Eps. 2

1.9K 73 2
                                    

Sarada POV.

Ucapan Boruto tidak salah, walau teman sekkei sudah sekarat tergeletak di tanah tapi monster Akuta masih aktif bergerak. Aku harus bersembunyi dan menyamar. Untunglah monster Akuta milik Inojin ada disana. Dia melihatku dan membantuku menuju markas besar. Sekitar 20 menit aku sampai disana. Tak ada penjaga. Yang ada hanya bangunan rusak disana sini. Aku mengambil suriken dari tas kecil, memasang kuda kuda waspada jika ada musuh disini.

"Tenang saja hanya ada aku disini." Suara itu barasal dari depan dibalik tumpukan batu. Aku berhati-hati mendekati orang itu. Ketua?

"Aku ketua. kenapa kau kemari?" dia penuh dengan luka dan darah. Tidak seperti pasukannya dia adalah manusia mirip orocimaru. Tapi dia normal. Ayolah apa Orochimaru bisa dikatakan normal? Aku tidak bisa mengatakan dia laki-laki atau perempuan. Belum lagi senyum ularnya yang aneh.

Aku mendekat, memeriksa lukanya. Luka di dadanya yang paling parah. Sepertinya bukan dari seranagn kami. Apa dia dikhianati pasukannya sendiri? Sekkei?

"Kau terluka. Apa sekkei melakukan ini?" tanyaku hati-hati. Cakra hijau keluar dari tanganku. Aku hanya berharap semoga cakraku cukup.

"kenapa kau melakukan ini? aku musuh." Dia menghiraukan pertanyaanku. Aku bergeming.

"Tidak ada alasan untuk membantu orang lain. aku melakukannya karena aku mau,"

"Seharusnya biarkan aku mati saja. aku tidak akan diterima setelah kelakuanku. Untuk apa aku hidup?"

"setiap orang pernah melakukan kesalahan. Tidak ada salah tidak ada benar. Memangnya kau siapa bisa mengatakan kau tidak diterima. Yang bisa memutuskan adalah mereka. Jika kau tulus, aku yakin mereka akan mengerti. Kau jenius, pasukanmu sangat kuat. Kenapa tidak kau coba bekerja sama dengan kurotsuchi-sama?" aku sedikit marah. Aku tau rasanya tidak diterima orang lain karena latar belakang keluargaku.

"tidak pernah berhasil! Kau tidak tau apa apa diam saja."

"aku tau." Jawabku tenang. Berusaha fokus dengan cakraku. Sial! Tinggal sedikit lagi! Aku kehabisan cakra.

"Berisik! Aku yang merasakan beban. Tidak ada yang membantuku. Kau tau rasanya tidak punya teman karena ayahku seorang penjahat. Semua warga desa mati karena racun yang dibuat ayahku, termasuk ibu. orang orang membuangku, melempariku, mencemoohku, bahkan panti asuhan tidak menerimaku! Kau tau rasanya?!"

Aku diam. Mendengarkan setiap kata, dia menderita, dan tidak ada yang mendukungnya. Tapi,

"aku tau." Dia mendengus. Merasa bahwa ini semua bodoh. Sebentar lagi dia mati untuk apa marah-marah pada orang sok tau sepertiku. Tapi aku memang tau.

"Sejak kecil papa selalu berkelana untuk melindungi desa. Pertama kali aku bertemu setelah sekian lama. Dia..." aku terdiam rasanya masih sakit mengingat kejadian itu, "dia mencoba untuk membunuhku." Dia tersentak sedikit. Memandangku seakan ingin bersimpati atau tidak.

"rasanya sakit sekali. Terlalu lama dia pergi sampai tidak ingat pada anaknya sendiri. saat itu aku ragu apa dia masih ingat pada mama. Apa dia ingat dia punya keluarga yang menunggunya di rumah. Aku sempat berpikir apa aku ini anak dari mereka? Karena aku sangat berbeda dengan mama." Dia diam, memikirkan sesuatu.

"Tapi mama selalu ada disisiku. Dia mengeluarkanku dari kegalauan. Setelah itu, papa membuktikan jika dia masih ingat dan saying terhadap keluarganya. Tidak ada yang lebih dicintainya selain kami. Sejak saat itu dia sering pulang wau tidak lama. Tapi, aku tau dia berusaha dan aku menghargainya."

"Kenapa kau mengatakan ini?" dia berbicara disela napasnya yang semakin berat. Cakraku hampir pada batasnya. Sedikit lagi. Kuatkan dirimu, Sarada!

"Mungkin ayahmu bukan ayah yang baik. Tapi aku yakin, suatu saat dia akan kembali dan meminta maaf kepadamu. Kau tidak sendirian" Aku tersenyum. ah betapa aku merindukan Papa

"Mudah kau berkata,"

"memang benar! sebelum aku kemari aku bertemu dengan Kokuyou. Dia sekarat. Tubuhnya sudah retak. Energinya hampir habis. Dia berpesan kepadaku yang mewakili pesan seluruh anggotamu, 'tidak masalah jika kami pergi. Tapi tolong selamatkan ketua' katanya. Mereka berharap kau hidup. tidak! mereka memintamu untuk hidup. kau tidak sendirian. Oleh karena itu, berjuanglah! Jangan menyerah!"

Dia tersenyum airmata jatuh dari matanya. Sadar jika dia tidak sendirian. Walau Sekkei dan yang lain adalah ciptaannya, mereka masih punya hati dan sebagian besar diberikan untuknya. Kenpa dia tidak sadar selama ini.

"baiklah, aku mohon bantuannya, emm.."

"Sarada. panggil aku Sarada." aku senang dia memiliki semangat hidup lagi.

"Panggil aku Toshi. Itu adalah nama yang diberikan ayah untukku."

"Toshi san mohon bantuannya." Toshi tersenyum berusaha mengembalikan kekuatannya yang hilang. Itu sedikit membantuku menutup luka di dadanya. Cakraku sudah mencapai batas. Cahaya hijau ditanganku makin lama makin hilang. Bertahanlah, Sarada. demi semuanya!

Detik terakhir aku berhasil menutup lukanya dengan sempurna. Toshi bangun menyentuh dadanya yang sudah tidak sakit lagi. Dia berterimakasih padaku. Lalu, burung Inojin yang menemaniku dari atas, turun. Aku melempar gulungan kosong dan dia masuk ke dalam. Berubah menjadi tulisan. misi berhasil tulisannya. Mereka sudah sampai di Konoha. Aku yakin mama sudah merawat mereka. Syukurlah.

Toshi menuju ke laborotarium berusaha mengembalikan kekuatan untuk rekannya. aku mencoba berdiri tapi tidak bisa. Rasa sakit menyerang kaki dan rusukku. Darah mulai keluar nyerinya tak tertahankan. Sial! Toshi melihatku khawatir dia mencoba membantu. Aku melarangnya keselamatan Sekkei dan yang lain ada di tangannya. Awalnya dia enggan lalu beranjak pergi.

Aku tidak bisa berdiri. Cakraku habis. Aku tidak bisa. Jika dibiarkan aku bisa mati kehabisan darah. Tidak aku tidak boleh menyerah! Aku meraih tasku berharap ada perban di sana. Tapi tidak ada! seluruh obat dan peralatan medis sudah kugunakan untuk yang lain. Segera ku ambil gulungan kertas untuk burung inojin dan membalutkannya di kakiku. Darah yang mengalir dari bawah rusukku semakin deras. Sial! Aku harus pergi. Kupaksa tubuhku berdiri. Tapi rasa sakit mulai menyerang, kakiku tak kuasa menahan berat tubuh akhirnya aku jatuh. Lukanya semakin parah. Lalu, segeromboran Akuta datang. mereka mendekat! Gawat! Aku harus lari. Salah satu dari mereka mengangkat tangannya. Aku bisa mlihat jelas kukunya yang tajam mengarah padaku. Aku tak bisa apa-apa, mataku tertutup bersiap untuk menerima kemungkinan terburuk. Apa aku akan mati? Maaf Boruto

Janji ShinobiWhere stories live. Discover now