Chapter 20 Kiss or Not? ✔

388 112 44
                                    

"Tenang aja, karena Kak Tara udah pasti datang kok ke acara aku," ucapnya dengan percaya diri.

Tara mengerutkan keningnya tanda tak mengerti. Kenapa juga dia harus datang ke acara yang menurutnya tak penting itu.

"Mama aku udah bilang ke Mama Kakak, kalau Kakak jadi pasangan aku. Jadi Kak Tara wajib datang ya," ujarnya girang. Jangan lupakan Mayra yang sedari tadi memandang tak bersahabat ke arah Rena yang tengah memegang kedua bahu Tara dari belakang. Ia sengaja membungkuk hingga wajahnya tepat berada di samping kanan wajah Tara.

'Dasar licik. Liat aja, gue gak akan segampang itu menyerah.' Geram Mayra.

"Kakak pasti datang, 'kan?" tanyanya masih dengan pose yang sama.

Tara melirik Mayra, ia tahu Mayra sedang kebakaran jenggot. Tapi Mayra perempuan, mungkin kebakaran alis. Tara dengan bodohnya mengiyakan dan menolehkan kepalanya ke kanan. Dan ...

Cup

Bibir Tara tepat mengenai pipi kiri Rena. Sontak membuat Aqim, Arka, dan juga Mayra terkejut. Oh iya, Tara sendiri juga terkejut. Sangat terkejut malah. Ia langsung menjauhkan wajahnya.

"Astaga Dragooooonnn ... bibir Maz Tara gak suci lagi. Huaaaaa," pekik Aqim sembari menggoyang-goyangkan lengan Mayra. Arka yang sebelumnya sedang minum, tak sempat menelan air minumnya. Dibuktikan dengan pipinya yang masih mengembung.

"Aduuuhhh ..."

Mayra menginjak kuat kaki kanan Tara lalu pergi meninggalkan kantin. "Gue udah ngejaga tuh bibir selama tiga tahun dan seenak jidat dia main nyosor pipi cewek lain. Kalau tahu bakalan begini, udah dari dulu gue sosor tuh bibir," geram Mayra seraya menghentakkan kaki.

Kembali ke kantin. Rena merasa pipinya sudah merona. Bayangkan saja jika kalian dicium oleh gebetan. Terbang tinggi, mungkin sudah sampai ke angkasa luar. Ya begitulah perasaan Rena.

"Kak Ta-"

"Maaf, gue gak sengaja. Jangan menganggap itu berlebihan," potong Tara dan pergi meninggalkan Aqim, Arka, dan Rena. Ia berjalan menuju toilet. Dipandanginya kaca yang berada di depannya saat ini. Pandangannya fokus ke bibirnya. Disaat kejadian yang tak disengaja itu, Tara tak merasakan apapun. Pikirnya itu bukanlah hal yang harus dibesarkan, karena dia tak melakukannya dengan kasih sayang. Lebih baik dia melupakan kejadian itu. Tapi dia tahu, Mayra tak mungkin begitu mudah melupakannya karena pasti itu menyakiti hatinya.

'Maaf, May.'

Aqim melihat Rena masih mematung dengan wajah sumringah. Dia jadi kesal melihat Rena. "Lo jangan kepedean deh, Hendra gak sengaja nyium lo. Lagian perjuangan lo gak ada apa-apanya dibandingin perjuangan Mayra." Itu bukanlah perkataan Aqim, melainkan kata Arka. Aqim saja shock Arka yang seperti membela Mayra.

"Eh tumben bela Mayra?"

"Gak kok. Yang gue omongin emang fakta," jawabnya acuh, tapi berhasil membuat Rena kesal seketika.

"Tuh ... dengar ya adek manis. Jangan senang dulu, kalau mau sama Hendra ya lo harus ngalahin gue sama Mayra."

"Loh kok ngalahin lo juga?" tanya Arka bingung.

"Ya iya dong. Gue juga suka sama Tara sayang." Arka langsung menoyor kepala Aqim. ""Najis lo."

