Bab 16

162 20 6
                                    

Selamat berpuasa bagi kalian yang menjalankannya ^^. Selamat membaca chapter baru juga ya.

.

.

"Aku tahu ini perjalanan yang sia-sia, tapi pas kamu bilang Afa juga ada di sini, aku aku nggak boleh diem aja." Sani sejak tadi belum bisa berhenti nyerocos. Ia tengah mendelik galak pada Afa yang duduk di sudut paling ujung. "Hm, sok keren banget dia. Pura-pura nggak kenal sama aku."

Sani memang punya dendam kesumat sama Afa. Karena ia tidak pernah menang adu jotos sama Afa, dan yang baginya lebih menjengkelkan lagi, Afa hampir saja akan menikah dengan Noura.

"Apa sih yang kamu lihat dari Afa, Ra? Lihat tuh dia mengkhianati kamu! Cuma aku yang bisa nerima kamu apa adanya. Dari kecil tuh kita memang sudah berjodoh. Ngerti?"

Noura membiarkan saja Sani terus bicara tanpa henti, tapi tidak dengan Yuli yang tampak kegerahan dengan tingkah Sani.

Yuli memang sesekali meringis mendengarkan ucapan-ucapan Sani. Namun untuk sekarang ia masih menahan diri untuk biasa saja. "Gue kira cowok yang paling sok iye di dunia itu Ramzi, nggak tahunya ada yang lebih parah."

"Sekate-kate lo ngatain gue sok iye," Ramzi merasa kata-kata itu tidak pantas disematkan padanya.

Mereka sekarang tengah bersantap malam di restoran milik hotel. Dikumpulkan di meja panjang yang cukup menampung hingga sepuluh orang.

Jimmy menatap Sani dengan penuh tanda tanya. Ia kemudian berbisik pada Linna yang berada di sebelahnya. "Jadi ini pacarnya Noura? Lebih ganteng dari Afa. Noura memang pintar milih lelaki."

Linna mengangguk lesu. Ia sudah malas menjelaskan macam-macam lagi karena tidak paham mengapa perjalanan ini harus ketambahan orang.

"Kalian tenang aja! Nggak perlu takut! Makanan-makanan ini biar gue yang bayarin! Gue ini punya perusahaan yang udah go internasional, jadi ini sih kecil buat gue," ujar Sani sesumbar. Ia memang paling senang mentraktir orang dalam rangka untuk pamer.

Bibir Yuli miring sebelah. Baru kali ini ia muak ditraktir oleh orang lain, biasanya dia akan senang.

Sementara itu Afa dan Alika malah asyik sama dunia mereka sendiri di ujung sana.

"Ini toppokinya enak banget. Beda sama yang di Indonesia," komentar Afa. Ia sering makan toppoki di Indonesia, siapa yang sangka di Negara aslinya toppokinya jauh lebih enak, dan lebih khas rasanya.

"Iyalah. Yang asli memang lebih terjamin kelezatannya." Alika kemudian mengambil sendok yang Afa pegang. "Sini gue bantuin lo makan."

Noura memperhatikan Alika menyuapi Afa dengan berang di dada. "Lama-lama mereka menggelikan."

Dan Sani belum bosan menjadi pusat perhatian. "Sakit hati kan? Harusnya tuh dari awal kamu ngajak aku liburan juga. Nggak bakal begini jadinya." Ia lalu menatap piring kosong di depan. Karena sejak tadi bicara ini dan itu, ia lupa perutnya harus diisi. "Heh, ambilin aku nasi," perintahnya pada Noura yang tentu dengan nada menyuruh.

Seluruh orang di meja makan itu terdiam dan memperhatikan Sani.

Noura melaksanakan perintah Sani tanpa banyak komentar.

"Noura!" Yuli memprotes dengan pekikannya. "Jangan diturutin!"

"Kamu nggak perlu ikut campur ya. Noura itu calon istriku, jadi wajar aku nyuruh-nyuruh dia!" Sani memperingatkan Yuli dengan menunjuk-nunjuk di depannya.

Ramzi di tempat duduknya geleng-geleng seraya nyengir kuda. "Cari mati itu cowok."

"Jijay! Pemuja patriarki kayak lo nggak pantas jadi suaminya Noura!" maki Yuli terang-terangan.

Jeolla, I'm Hurt (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang