Bab 9: Seoul Bagian II

228 26 6
                                    

Para rombongan kini memasuki wilayah peron stasiun. Desainnya tidak kalah megah dengan bagian luar stasiun dan masih didominasi dengan warna bitu. Noura sampai takjub dengan kondisi stasiun yang ramai. Keramaiannya menyaingi Stasiun Tanah Abang yang waktu zaman SMA sering Noura kunjungi. Peronnya pun cukup unik karena ukurannya yang dua kali lebih lebar dibandingkan peron di Indonesia. Banyak mini market yang dibangun di tengah-tengah peron. Hal inilah yang membuat para penumpang pun tidak berdesak-desakan. Jadi bagi calon penumpang yang ingin membeli makanan dan minuman untuk camilan mereka tidak perlu lagi ke gedung pusat.

"Jim, kereta kita di mana?" tanya Ramzi. Ia sulit membedakan mana kereta yang akan mereka naiki karena memang belum mengetahui seperti apa rupa dari KTX. Mereka ada di peron 9 dan 10.

"Ini di depan kita. Tenang, kita nggak salah peron," jawab Jimmy yang kemudian berjalan duluan menuju kereta super cepat berwarna biru dan putih yang berada agak di depan.

Yang lain pun menyusul dengan penuh semangat, terutama Noura. Ia ingin cepat sampai di dalam kereta karena badannya terasa pegal. Ia sudah berencana mengambil waktu tidur kedua. Karena Jimmy pernah memberikan informasi bahwa setelah check in hotel mereka akan lanjut berwisata, ia harus punya tenaga yang cukup.

Satu per satu dari mereka kemudian masuk ke gerbong nomor delapan.

"Yang kopernya besar taruh di sini ya," ujar Jimmy setelah mereka melewati pintu masuk. Ternyata di KTX disediakan ruang lapang khusus di dekat pintu masuk untuk menyimpan koper-koper dengan ukuran besar.

Semua rombongan dari Indonesia itu pun menaruh koper-koper mereka dengan rapi di ruangan itu. Tas dengan ukuran lebih kecil masing-masing mereka bawa. Mereka kemudian mengikuti Jimmy yang mencari kursi sesuai dengan nomor di tiket.

Setelah ditelusuri, para rombongan mendapatkan kursi di bagian belakang gerbong.

"Gue mau di deket jendela dong," pinta Noura dengan wajah memelas.

"Lo ye, di pesawat udah deket jendela, di sini juga sama, gantian dong!" protes Ramzi.

Namun Noura cukup kaget ketika setelahnya Yuli yang agak pendiam itu kemudian buka suara. "Ngalah sama cewek napa lo!" suaranya terdengar mengancam.

Ramzi mengelus dadanya sendiri. Ia sampai ngeri mendengar suara Yuli yang menyeramkan. "Kenapa ya gue bisa ditugasin sama lo? Nasib, nasib."

"Ayo, duduk, bentar lagi keretanya berangkat," titah Jimmy.

Noura langsung duduk di kursi dekat jendela. Ia bersyukur Ramzi mengalah padanya. Cameramen itu memilih duduk di bangku belakang bersama Jimmy. Empat bangku yang berhadapan sudah diisi dengan Linna, Noura, dan Yuli. Tinggal Afa yang masih berdiri.

"Mas Afa, ayo duduk. Kok malah bengong?" Linna terheran-heran melihat gelagat Afa.

Noura pun baru menyadari kursi yang kosong tinggal yang ada di hadapannya ini.

"Ramzi, tukeran tempat duduk dong," ujar Afa tiba-tiba.

"Ya elah, baru aja gue duduk masa diminta pindah lagi?" Ramzi lalu menyadari sesuatu. "Lo sama Noura kenapa sih saling ngejauh gitu? Kayak musuh lama yang tiba-tiba ketemu lagi."

Kemudian Afa dan Noura menatap Ramzi dengan raut jengkel. Yang otomatis membuat Ramzi gelagapan.

"Kenapa orang-orang pada kesel ke gue sih? Baru aja nyampe Korea," keluh Ramzi.

"Lonya sendiri yang banyak ngemeng," Yuli menimpali sambil meletakkan earphone ke telinga.

Ramzi memutuskan tidak menggubris kalimat nyelekit Yuli. Ia juga melakukan hal yang sama, memasang earphone di telinga.

Afa tidak berkomentar apa-apa lagi. Ia akhirnya menempati kursi yang ada di hadapan Noura. Namun ia melakukannya tanpa sudi melihat ke mantan ceweknya itu. Afa lebih memilih terus memandang ke luar jendela.

Noura yang tengah menatap Afa, pun tiba-tiba jadi jengkel. Cowok ini benar-benar menganggapnya alpa dari dunia. Bahkan cowok ini masih bisa tenang seolah tidak ada masalah apa-apa di antara mereka. Ia benar-benar tidak memahaminya lagi. Kalau seperti ini jadinya ia berarti harus menggunakan jalan memaksa demi mengetahui mengapa Afa mengkhianatinya. Ia butuh penjelasan biar tidak ada penyesalan dalam hatinya nanti.

"Nah, Mas dan Mbak semuanya, kalau bisa kalian jangan tidur. Pemandangan selama perjalanan kita ke Yeosu indah banget lho. Kita bakal sering ngeliat laut," ujar Jimmy.

"Wuidihhh, asik dong," Ramzi jadi bersemangat.

Sementara Noura tersenyum. Tidak salah jika ia sambil memelas meminta duduk di dekat jendela. Walaupun di depannya ada Afa. Ia yakin laut yang terbentang luas nanti di depannya akan membuyarkan Afa dari pikirannya. Lalu kereta api super cepat itu mulai berjalan. Jantung Noura kian berdebar-debar. Ia tidak sabar melihat laut. Ia penasaran seindah apa laut yang dimiliki Korea Selatan ini.

Sepuluh menit kemudian ada pramugari KTX yang memberikan makanan pada mereka. Makanan ini dikemas dalam bentuk box ukuran sedang. Masing-masing rombongan menerimanya dengan senang.

Lalu giliran Afa yang mengambil kotak makanannya, tapi tiba-tiba saja kotak makanan ini nyaris jatuh kalau-kalau Noura tidak membantu menahan tangannya di bawah kotak.

"Hati-hati dong!" seru Noura kesal.

Afa menatap Noura dengan jengkel.

"Hampir aja, Mas Afa," Linna mengelus dadanya sendiri. Ia yang paling kaget karena kotak makanan itu nyaris jatuh di pahanya.

Noura melirik Afa yang tampak cuek walaupun nyaris membuat makanan jatuh sia-sia. Ceroboh banget sih, umpatnya kesal. Daripada kesal terus dengan Afa, ia membuka kotak makanan itu. Matanya seketika berbinar. Ada telur gulung, gimbap, irisan apel dan melon, dan japchae yang merupakan mi berwarna cokelat khas Korea. Semua makanan itu tentunya sangat ia sukai. "Selamat makan!" ujar Noura.

Noura melahap gimbap-nya dengan tangan. Menggunakan sumpit yang disediakan serasa membuang waktu. Sesekali ia menatap Afa kembali. Namun ternyata cowok itu mendiamkan kotak makanannya dan lebih memilih menatap keluar jendela. Ia lalu melanjutkan makan tanpa peduli apa yang Afa lakukan. Makanan itu ia habiskan dalam waktu sepuluh menit saja. Hanya seketika itu pula ia merasakan matanya jadi berat.

Noura lantas menguap panjang. "Ngantuknya." Kepalanya kemudian bersandar di kursi. Setelah itu ia membiarkan dirinya dikuasai oleh tidur.

Jeolla, I'm Hurt (COMPLETED)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora