Part 5

533 49 16
                                    

Setelah kejadian di toilet tadi aku kembali ke kelas. Pikiranku masih terus di bayangi oleh kata-kata dari Daniel. Aku pun duduk di bangku tanpa menghiraukan semua jenis panggilan yang memanggilku.

Suara langkah kaki menghampiriku, pikiranku sedang runyam, rasanya aku sangat malas jika harus bertengkar lagi dengan via.

“Varo!” Panggil seseorang dari depan wajah ku.

“Varo!” Panggilan kedua cukup keras dan saat panggilan ke tiga aku tersadar lagi dari lamunanku.

Entah kenapa akhir-akhir ini aku sering sekali melamun macam orang gila.

“Eh iya pak,, maaf” Sahutku kepada pak dadang. ternyata, baru beberapa menit pak dadang datang, saat aku sedang melamun. Akhirnya Pak Dadang menegur ku, ia kembali ke depan untuk memulai pelajarannya.

Via yang duduk di belakang ku langsung mencolek pundak ku dengan pulpennya.

“Eh, vero… kenapa sih akhir-akhir ini kamu sering banget ngelamun?” bisiknya jelas di telinga ku.

Entah apa yang akan ku jawab dari pertanyaan via saat ini. Semenjak mengenal Andini aku jadi mempunyai banyak masalah. Padahal masalah ini aku buat karena, diri ku sendiri. bukan karenanya.

“Gak apa-apa via, udah ah jangan ngoborol entar, pak dadang ngoceh lagi.” Jawab ku pelan.

Via yang masih penasaran akan pertanyaannya , kembali bertanya kepadaku.

“Varo, Jawab jujur lah.. ayolah” Pintanya merengek seperti anak kecil meminta permen.

“Jawab apa sih via?”

“Tentang hubungan Varo sama Andini, via gak setuju pokoknya.”

“Eh, kok gitu? terus kok via bisa kenal Andini?”

“Emang Varo ga tahu? (sambil mengelus pelan daguku) Andini itu kan pacarnya daniel, jadi semua orang pasti tahu dong. Jelas saja, orang Daniel pria populer di sekolah ini.” Jelasnya.

Aku pun menyingkirkan tangan Via dari daguku.

“Terus?”

“Terus-terus ya nabrak” Candanya.

Disaat aku sedang bertanya serius ia malah bercanda seperti itu. Via memanglah gitu orangnya. Suka becanda, tapi giliran kita becanda dia maunya serius. Dasar Aneh. Tapi aku tetep sayang Karena bagaimana pun dia tetap menjadi sahabat setiaku.

“Tapi kok aku gak tau apa-apa tentang daniel ya?” Tanyaku lagi padanya.

“Ya-iyalah , Varo kan anak mami ga pernah ikut nongkrong sih” Gerutuknya sambil terus menjilat permen lolipop berwarna merah yang baru saja di bukanya.

“Kurang ajar!” Pekikku, sambil menggatak pelan kepala Via. Lalu mengambil permen lolipopnya, "Kalo ketawan pak Dadang di depan, habis kamu!"

Setelah obrolan singkat itu, aku pun kembali memperhatikan pak Dadang yang sedang mengajar, sampai akhirnya Bel Istirahat pun berbunyi.

“Varo mau kemana?” Tanya Via keras.

“Makan siang di kantin!” Seruku.

Sesampainya di kantin, mataku melirik ke kanan dan ke kiri. Mencari wanita berambut panjang berwarna Hitam yang dari pagi sudah sibuk mengajak ku makan siang.

“Andini mana yah?” Ucapku dalam hati.

Selang beberapa menit aku mencarinya, tiba-tiba terdengar sebuah suara keras memanggil namaku.

“Varo!” Panggilnya.

Aku-pun menoleh ke arahnya. Benar saja, Andini telah menungguku di salah satu meja bernomer 12 di ujung sana. Aku pun mengampirinya. Namun, ada yang membuatku sedikit kecewa. tat kala melihat Daniel di sampingnya. ku kira dia hanya sendiri dan mengajaku makan berdua dengannya. tapi takdir berkata lain, lebih baik aku makan dengan via tadi! Pikirku.

Saat sampai di meja tersebut aku masih berdiri di depannya. Daniel menatapku masih dengan tatapan yang sama. Tatapan penuh amarah, sama percis seperti tatapan di toilet tadi pagi.

“Varo, ayo duduk” Perintah Andini.

Dengan Agak ragu, aku menarik kursi lalu bergabung bersama mereka.

“Kamu mau pesan apa?” Tanyanya.

Aku tidak melihat dan memperhatikannya. Mataku masih terus mengarah ke Daniel. Entah kenapa sorotan matanya yang tajam selalu manarik bola mataku untuk selalu melihatnya.

“Kalian kenapa sih?” Tiba-tiba Andini membuyarkan itu semua.

“Oh, iya maaf… aku mau pesan mie instan saja din” Jawab ku.

Andini masih terlihat bingung dengan tingkah yang kami lakukan. Karena memang ia belum mengatahui apa yang sudah terjadi padaku dan juga Daniel. Masalah besar sedang kami hadapi sekarang.

“Kalau kamu mau makan apa yang?” Tanya Andini kepada Daniel.

Daniel tersenyum simpul kepadanya kemudian menjawab.

“Aku ingin makan nasi goreng hari ini.”

“Kalau gitu aku sama deh, kaya kamu.” Andini membalas senyuman Daniel dengan penuh kebahagian.

Sedangkan aku hanya menonton kemesraan mereka berdua. Aku layakanya patung yang membisu. Tanganku sedkit bergemetar tat kala memagang garpuh yang aku gunakan untuk menyiduk seutas mie nantinya.

“Varo, kenapa?” Tanya Andini yang sepertinya mengatahui problem yang sedang aku rasakan. karena melihat tanganku yang bergemetar itu.

Aku berusaha tegar melihat semua itu. Menahan rasa sakit di hati, ternyata tidak begitu sulit. jika Seseorang yang aku cintai juga merasa bahagia.

Daniel terlihat sengaja membuat kemesraan semakin menjadi-jadi di hadapanku. aku berpikir sejenak. Apakah dia tahu aku menyukai Andini? atau hanya mengetesku? pertanyaan itu muncul begitu saja, tat kala mereka saling suap- suapan di hadapan ku. Aku dengan santainya melahap mie instan yang baru saja ku pesan. Rasa mie instan yang sangat enak, membuat ku lupa akan mereka yang sedang menjalin kasih di hadapanku.

“Oh iya Varo, pulang naik bus kan?” Tanyanya tiba-tiba.

Aku menoleh ke arahnya dengan mie yang masih menggantung di mulutku. Andini tertawa kecil saat melihat kejadian itu.

“Habiskan dulu mienya” Ujarnya sambil tersenyum.

Akupun segera menyeruput mie tersebut kemudian menghabiskannya.

“Gimana?” tanya andini kembali.

Aku yang bingung tiba-tiba kembali bertanya kepadanya.

“Gimana apanya?”

“Mau pulang bareng gak?”

Sontak saja aku terkejut dengan ajakannya. Padahal dia sedang bersama daniel, pacaranya. tapi, kenapa dia bisa mengucapkan kata itu dengan sangat gampang.

Aku berpikir sejenak, entah kenapa aku menjadi orang yang suka berpikir sekarang. Apa karena aku yang sudah dewasa?

Saat aku ingin menjawab Ajakannya, tiba-tiba daniel memotong jawabanku.

“Sayang, kamu pulang sama aku saja. Aku kan bawa motor.” Ujar Daniel sambil mengelus pelan rambut Andini.

Entah kenapa Pemandangan di hadapanku kali ini lebih sakit dari sebelumnya. Hati ku seakan di iris oleh pisau tajam dan irisannya itu berkali-kali lipat. Aku menatap ke arah andini, menunggu jawaban yang akan ia berikan kepada Daniel.

To be Continued....

Dia, Andini [SELESAI √]Where stories live. Discover now