Season 2

1.1K 56 1
                                    

3 years later.

Sarada POV

Aku meloncat Dari pohon ke pohon. Di belakangku suara ledakan terus mengejar. Kepulan asap dimana-mana. Menghancurkan bangunan tua kota tak terenghuni. Aku mengambil Suriken peledak dan melemparkan ke burung pembawa makhluk itu. Mereka menghindar dan menjulurkan tangannya padaku. Telapak tangannya mengeluarkan bola kuning bercahaya. Tampak terang dan memikat namun mematikan. Sentuhan sedikit saja bisa meledak seluruhnya. Menghancurkan tubuh menjadi kepingan kecil.

Aku berbelok ke celah banguan tua. Mahkluk yang menunggangi burung itu kebingunan karena tidak menemukan tubuhku di ujung jalan yang seharusnya ku lewati. Mereka tidak menyadari aku ada dibelakang mereka, segera ku gunakan chidori dan meledakkan mereka sekaligus.

Mereka hancur berkeping-keping sementara aku turun ke bawah. Mendarat nan mulus diatas gedung. Aku berdiri, melihat kepingan mahkluk itu. Kenapa aku menyebutnya mahkluk? Karena mereka bukan manusia. Mereka hanya boneka Toneri yang kujadikan latihan. Ralat, yang Kaguya gunakan untuk melatihku. Di atas Kaguya melayang diudara, melihatku dengan taja sebagaimana aku.

"Aku terkesan. Tanpa menggunakan sharinggan kau bisa menghancurkan lebih dari 15 pasukan dengan waktu kurang dari 10 menit." Toneri muncul dari balik bayangan. Menepuk tangannya sehabis melihat pertunjukan memukau. Keningku berkerut. Apa-apaan?! kau pikir ini pertunjukan?!

Kaguya mengangguk, "Kau sudah siap. Penanaman Rinne Sharinggan akan dilakuakan 4 hari lagi. Persiapkan dirimu, Uchiha." Dia bicara seiring dengan kepergiannya. Setelah dia menghilang, Toneri menghampiriku.

"Jutsu, taijutsu, genjutsu. Semuanya sempurna. Kau berhasil Sarada." aku mengangguk. Aku tak merasa bangga atau tersanjung. Yang kupikirkan sekarang adalah mata itu. Toneri sudah memperingatkanku akan sakitnya. Namun, aku sudah siap. Berlatih selama 3 tahun dibawah tekanan dan kerasnya latihan telah menghilangkan sebagian besar ekspresi dan indraku. Terutama rasa sakit. Begitu sering aku terluka. Patah tulang, pendarahan, goresan, benturan, tusukan, ledakan, sudah kurasakan semuanya. bahkan sudah biasa.

Entah itu baik atau buruk, setidaknya itu membantu. Beberapa luka yang kualami terlalu dalam dan meninggalkan bekas. Kau bisa melihatnya di leher dan sayatan panjang di kiri perut. Air mata kerinduan sudah sirna beberapa tahun yang lalu. Ekspresiku berubah menjadi dingin dan kaku. Aku tak ingat kapan terakhir kali aku tersenyum. satu satunya alasan aku bisa bertahan adalah untuk menyelamatkan dunia shinobi. Selain itu, aku ingin menyadarkan Kaguya akan perasaannya.

Aku tau kaguya peduli dengan bumi. Dia bersikap seperti penjahat yang egois. Menginginkan semuanya untuk diri sendiri. tapi, dimataku tidak. Dia ingin membantu, dia tidak ingin melihat kehancuran. Setidaknya masih ada rasa kasih di hati kecilnya. Jika tidak Kaguya tidak akan pernah mengirim boneka Toneri untuk merawat lukaku.

Benar. Setiap latihan dia selalu memanggil boneka untuk merawatku. Ku pikir Toneri yang melakukannya. Tapi ternyata tidak. dia terlalu sibuk untuk mengetahui kondisiku. Ada pasuakn yang harus disiapkan katanya. Setelah kutanya, Toneri bilang bahwa yang mengirimnya adalah Kaguya. Entah dia peduli atau hanya tidak ingin wadah satu-satunya mati. Mungkin keduanya. Tapi aku yakin dia peduli walau sedikit. Mana mungkin aku meninggalkan orang baik dibalik topeng penjahat.

Saat latihan, Kaguya pernah terlalu keras melatihku. Tubuhku berlumuran darah, cakraku terkuras habis, napasku tersenggal-senggal, tulangku remuk. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sulit. Aku sempat berpikir akan mati di tempat. Namun, dia memberiku cakra penyembuh. Dilihat dari reaksinya, tindakannya terlalu cepat untuk seseorang yang tidak peduli. Entah dia sadar atau tidak. dia mengingatkanku pada papa.

Wajahku kembali murung. Papa... sudah lama aku tidak pulang. Rambutku semakin panjang, tubuhku semakin tinggi, bajuku sudah berubah, hanya kacamata merah ini yang tidak. Toneri sempat menawariku kacama lain atau tidak menggunakan kacamata sama sekali. Namun, aku menolak. Menurutku ini adalah tanda bahwa aku masih memiliki tempat untuk pulang. Bahwa aku masih bagian dari bumi. Bahwa aku Sarada Uchiha yang dulu.

Lagipula kacamata ini adalah kenangan satu-satunya dari konoha. Syukurlah Toneri memahamiku dan menawarkan untuk memperbesar ukurannya saja. aku menyetujui dengan syarat tak mengubah bentuknya Satu bagian pun!

Walau proses ini suram dan banyak luka. Tapi, disinilah aku. Kadang aku pergi ke kota tanpa penghuni ini sekedar mengunjungi tempat yang diceritakan hinata obaa-chan sewaktu kecil. Terutama sungai penuh kunang-kunang. Aku yakin ini tempat Nanadaime menyatakan cintanya pada Hinata obaa-san. Sekaligus tempatnya patah hati untuk pertama kali.

Disana aku sering berendam. Dingin? Tentu saja. Tapi, cocok untuk mengurangi rasa nyeri di kulit. Itulah yang kulakuakn sekarang. Setelah Toneri pergi aku tetap di kota ini hanya untuk berjalan-jalan. Walau aku sudah hapal seluruhnya, sih.

Tinggal di istana membuatku kesepian. Selalu sendiri, tak ada yang lain selain latihan, luka, sakit, darah, dan seterusnya. Terus berulang, menghilangkan sebagian kemanusiaanku. Aku sudah lupa bagaimana rasanya pelukan, senyuman, pertemanan, kasih sayang, aku lupa... Toneri membawaku ke kota ini tepat sebelum aku menjadi gila. Dia menceritakan kisahnya dengan Hinata obaa-san, Naruto-sama, dan timnya.

Sebenarnya aku terkejut. Ternyata Toneri lebih baik dari yang ku kira. Dia mengunjungiku sebulan sekali. Padahal kami ada di kastil yang sama. Dia menyelamatkanku dari keterpurukan. Terkadang dia mengajakku ke perpustakaan saat aku senggang. ¾ buku disana sudah kubaca.

Dia membawaku ke danau malam-malam. Kunang-kunang bertebrangan. Memancarkan sinar kecilnya yang tampak serasi denagn langit berbintang. Sedikit demi sedikit kemanusiaanku kembali. Mataku kembali hidup. Aku mendapat kembali tujuanku, kenapa aku disini, untuk apa aku kemari, siapa sebenarnya aku. Semuanya kembali.

Aku menangis. Berulang mengucapkan terimakasih. Aku tau mungkin dia melakukannya untuk merebut hatiku saat harus memilih pihak dalam perang. Aku tau masih banyak cara yang mereka gunakan agar aku bisa digunakan untuk melawan bumi dan memihak mereka. Aku tidak peduli. Yang penting aku masih disini, ingatan bersama Konoha, teman-teman, papa, mama kembali, masih utuh, dan selalu ada. Syukurlah.

Perlahan aku masuk kedalam air setelah melepas seluruh baju dan senjata. Yang tersisa hanya pakaian dalam saja. masing-masing berwarna hitam polos. Tidak banyak yang bisa kupilih. Disini taka da toko atau sekedar kedai makanan. Aku tidak bisa membantah bahwa aku ketinggalan jaman. yang benar saja jika dunia ini menjadi seperti Konoha, bumi akan setengah kosong. Manusia migrasi kemari.

Danau tampak bergelombang bersamaan ketika aku duduk. Membiarkan air menyelimutiku hingga dada. Menampakkan kulit putih nan mulusku di permukaan. Ku gosok lenganku sesekali merasakan sensai dingin yang menenangkan.

Rambut hitam panjang sampai ke dada tergerai basah bergerak mengikuti gelombang air. Berendam malam-malam tidak membuatku sakit atau kedinginan. Menyegarkan malah. Ini membuat stressku berkurang, "Kira kira mereka sedang apa ya? Apa mereka berubah sama sepertiku?" ujarku menatap bulan. 3 tahun disini membuat rinduku semakin besar.

Tiba-tiba tubuhku menjadi was-was. Kulitku merespon dengan cepat. Ada orang! Aku berdiri menyisakanku dengan pakaian dalam dan tetesan air. Segera kulempar shuriken ke tempat orang iru. Dia bersembunyi kurang lebih 30 meter dari tempatku. Suata tangkisan terdengar. Sharingganku aktif sebagaimana aku menyambar katana. Kakiku masih diair. Menimbulkan suara cipratan ketika aku bergerak. Tidak masalah, dengan air disini aku bisa menggunakan jutsu elemen air dengan mudah.

"Tunjukan dirimu," ujarku lantang. Dia berjalan pelan ke arahku. Wajahnya menegang, ekspresinya kaget sebagaimana aku.

"Sara..da?"

"Papa...?"

Janji ShinobiWhere stories live. Discover now