Bab 5: How Could You!

332 42 4
                                    

Hari yang dinanti Noura pun tiba. Ia datang sejam lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Rambutnya yang keriting gantung kini tertata dengan rapi. Poninya pun disisir rapi hingga tampak mengkilap. Ia mengikat rambutnya ala ekor kuda. Kakinya melangkah penuh semangat ke dalam lobi Menara Mandiri yang ada di Imam Bonjol, Jakarta. Setelah bertanya pada resepsionis, ia pun pergi menuju lantai 14 di mana kantor Arirang Travel berada.

Kini Noura sedang berhadapan dengan resepsionis Arirang Travel. "Saya mau ketemu sama Bu Linna. Mau briefing pemenang lomba blog."

"Oh, Mbak Noura Zahira ya?" Resepsionis itu tersenyum.

Noura pun mengangguk.

"Tadi janjinya jam 1 kan ya? Bu Linna lagi keluar sebentar. Mbak tunggu di ruangan rapat kami aja ya."

"Oke nggak apa-apa." Noura pun mengikuti ke mana respsionis itu pergi

Si resepsionis kemudian membuka pintu ruangan. "Silakan, Mbak."

Noura masuk ke dalam ruang rapat setelah resepsionis pergi. Matanya langsung beradu pandang dengan orang yang ada di dalam. Seketika itu Noura bak diterjang badai taifun. Tubuhnya tergegar-gegar. Matanya nyalang ketika bertemu pandang dengan sosok itu. Setelah dua bulan menunggu yang waktunya seperti bertahun-tahun, mengapa mereka harus bersua di hari yang spesial buat Noura? Semangat itu pun lindap seketika. Ia jadi merasa tengah bermimpi buruk. Buruk sekali.

Sementara sosok yang lain itu tidak kalah terkejutnya dengan Noura. Penampilannya masih khas: berkacamata dengan rambut pendek yang berdiri di bagian atas dan bagian bawah rambutnya dicukur hingga tersisa sedikit. Mulutnya menganga besar seperti mulut ikan loan.

Saking tegangnya, Noura lalu keluar dari kantor agen travel itu. Resepsionis yang sudah berada di meja kerjanya kebingungan melihat Noura. "Mau ke mana, Mbak?"

Namun Noura tidak menggubrisnya. Ia terus berjalan menuju toilet di ujung koridor.

Sementara itu Afa seketika berdiri dan mondar-mandir di ruangan. "Kenapa dia bisa di sini?!" ia segera berlari ke arah pintu, rasanya ingin kabur saja. Namun Afa langsung mengingat bahwa perjalanan ini sangat berarti untuknya. "Nggak, nggak! Gue nggak boleh nyerah!" ia kembali ke tempat duduknya, buru-buru merogoh tas dan mengambil sesuatu dari sana.

.

.

Noura membuka pintu toilet wanita dengan kasar. Ia berhenti di depan cermin. Lalu berjalan bolak-balik ke ujung kanan dan kiri. Ia menggigit dua jari kanannya. Pertemuan setelah berpisah ibarat selama bertahun-tahun ini membuatnya senang dan marah sekaligus. Karena itulah ia bingung harus memasang ekspresi seperti apa. Ia tidak tahu harus bagaimana caranya bisa berhadapan dengan Afa. Tiba-tiba saja ia kelihangan kontrol dirinya. Wajah Afa pun berseliweran di pikirannya.

Ada Afa yang tengah mengenakan topi Goblin dengan mulut menganga. Ada Afa yang terbahak-bahak sampai kepalanya ke belakang dan jatuh ke lantai bersama kursinya. Ada Afa yang tersenyum menunjukkan giginya kecil-kecil sambil berseru. "Noura!"

"Noura, mau masakin aku nasi tim ayam setiap hari?"

Noura menangis dengan kedua tangan menutupi wajah. Ia lantas berjalan ke wastafel dan memandangi cermin di depannya. Suaranya melembut dan gaya bicaranya pun berubah. "Itu beneran kamu, Fa?" Ia mengambil tisu di dekat wastafel dan mengelap kedua pipinya yang basah. Matanya masih memandang ke cermin.

Ketika itu pula Noura mengingat wajah jeleknya yang menangis semalaman setelah Afa memutuskan hubungan mereka di hari yang Noura kira akan berakhir dengan bahagia. Bisa-bisanya... bisa-bisanya Afa muncul ketika ia sedang berbahagia. Bisa-bisanya ia hadir kembali setelah menorehkan luka yang begitu dalam di hati Noura.

Jeolla, I'm Hurt (COMPLETED)Where stories live. Discover now