Part 1

1.4K 88 42
                                    

Panggil saja aku Alvaro, Awal pertemuan ku dengannya bermula saat aku di hukum oleh pak Dadang, Guru matematika. Aku yang tidak terlalu mengerti dengan rumas matematika, harus di hadapkan dengan rumus cinta.

Saat itu aku di hukum oleh pak dadang untuk mencabut rumput di halaman sekolah. Hari itu sangat terik, sekitar pukul 9 Pagi matahari sudah menyambut diri ku dengan sinarnya. mata ku yang menyipit tat kala beradu cahaya, membuat ku susah melihat jalanan di depan ku.

Aku berusaha menutup sinar matahari dengan tanganku, Namun itu sia-sia saja, aku masih tetap dengan kondisi yang sama. Sampai pada akhirnya semua pandangan ku terarah kepada sosok wanita di depan sana.

Cahaya matahari pun kalah dengan cahaya wajahnya. Rambutnya yang terurai panjang melebihi bahunya, membuat mataku melebar tat kala melihatnya. Aku merasa dia sungguh cantik dengan pipi yang sedikit chubby. Wajahnya mulai menoleh ke arah ku. Tanpa pikir panjang, aku segera melangkahkan kaki ku dengan sepatu vans yang ku kenakan, mereka saling beradu dengan rumput dan lumut yang menyelimuti tanah jalanan.

"Hai?!" Sapa ku kemudian jongkok di dekatnya.

"Di hukum juga ya?" Tanya ku lagi.

Wanita itu membalas dengan senyumnya yang cukup manis. "Iya, heheh" ia pun tertawa kecil menahan malu.

"Di hukum kenapa?" Tanyaku dengan tangan yang terus mencabut rumput yang cukup keras dari balik tanah yang menyumbat.

"Ehm,,, gak ngerjain PR Bahasa." Jawabnya lagi. Kali ini ia seperti terlihat risih saat ku tanya terus-menerus.

Aku pun berhenti bertanya. Sambil terus mencabut rumput yang sangat keras, mataku tak bisa diam untuk meliriknya. Bola mata ku yang sesekali berbelok tat kala, melihat dia berusaha mencabut rumput dari akarnya.

"Keras ya?" Pekik ku.

"Iya nih,,,,," Jawaban yang simple tapi membuat ku ingin selalu di dekatnya.

"Sini aku bantu" Ujar ku.

Aku pun membantunya, mencabut rumput memang bukan satu hal yang mudah. Mereka harus memiliki tenaga yang kuat agar dapat menariknya. Ini tidak semudah menarik padi.

"Makasih ya" Ucapnya setelah rumput yang tidak bisa di tarik olehnya dapat ku tarik dengan mudah.

Jantung ku langsung berdebar kencang, Matanya yang berwarna hitam kecoklatan mengalahkan segala bentuk fisik di wajahnya.

"Sama-sama,, oh iya aku Alvaro. Kamu?"

Entah kenapa aku langsung jatuh hati padanya. Mungkin kah ini yang di sebut pandangan pertama? Aku tidak tahu yang pasti aku merasakan hal yang berbeda tat kala di dekatnya.

"Aku Andini."

"Nama yang bagus,..."

Dia tersenyum simpul kepadaku. Pipinya yang chubby mulai sedikit memerah tat kala, aku memujinya.

"Gak bisa buat rumus matematika, bukan berarti gak bisa buat rumus cinta" Celoteh ku dalam hati dengan bola mata yang mengarah ke atas dan di akhiri dengan senyuman khayalan.

"Alvaro!" Seru pak Dadang ke arah ku.

"Iya pak?" Balas ku dengan teriakan yang lebih keras.

Ia hanya melambaikan tangannya, itu artinya ia menyuruhku kembali.

"Aku duluan ya Andini, sampai ketemu lagi." Ujar ku kepadanya.

Bola mata andini terlihat mengikuti ritme langkah ku menuju Kelas. Rasa penasaran yang ia miliki, rasanya cukup besar hanya untuk sekedar mengetahui di mana kelasku.

Bel pulang pun berbunyi. Aku pun keluar dari kelas IPS-2. Biasanya setelah keluar kelas, aku langsung pulang tanpa memperdulikan nongkrong dengan teman-teman. Namun, untuk kali ini tubuhku rasanya di tarik untuk mencari Siswi bernama Andini itu. Akibat kejadian tadi pagi, aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Ia bagaikan racun dalam otak ku.

"Varo,,, Cari apa"

Ujar Via mengagetkan ku.

Ia langsung merangkul ku. Entah kenapa ia tidak merasa canggung saat melakukan itu kepada ku. Aku saja yang sebagai cowok sedikit risih saat ia melakukannya. Via adalah teman sekelasku, dia adalah sahabat wanita yang ku punya sejak awal memasuki Sekolah Harapan Pelita ini.

"Ehm,, gak nyari apa-apa kok?!" Jawab ku.

"Ngga nyari apa-apa tapi matanya kemana-mana" Celotehnya.

"Apa sih via?, sudah ah, mau balik dulu."

Setelah itu aku langsung melepaskan tangannya dari pundak ku. Ia sedikit mendengus kesal tat kala aku selalu terburu-buru pulang ke rumah dan mengabaikannya.

"Kau tidak ingin pergi makan dulu" Pekiknya keras.

Semua murid mendengar teriakan Via, aku yakin via sepertinya membutuhkan teman baru yang bisa di ajaknya bermain sekaligus nongkrong.

"Lain waktu saja!" Jawab ku, sambil terus melangkahkan kaki ini menuruni anak tangga yang cukup banyak jumlahnya.

Dalam perjalanan menuju gerbang keluar, tanpa di sengaja aku melihat Andini dengan seorang pria. Mereka sedang asik mengobrol. Wajahnya andini terlihat begitu gembira dengan senyum lebar yang di pancarkannya. Aku berhenti sejenak, mengarahkan bola mataku ke arahnya, lalu bersembunyi sebentar di balik tembok didekat situ.

"Andini? terus pria itu siapa?" Pertanyaan itu muncul dalam benak ku.

"Mereka berdua? Pacaran kah" Semua asumsi aku keluarkan, hanya untuk menerka-nerka siapa pria tersebut.

"Ah,, andini kan bukan siapa-siapa aku? terus kenapa aku jadi begini?"

Memang benar Cinta bisa membuat orang menjadi bodoh, sama halnya saat aku melihat Andini dengan seorang pria. Menurutku rasa suka ku dengannya sudah meracuni pikiran ku sehingga ini sangat terkesan berlebihan.

Karena sudah terlalu lama bersembunyi, Akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan perjalananku. Aku berjalan di hadapan mereka, berpura-pura tak kenal dan membuang muka agar Andini tidak melihat ku.

"Varo kan?" Panggil Andini

Aku mengangkat sedikit alisku. memberikan senyuman layaknya seorang yang bahagia dan berseru kepadanya.

"Andini kan?"

Dia mengangguk mengartikan pertanyaanku benar. Setelah itu aku berjalan kaku ke arahnya.

"Duduk sini-" Pintanya.

Aku tidak mengerti kenapa aku jadi mau di ajak nongkrong seperti ini. Apakah ini karena nongkrong dengan orang yang ku suka?. Aku segera duduk di sampingnya. Pria yang bersama andini pun memberikan senyuman terbaiknya untuk ku, aku membalasnya dengan senyuman yang sama.

"Kenalin ini Daniel, Pacarku"

To be Continued...

Dia, Andini [SELESAI √]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora