Bab 17 I Love You With No Regrets (II)

229 26 12
                                    

Selamat membaca, selamat berpuasa....

.

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Kim Sun dibunuh karena dianggap pengkhianat sama suaminya sendiri. Tapi di kehidupan selanjutnya, Kim Sun bersedia memaafkan raja dan menjalani kehidupan baru dengannya."

"Fa, pergi aja yuk," Alika hendak menarik Afa untuk menjauh, tapi ia terhenyak ketika Afa memutuskan tetap berada di tempat.

Noura hanya memfokuskan tatapannya pada Afa seorang. Ia berjanji untuk terakhir kalinya ia berhadapan dengan Afa secara langsung begini. "Sama kayak yang lo lakukan ke gue sekarang. Ngebunuh harapan-harapan gue. Cuma gue masih bertanya-tanya. Kalau gue dikasih kesempatan kedua, apakah gue masih bisa cinta sama lo?"

"Noura, untuk kesekian kalinya, gue bener-bener udahan sama lo," Afa rasa semuanya sudah jelas.

"Hh, sok keren lo—" Sani hampir saja ingin menghajar Afa kalau Noura tidak menahan cowok itu.

"Ini urusan gue sama Afa," tegas Noura yang kemudian mendorong Sani agar meminggir. Ia menelan ludahnya sendiri dan memejamkan mata rapat-rapat. "Sampai sekarang gue masih ngerasa nggak adil, tapi karena ini demi kebahagiaan gue sendiri, gue bermaksud damai dengan lo."

"Lo mau minta maaf? Nggak perlu—"

"Siapa yang bilang gue mau minta maaf? Gue nggak salah apa-apa kok. Harusnya yang minta maaf itu lo, tapi karena gue tahu lo nggak akan sudi minta maaf, ya udah gue nggak akan mempermasalahkannya lagi." Noura kemudian menarik napas banyak-banyak.

Afa terdiam dan membiarkan Noura terus berbicara.

"Dulu gue nggak pernah kenal lo, tahu nama lo aja nggak. Tapi lo yang deketin gue duluan, ngasih gue harapan dan kesempatan kedua yang gue kira itu nggak pernah ada. Gue izinin lo masuk ke kehidupan gue. Gue izinin lo melihat sisi terburuk gue. Gue izinin lo berada di sisi gue dengan keyakinan bahwa gue bisa keluar dari segala mimpi mengerikan itu. Gue bahkan izinin diri gue buat jatuh cinta sama lo."

Noura menatap ke sekitar. Dulu ia banyak merencanakan hal menyenangkan bersama Afa di tempat ini. Meski baru pertama kali ke sini, ia merasa sudah mengenali hawanya yang sendu. Sendu di hatinya membuat tempat itu sendu pula.

"Jadi ketika lo bilang lo mau nikahin gue, itu tuh jadi pengalaman terindah yang pernah gue rasakan. Ada orang yang mau menerima sisi rapuh gue yang sampai sekarang menjadi hal yang mengerikan buat gue. Tapi tiba-tiba aja lo bilang nggak bisa nikahin gue, dan menghilang. Tahu apa akibatnya?"

Afa tetap diam seribu bahasa.

"Akibatnya gue suka neleponin Papa yang udah nggak ada di dunia ini. Akibatnya gue milih jadian sama cowok brengsek macam Sani. Akibatnya gue jadi bertanya-tanya kenapa gue sampai harus lahir ke dunia ini."

Afa sebenarnya bisa saja memutuskan untuk pergi, tapi ia tetap berada di tempatnya; seperti orang yang disekap menggunakan tali. Ia dipaksa mendengarkan apa yang ingin Noura sampaikan.

"Sekarang gue nggak akan maksa-maksa lo lagi, terserah lo mau mikirnya apa, tapi ada yang perlu lo tahu. Gue nerima pinangan lo, bukan karena gue membutuhkan sosok teman hidup, atau manfaatin lo, itu karena gue...."

Noura tidak ingat kapan air mata itu tiba-tiba bercucuran. Ia menangis dengan suara yang begitu menyayat. Kalau kemarin ia berusaha menjadi sosok yang kuat dengan menunjukkan amarahnya, sekarang ia memperlihatkan sisi rapuhnya yang biasanya bersembunyi. Menandakan bahwa ia sudah lelah dan merelakan semuanya.

"Noura, kamu norak deh jadi nangis gini!" Sani ingin menarik Noura agar menjauh, tapi tiba-tiba saja Ramzi sudah mencengkeram bahunya agar tetap di tempat.

"Diem! Jangan ganggu momen ini!" ancam Ramzi dengan suara menakutkan.

Yuli tersenyum lebar melihat Ramzi bisa inisiatif juga. Namun mukanya tiba-tiba saja berubah sedih melihat kepedihan yang Noura keluarkan dari dalam hatinya.

Dengan bahu naik-turun dan suara yang terbata-bata, Noura melanjutkan ucapannya. "Gue mencintai orang yang katanya mencintai gue tanpa ada alasan. Gue mencintai orang yang katanya bakal berada di sisi gue selamanya. Gue mencintai orang yang ternyata malah mengkhianati gue."

Aku cinta kamu, jadi mau kan masakin aku nasi tim setiap hari?

"Aku cinta kamu tanpa penyesalan apa pun."

Sedetik itu pula Afa merasa dunia baginya tengah berhenti berputar. Matanya tetap menghunjam pada Noura.

Selesai sudah. Noura kemudian menghapus air matanya cepat-cepat. "Hah, akhirnya." Ada resa lega ketika ia mengungkapkan semuanya. "Dah, gue harap kita nggak akan pernah ketemu lagi. Pergi sana! Jangan deketin gue lagi," ungkapnya pada Afa tanpa ada beban.

Noura hendak membalikkan badan dan melangkah lebih ke atas. Namun matanya membesar ketika tubuh Afa tiba-tiba saja oleng ke samping. Pada saat itu teriakan orang-orang di sekitarnya begitu nyaring. Terutama ketika tubuh Afa jatuh di sebuah jalan setapak miring yang mengapit dua tangga istana. Jalan setapak yang memiliki ukiran dua naga kecil.

"Afa!" bukan, Noura tahu itu bukan teriakan miliknya. Yang ia sadari kemudian, ternyata ia ikut meluncur bersama Afa; melindungi cowok itu dari benturan yang akan menyambutnya di bawah sana. Kedua lengan Noura mendekap kepala Afa kuat-kuat. Jantungnya berdebar begitu kencang hingga terasa nyeri. Ketika kepalanya sendiri membentur sesuatu yang lembut, degup jantung Noura berangsur-angsur turun.

"Ya, Tuhan! Untung saja saya ngelemparnya tepat waktu!" Linna berteriak antara lega dan juga panik.

Noura baru menyadari tas Linna yang melindungi kepalanya agar tidak berbenturan dengan tanah dari batu bata yang bersiap menyambutnya. Tiba-tiba saja ia merasakan nyeri di kakinya. Lebih nyeri lagi ketika menyadari kenyataan yang kemarin hanya ia duga-duga. Ia sudah tahu alasan sebenarnya Afa menjauhinya. Iya yakin dengan alasan itu. 

Jeolla, I'm Hurt (COMPLETED)Where stories live. Discover now