makan. Meski Neira tidak terlihat peduli akan hal itu, tetapi akhirnya mengangguk saja dan tersenyum mendengar penjelasannya sesaat sebelum wanita itu berlalu.

Syukurlah... Tahu diri juga si brengsek itu. Gerutu Arkan dalam hati.

Jika dilihatnya Reyhan lagi mungkin nafsu makannya seketika enyah berganti nafsu kemarahan untuk kembali menghajarnya. Nyatanya Arkan masih merasakan geram-geram yang ditahan berujung di kepalan tangan.

Setelah menyelesaikan sahurnya mereka berdua bersiap menuju sebuah masjid, sebab waktu subuh akan tiba beberapa menit lagi. Kali itu Arkan yang mengajaknya.

"Bunda, Neira...!" sapa sebuah suara begitu Neira tiba di halaman masjid, membuat Arkan mengernyit mendengar panggilan itu tertuju untuk kakaknya.

Gadis kecil itu berlari menghambur ke arahnya, tanpa mendengar seruan dari sang ibu yang tertinggal di belakangnya bersama suami, agar ia jangan berlari.

"Hai,Gadis kecilku!" jawab Neira menyambutnya dengan berjongkok sembari mengelus pipi gembulnya.

"Ini dia, si kecil Almira, Ar." Neira memperkenalkan gadis imut yang berumur dua tahun itu kepada Arkan.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin