Chapter 17 Hubungan ✔

400 121 50
                                    

Hari libur memanglah menyenangkan bagi kebanyakan orang. Tapi tidak untuk Mayra. Tepat pada 05.34 pagi, yaitu pada hari minggu, Mayra berjalan kaki tanpa tahu tujuan. Ia mengenakan outfit yang sederhana, skinny jeans, blus yang semi-transparan dengan tank top di dalamnya, dan dilengkapi dengan sneakers abu-abu.

Sebenarnya Mayra sangat mengantuk karena tadi malam ia tidak bisa tidur memikirkan apa yang harus dia lakukan mengenai perasaannya ke Tara. Tapi terpaksa dia harus pergi dari rumahnya di pagi hari karena sudah dapat dipastikan papanya akan menyiksanya lagi. Dan sialnya, kunci mobilnya disimpan oleh papanya, sehingga mau tidak mau dia harus berjalan kaki.

Mayra melamun dan terus berjalan, bahkan tak terdengar olehnya suara klakson mobil dari arah belakang. Melihat tidak adanya respon dari si pejalan kaki, sang pengemudi pun memberhentikan mobilnya dan turun menghampiri Mayra.

Sepasang tangan kekar seketika memegang perut langsing Mayra. Gadis yang tengah melamun itu terkejut dan ...

“AAAAA ...”

BUGH

Mayra tepat melayangkan bogemannya di rahang lelaki itu.

“Aww ... My Queen!” Kak Tara merasakan sakit di rahangnya, memang pukulan Mayra tidak main-main.

“Aduh, maaf Kak. Kirain ada orang jahat yang mau culik aku. Lagian kenapa sih megangnya di perut. Dimana-mana kalo negur itu di bahu, Kak.”

“Biar beda aja, Mayra. Tapi gara-gara megang di perut, jadi ketahuan kalo perut kamu buncit. Hahahaha.” Gelak tawa Kak Tara tak dapat ditahan.

Mayra mengerucutkan bibirnya tanda tak terima. Kak Tara sangat gemas melihat mimik wajah Mayra yang sangat lucu baginya.

“Yuk ikut gue.”

“Kemana?”

“Pelaminan,” jawab Kak Tara dengan jahil.

BUGH

*♡*

Mayra memandangi jalan yang sedang ditempuhnya dengan mobil yang dikendarai oleh Kak Tara. Mayra sangat penasaran, kemana Kak Tara akan membawanya, sedari tadi ditanya lelaki itu hanya berkata, “Dikasi tau, kamu juga gak bakalan tau tempatnya.” Jadi sekarang Mayra hanya duduk manis. Lalu Mayra terpikirkan sesuatu.

“Kak, kok tadi ada di komplek rumah aku? Ngapain pagi-pagi ke komplekku?”

“Lagi jogging pakai mobil, biar gak capek.”

“Aduh ... Mayra! Jangan cubit dong. Sakit tau.” Kak Tara mengelus pinggangnya yang dicubit Mayra dengan tenaga 10 kuda.

“Siapa suruh jawab ngelantur melulu. Aku serius, Kak.”

“Cieee ... mau banget ya diseriusin gue.” Mayra sudah siap untuk mencubit Kak Tara lagi.

“Eh jangan dong.” Ia lalu menggenggam tangan Mayra dengan tangan kirinya. “Gue kira lo lagi karate kayak dulu. Jadi gue mau mastiin lo dapat luka-luka lagi atau enggak.”

Mayra tahu apa maksud Kak Tara. Dulu memang pada hari Minggu pagi hingga menjelang siang dia selalu menolak bertemu dengan Kak Tara dengan alasan pergi latihan karate. Kemudian di saat sore hari, dia biasa bertemu dengan Kak Tara dengan lebam-lebam di badannya.

Mayra menarik kembali tangannya. Kak Tara merasakan kehilangan setelah tangan mungil itu hilang dari genggamannya. “Btw, aku pernah kok pergi ke daerah ini,” ucap Mayra mengubah topik. Ia hanya tak mau berlarut dalam kesedihannya mengenang masa lalu.

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now