7.2

1K 50 3
                                    

Sudah 2 hari ini Sakura murung. Jika bukan karena perasaan ini, Dia mungkin sudah menyelesaikan pekerjaannya kemarin. Kemarin dia masih tahan. Tapi sekarang. Jangan ditanya. Pagi pagi buta Sakura mendobrak pintu hokage kasar. Masa bodoh dengan nanadaime, sopan santun, bla bla bla. Jika ini menyangkut keluarganya, tidak ada yang tidak mungkin Sakura lakukan. Termasuk membunuh pria di depannya,

"Naruto!!!"

Tumpukan kertas di meja sang hokage terpental berserakan kemana-mana karena teriakan sakura yang menggelegar. Yang dipanggil pun, terkaget-kaget dengan wajah lusuh tanda bangun tidur.

"Waaa! Apa?! Aku bangun! Aku bangun, dattebayo!"

"Berhenti bicara dan lihat aku, naruto!" Sedari tadi Sakura menahan emosinya. Sebisa mungkin dia meredam amarahnya, kalau tidak kantor penting ini akan hancur berkeping-keping.

"Oh! S-S-Sakura A-ada apa? Sebelum itu bi-bisa lepaskan tanganmu dari Shikamaru?" Naruto berkeringat dingin. Dia sudah pernah merasakan pukulan Sakura. Tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Pagi ini dia masih ingin hidup. Jadi, jangan mencoba menjahilinya. Sakura menoleh ke samping. Tanpa sadar dia menggenggam tangan Shikamaru yang hampir remuk di tangannya,

"Maaf, Shikamaru! Tanpa sadar aku mengambir apapun yang bisa kujadikan senjata."

Jadi kau pikir aku senjata -_-

"Tak masalah. Ngomong-ngomong kenapa kau kemari?" Dia memijat tangannya perlahan.

"Ah, ya benar. Hampir saja lupa. Dimana suamiku?" sorot matanya tajam bak siap mengiris apapun didepannya.

"Apa yang kau bicarakan, dattebayo? Tentu saja dia menjalankan misi." Tanpa dilihat pun Naruto tau tangannya gemetaran.

"Jangan main-main! Kau tahu apa yang kumaksud." Hening. Shikamaru, Naruto, bahkan Sakura diam. Tidak ada yang membuka pembicaraan. Jubah nanadaime sudah tidak berarti lagi dimata Sakura. Tak ada sopan santun, hormat, atau pun sebutan "–sama" yang seharusnya disebutkan. Suaminya, bahkan mungkin putrinya berada dalam bahaya. Jika saja sakura mengetahui ini lebih awal, dia tidak akan tega melepas Sasuke pergi. Mengingat betapa beratnya misi ini. Sakura tau naruto tahu dan itulah yang membuatnya semakin geram.

"Sakura-"

"Naruto." Shikamaru menyela, "Aku saja." dengan anggukan kecil tanda persetujuan dari hokage. Shikamaru menghampiri Sakura dan menyuruhnya duduk disalah satu kursi yang ada. Sakura menurut tapi matanya sedingin es.

"Aku tahu cepat atau lambat kau akan datang dan meminta penjelasan. Insting dari seorang ibu tidak pernah salah." Shikamaru menuang teh ke cangkir lalu menyodorkannya ke Sakura. Yang diberi, menerimanya dengan ragu.

"Beberapa hari yang lalu, Naruto- maksudku Kurama merasakan cakra aneh seperti 4 tahun yang lalu. Tepat saat putrimu menghilang."

"Sarada-!" tubuh Sakura menegang. Ternyata waktu 4 tahun tak cukup lama untuk menutup lukanya yang dalam. Harapan yang ia simpan selama sarada menghilang sempat pudar. Sakura sudah mulai terbiasa, dia sudah mulai rela melepas putrinya. Tapi tetap saja... air mata seorang ibu tidak akan pernah berbohong. Betapa rindunya ia terhadap putri kecilnya. Sarada putriku..

"Naruto segera mengirim pesan kepada Sasuke lengkap dengan posisi terakhir cakra itu terdeteksi. Awalnya kami-"

"Pantas saja." Lirih Sakura, "Pantas saja aku tidak bisa merasakan cakranya."

"Sakura-" Naruto mencoba menenangkan tapi-

"KAU MENGIRIM SASUKE KE TEMAPAT HILANGNYA PUTRIKU??!! TIDAK CUKUP SARADA MENGHILANG, KAU INGIN MENGHILANGKAN SASUKE JUGA, HAH?!! KEPARAT!!!"

Kkrraakk...

Teh yang seharusnya didalam cangkir, berakhir jatuh ke lantai bersama dengan cairan merah yang kental. Darah.

"Sakura tanganmu!" Naruto meraih pergelangan Sakura. Berhati-hati agar tidak menyentuh luka akibat pecahan cangkir. Sakura menepisnya dengan kasar sedangkan Shikamaru hanya melihat. Tenang dan terkendali. Jauh jauh hari, dia sudah memperkirakan ini akan terjadi. Yah kecuali cangkir pecah itu.

"Lepaskan! Dasar kau-!"

"Sakura!!!" Naruto membentak sahabatnya. Sorot matanya serius dan sendu, "Sasuke menawarkan diri untuk misi ini."

"kenapa kau membiarkannya?! Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?! Kenapa?! Kenapa... sudah cukup aku kehilangan Sarada. Tidak lagi dengan Sasuke... jangan lagi..." air mata itu semakin deras keluar. Sakura tidak mencoba menghentikannya. Dia tidak menutupinya. Biar semua tahu bertapa terlukanya ia. Betapa sakitnya ia harus kehilangan keluarga. Putrinya... bahkan suaminya.

"Maaf..." hanya itu yang bisa Naruto katakan. Sebenarnya dia punya alasan. Dia punya bukti dan penjelasan seperti yang Sakura minta. Tapi dalam kondisi ini, sebanyak apapun Naruto bicara ia tidak akan mendengarkan. Ruangan penuh dokumen sepi itu terselipi dengan isak tangis seorang wanita yang merindukan keluarganya.

20 menit berlalu, Sakura mulai tenang. Isak tangis tidak terdengar lagi. Saatnya Shikamaru menjelaskan dari awal.

"Awalnya kami menyerahkan kasus ini pada tim lain. Tapi entah dari mana dia tahu, Sasuke menawarkan diri untuk mengatasinya. Tempat yang terakhir Kurama rasakan anehnya berada pada pintu portal Toneri. Misi ketika Hanabi Hyuuga menghilang dan bulan yang jatuh ke bumi."

"Apa? Apa itu artinya-" Sakura menggenggam kedua tangannya yang diperban. Apakah masih ada harapan? Naruto yang melihat itu menepuk pundaknya sekilas. Lalu mengangguk kecil, "Ya. Kemungkinan besar Sarada ada disana."

"Sayang sekali portal yang seharusnya membawa Sasuke ke bulan seperti dulu, tidak bisa digunakan. Entah kenapa Portal itu kacau dan berbah menjadi putih." Naruto melanjutkan.

"Putih? Bukannya waktu itu berwarna biru?" Wanita beramput pink itu bertanya harap-harap cemas.

"Portal itu hidup karena cakra Toneri sendiri. Jika, portal itu tidak berfungsi kemungkinan besar Toneri menarik seluruh cakranya ke satu titik pusat. Entah untuk apa dan apa tujuannya." Shikamaru mengambil kertas dan bulpoin untuk menggambar sesuatu. Garis mulai membentuk bidang. Perlahan tapi pasti bidang itu memberi konsep jelas tentang aliran cakra toneri.

"Jika digambarkan Toneri menyalurkan cakra dari tubuhnya ke setiap portal yang ada. Cakra itu membantu agar jalur yang dilewati tetap terbuka dan lurus. Namun, cakranya tidak stabil dengan alasan tertentu." Shikamaru menarik garis lurus dari bumi ke bulan melalui 3 lingkaran yang dianggap portal.

Naruto mengagguk lalu ikut menjelaskan, "Portal itu melemah dan jalur yang seharusnya lurus menjadi teracak karena kehilangan signal Toneri. Anggap saja ada 3 portal yang seharusnya dilewati untuk bisa ke bulan. Tapi karena lemahnya cakra jalur lurus itu bisa berbelok ke dimensi lain."

Tidak hanya itu, dalam satu tempat bisa jadi ada 2 atau lebih portal yang terbuka. Belum lagi pintu yang hanya terbuka selama 30 menit. Selebihnya portal akan tertutup dan mati."

Sakura melihat gambar itu dengan seksama. Dia mencoba mencari kunci dibalik kasus tersebut, "Itu berarti tantangan sekaligus hambatannya adalah mencari jalur yang tepat dengan waktu yang sedikit. Karena itu kalian membutuhkan Sasuke?"

Keduanya mengangguk, "rinngannya bisa membantu. Selain itu, deteksi cakranya termasuk yang terkuat setelah Naruto." Shikamaru menambahkan. "Mungkin dia berpindah dimensi untuk menemukan putrimu atau yang terbaik sudah ada di sana, dattebayo. Di bulan." Mau tak mau Naruto ikut berharap.

Sakura menunduk. Sebesar apapun keinginannya untuk menghentikan Sasuke. Ia tidak akan mampu. Karena ini memang keinginannya dan juga demi putri mereka. Jika Sakura yang pergi, dia juga tidak akan berhenti mencari. Bahkan mengorbankan nyawa sekalipun. Sasuke...

"Baiklah. Kali ini kumaafkan. Tapi aku mohon jika ada kabar atau aapun yang berhubungan dengan hilangnya putriku atau Sasuke, tolong beritahukan kepadaku. Berjanjilah, naruto" Sorot matanya serius dan benari. Naruto bisa melihat tekad yang kuat di dalam sana, "Aku berjanji, dattebayo."

Janji ShinobiWhere stories live. Discover now