6.2

1K 48 2
                                    

Matahari tampak bersahabat di bulan. Benar kalian tidak salah membacanya. Matahari yang ada di Bulan. Lebih tepatnya matahari buatan. Enath dengan cara apa Toneri Otsutsuki membuatnya. Sarada yang sedari tadi bersandar di bahu Papanya terbangun sedikit demi sedikit. Cahaya yang masuk dari jendela tua membuat matanya menyipit. Dia bergerak, duduk, merenggangkan tubuhnya sebentar, lalu melihat Papanya. Sasuke terlelap. Terlihat nyenyak dan juga lelah. Seandainya Sarada tahu usaha Sasuke untuk menemukannya, dia mungkin akan langsung pulang. Tunggu apa mungkin Sarada sudah tahu? Atau hanya tidak ingin tahu? Mungkin keduanya.

Sarada POV

Ketika aku kembali dengan membawa makanan di tanagnku. Papa sudah bangun dan mempersiapkan api untuk memasak,

"Papa tahu aku mencari makanan?" tanyaku heran. Setahuku Papa tertidur sangat pulas sampai tidak sadar aku pergi ke hutan. Begitu kembali dia sudah menyiapkan alat untuk memasak? Apa Papanya ini punya kekuatan baru? Menerawang mungkin.

"Hn." Antara ya dan tidak. Huh.. baiklah jika tidak ingin menjawab. Kuputuskan untuk membantu Papa membuat makanan. Bahan yang kubawa berupa ikan, buah, dan sedikit jamur yang bisa ku temukan. Hutan ini termasuk hutan buatan. Sekalipun kuambil sampai habis esoknya akan kembali lagi. Itu lah mengapa Kaguya selalu menghancurkanku di hutan. Jadi, tidak merusak kastil megah aman nyaman itu.

Tentang Kaguya.... Aku masih belum memberitahukannya pada Papa. Aku merasa ini bukan saat yang tepat. Masih banyak yang harus kupertimbangkan. Untunglah hari ini aku libur latihan. Kaguya, Toneri, dan pasukannya pun juga tak terlihat. Apa mungkin mereka menyiapkan pasukan? Dilihat dari warna langit hari ini, kurasa benar. Sebaiknya aku tidak ikut campur atau akan berakhir seperti terakhir kali. Mati.

Lebih tepatnya nyaris mati. Tapi tetap saja itu menyakitkan. Karena Kaguya tidak pernah memberitahuku soal rencana perang yang seharusnya aku tau. Ayolah aku membawa kekuatannya seharusnya aku tau rencana apa yang mereka terapkan untuk mengalahkan musuh, bukan? Pikirku begitu. Tapi, Kaguya tidak. setahun lalu, aku nekad mengintai Toneri dan berakhir pada lab rahasianya. Semua berjalan lancar sampai kaguya menemukanku dan BOOMM!! Aku terpental jauh. jika kau tanya rupaku, tidak bisa disebut manusia lagi.

"Sarada!" Papa melihatku dengan tatapan gusar sekaligus cemas, "Ah, iya! Ada apa?" balasku sekenanya.

"Kau melamun. Semua baik baik saja?" Papa tak pernah terlihat sekhawatir ini. apa kepergianku berdampak sebegitu buruk?

"Tidak apa. Aku hanya lelah, kurasa." Yang dibalas dengan, "Hn" seperti yang ku perkirakan. Kami melanjutkan dengan kegiatan masing masing. Jauh didalam hati, gejolak keraguan terus menggebu. Aku akan memeberitahukannya. Tapi tidak sekarang.

Boruto POV

"Himawari!! Cepatlah aku sudah lapar!" aku berteriak dari halaman rumah. Karena kami libur misi, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Menghabiskan waktu antara adik dan kaka. Sudah lama kami tidak bertemu dan ini adalah saat yang tepat. Mau bagaimana pun keluarga adalah yang terpenting, bukan?

"Iya sebentar!! Aku hanya harus mengambil dompet!" teriak Himawari dari dalam.

"Okaa-san kami pergi dulu!" Hima keluar dengan sedikit berlari ke arahku.

"Njaa na okaa-san. Aku akan membeli ramen untuk ayah nanti." Kataku pada Hinata yang sudah mulai menua. Hianta hanya mengangguk dan berpesan agar hati-hati di jalan. Diperjalanan kami berbincang ringan tentang bagaimana kabarmu, atau misi, atau teman, atau uang yang dihasilkan dari misi itu.

"Kau tahu, kau tidak perlu membawa uang, dattebassa. Hari ini aku yang bayar, kau ingat?"

"Biar begitu aku ingin membelikan Onii-chan sesuatu. Kau selalu membelikanku makanan dan barang bagus. Kali ini biar Hima yang membelikan sesuatu untuk Onii-chan." Hima mengangkat sompetnya tinggi-tinggi. Ingin pamer uangnya yang sudah terkumpul banyak karena misi kemarin.

"Hah.. terserah kau saja."

"Hnn! Aku akan membeli barang yang bagus!" umur kami beda 2 tahun tapi perannya sebagai adik manis tak pernah terlepas sedikit pun. Bagiku Hima adalah orang terpenting dikeluarga.

"Ah! Onii-chan bukannya itu Mitsuki-nii dan Sumire-nee?" hima menunjuk ke toko dango. Memang benar itu Mitsuki dan Sumire. Mereka berjalan keluar dan berbincang sedikit. Dari raut wajah, sepertinya serius. Apa yang mereka bicarakan?

"Kau benar, Hima. Mau kesana?"

"Hmmmm..." Hima melihat kedua orang itu sebentar. Lalu menggeleng, "Tidak. Nanti kita menganggu mereka."

"Mengganggu? Kenapa?" tanyaku polos. Dilihat dari mana pun mereka akan berpisah. Berarti urusan mereka sudah selesai. Bagian mana aku dan Hima akan mengganggu mereka?

Bukannya balasan, Hima melipat kedua tangan didepan dada. Pipinya mengembung imut, "Mou! Nii-chan Baka! Sudahlah kita segera ke kedai burger saja. Aku sudah lapar."

"Hare? Nani? Doshite?" Apa? Apa ada yang salah dengan berkataanku? Hah... wanita memang sulit dimengerti. Abaikan saja, toh yang penting kami makan dan segera pulang.

Dalam hati Himawari, mana mungkin aku mengganggu momen penting Sumire-nee. Wajahnya sampai berseri begitu. Semoga berhasil, Sumire-nee!

Janji ShinobiHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin