Part 3

707 61 14
                                    

Keesokan harinya, Alarm handphone ku berbunyi dengan kerasnya lalu, membangunkan ku dari tidur yang indah ini.

“Hoammmm…. eh, eh”

Pengelihatan ku yang masih kabur belum tampak jelas angka berapa yang tertunjuk di handphone ku.

Pukul 06:30

“Ah, sial” Ujarku.

Ternyata, Alarm yang ku pasang sudah berbunyi hampir 3 kali dan aku baru menyadarinya di bunyi yang ke 4 ini.

Aku pun bergegas mandi, memakai seragam dan juga membawa seutas dasi, tak lupa dengan ikat pinggang di tangan kiriku. Berjalan dengan tergesah-gesah membuat ibuku bertanya.

“Eh,, eh,, ehh Varo? gerasak-gerusuk gitu.” pekiknya, yang sedang mempersiapkan sarapan pagi untuk ku. Ayah ku sudah berangkat kerja dari subuh, sedangkan aku adalah anak semata wayang, tak heran jika ibuku sangat menyayangiku. itulah yang membuat ku tak mau mengecewakannya dan menjadi alasan selama ini kenapa aku tidak suka nongkrong dengan teman-teman lainnya.

“Varo telat bu…” Rengek ku.

“Sarapan dulu aja, biar makin telat” Ledeknya.

Entah kenapa di situasi seperti ini, ibuku masih bisa bercanda. Mungkin dia tidak ingin anaknya stres di kejar waktu.

“Hufft” Aku mendengus pelan.

“Varo pamit ya buk.” Ucapku, sambil mencium tangan ibu ku yang masih bau irisan bawang.

Rambutku yang belum tersisir, kerah yang masih terbuka, dan juga dasi yang belum ku kenakan, membuat ibuku tersenyum lebar melihatnya. Aku berlari ke luar rumah dan segera menuju halte, yang jaraknya tidak jauh dari rumah ku.

Bus yang ku tunggu pun tiba. Aku segera masuk ke dalam dan duduk di sebuah bangku yang kosong dekat jendela. entah kenapa aku lebih suka duduk di situ, karena menurutku aku lebih merasa tenang saja. Apalagi saat aku melihat ke luar, seluk beluk perkotaan serta orang-orang yang berlalu-lalang terkadang membuat ku sedikit melamun dan membayangkan hal-hal indah. Itu terus terjadi padaku. Hampir setiap hari.  Saat aku sedang melamun, tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sampingku. Aku tidak menghiraukannya. Aku tetap fokus pada lamunanku, membayangkan hal-hal indah yang tercetus begitu saja dalam otakku.

Aku pun tersadar saat bus yang ku tumpangi tiba-tiba berhenti mendadak. Guncangan yang cukup kuat membangunkan ku dari khayalan-khayalan indah yang sedang ku alami.

“Ahhhh..” Pekik ku.

Suara seseorang menahan tawanya terdengar dari telingaku. Aku menoleh ke arah samping tempat duduk ku, dan betapa terkejutnya aku ternyata Andini lah yang sedari tadi berada di sampingku.

“Andini?” Tanyaku

Ia pun membuka mulutnya yang sedari tadi menahan tawanya, kemudian tertawa lepas setelahnya. Aku yang masih bingung apa yang membuatnya tertawa, seakan menjadi pria bodoh di hadapannya.

“Varo, kamu lucu deh… masa dari tadi kamu ngelamun terus, kamu ngomong sendiri.” Jawabnya kemudian tertawa kembali.

Aku masih terlihat bingung, sebenarnya apa yang aku bicarakan pada saat melamun? Pertanyaan itu muncul dalam benak ku.

“Maksudmu?”

Aku bertanya lagi kepadanya. Karena memang aku masih belum mengerti apa yang Andini bicarakan.

“Haduhh varo,,,, lupakan saja, oh iya sebentar lagi sampai nih. bergegas yuk!” Serunya mengalihkan semua pertanyaan yang aku berikan kepadanya.

Aku dan Andini pun turun dari bus. Ia masih menatap wajah ku, entah apa yang membuatnya jadi memperhatikanku. Aku masih bingung dengan Ucapan-ucapannya tadi dan rasa penasaran itu masih mengganggu otakku.

“Sebenarnya tadi itu aku kenapa ya?” Aku mengulang pertanyaan yang sama kepadanya. Namun, Ia masih bungkam dan hanya tertawa tatkala aku merasa kebingungan akan hal yang aku pertanyakan.

Andini pun mengalihkan pertanyaanku lagi dan kali ini, ia malah mengajak ku untuk makan siang di kantin nanti. pada jam istirahat.

"Siang nanti makan yuk?” Ajaknya.

“Kamu gak makan sama daniel?” Jawabku

Andini pun berhenti sejenak, lalu kembali bertanya. “Emangnya kalau orang pacaran itu harus ya, sama-sama mulu?”

Aku pun menggaruk bagian leherku yang sebenarnya tidak gatal.

“Ya,,, enggak juga sih” Jawabku dengan wajah yang terlihat seperti orang kebingungan.

“Kamu ini kenapa sih varo,...”

Andini kembali tertawa.

“Jalannya agak cepat udah mau masuk nih!” Seru andini.

Akupun mempercepat langkahku. sementara andini sudah berada di depanku. aku cukup tertinggal jauh darinya. Entah sampai mana aku tiba-tiba berpisah dengannya, dan aku pun sampai lupa ingin memberitahu dia, soal Daniel yang selingkuh.

Sesampainya di kelas aku langsung duduk di bangku ku. Masih memikirkan kejadian tadi di bus membuat aku terus melamun di buatnya.

“BRAK!”

Aku tersadar akan lamunanku lagi, tat kala via menggeprak meja di depanku.

“Eh, via.” Gerutuk ku.

“Varo, nanti siang  makan bareng yuk?” Ajak via kepadaku sambil memainkan alisnya ke atas dan ke bawah.

Aku pun bingung ingin menjawab apa kepadanya. Via adalah sahabat ku, yang sudah lama mangajak ku makan siang di kantin. Namun aku jarang ada waktu untuknya. Sementara, Andini orang yang aku suka, juga mengajak makan di kantin dan di jam yang sama. Ini semua membuat kepala ku ingin pecah. membuat alasan dengan cara berbohong malah akan memperkeruh suasana. Pada akhirnya aku harus berkata jujur padanya.

“Maaf vi, aku udah ada janji sama seseorang buat makan juga di kantin, eh kalau kamu mau, kita bisa makan bersama-sama!” Jawabku dengan memberikan sedikit solusi yang mungkin dapat meredam amarah via terhadapku. Aku yakin 100 persen pasti via akan kecewa dengan jawabanku.

To be Continued..

Dia, Andini [SELESAI √]Where stories live. Discover now