*♡*


Pelajaran tengah berlangsung. Mayra duduk di kursinya sembari menopang dagunya. Pikirannya sedang kacau dan dia sungguh tak ingin diganggu oleh siapapun. Bahkan, Tara yang berada di sampingnga saja tak dipedulikannya.

"Buka halaman 86 dan kerjakan berpasangan ya," perintah Pak Aris, guru kimia.

"Gak punya pasangan, Pak. Gimana dong?" tanya Agung yang sontak membuat satu kelas iba dan menahan geli melihatnya, tak terkecuali dengan Pak Aris.

"Kasian ya kamu. Ya sudah, kamu kerjain sendiri ya soal-soalnya. Saya tinggal dulu, jangan ribut."

"Ta-tapi Pak ..." Pak Aris sudah keluar kelas dan teman-teman lainnya menertawakan Agung.

Lain halnya dengan Tara dan Mayra. Tara bisa saja mengerjakan soal itu sendirian karena Mayra juga tidak dapat membantu dalam hal pelajaran.

"Ehem ... lo mau bantu gue gak sih?"

"Lo kerjain aja sendiri, biasa lo juga maunya kerja sendiri," celoteh Mayra dengan terus memandang ke depan.

"Ini soalnya susah."

"Lo aja bilang susah, apalagi gue. Udah ih, kerjain aja sendiri," kata Mayra.

"Gak gue tulis ya nama lo," ancam Tara.

"Bodo amat."

Tara geram karena tidak dipedulikan oleh Mayra. Ia menarik kursi Mayra, bermaksud agar lebih dekat dengannya.

"Apaan sih Ra?" ketus Mayra, tapi dalam hatinya dia sedang gugup karena jarak antara mereka yang begitu dekat.

"Gue gak setega itu. Lo bisa duduk diam mandangin gue ngerjain soal, tapi jangan acuhin gue dan nama lo tetap gue tulis."

'Gak sadar apa dulu dia yang suka ngacuhin gue.' Gerutu Mayra dalam hati.

Alhasil sekarang ia memandangi Tara yang sedang berkonsentrasi menyelesaikan semua soal-soal kimia itu. Pikirannya kembali kepada kecupan Tara kepada Rena, ia kembali kesal dan tiba-tiba ia memukul bibir Tara menggunakan pensil yang berada di tangannya.

"Aduuh ... eh moyang benalu, lo ngapain mukulin bibir gue? Sakit anjir," cerca Tara sambil mengelus bibirnya.

"GUE KESEL LIAT BIBIR LO!" pekik Mayra. Lalu memalingkan wajahnya dan melipat kedua tangannya. Terpampang wajah cantik yang tengah cemberut. Untung saja teman-teman di kelas sedang sibuk sendiri hingga pekikan Mayra teredam karena suara-suara riuh temannya. Antara mengerjakan soal ataupun sedang bergosip ria.

Terkejut mendengar perkataan Mayra, tanpa disadarinya tangannya mengambil dagu mungil yang berkerut karena bentuk bibir yang melengkung ke bawah. Dihadapkannya wajah gadis yang dicintainya itu kepadanya. Waktu seakan berhenti memberikan mereka waktu untuk jatuh menyelami perasaan mereka masing-masing. Mata yang menunjukkan kejujuran dan perasaan yang dirasakan, begitulah cinta mereka saling bertautan tanpa memberitahu pemilik hati masing-masing.

Mayra merasakan jantungnya berdetak begitu cepat. Tak tahu degupan itu karena emosi yang meluap-luap ataukah karena mata hitam yang tengah memandanginya dengan intens. Begitu pula dengan Tara. Dia merasa beruntung karena masih bernapas, mengingat jantungnya yang seperti lari maraton sekarang ini.

Senyuman manis lolos dari bibir Tara, terlihat sangat menawan. Di arahkannya dua jari telunjuk dan tengahnya yang merapat itu ke bibirnya.

Cup

Tara menempelkan dua jarinya itu tepat di bibir yang sedang cemberut itu. Bagaimana reaksi Mayra? Terkejut? Menampar Tara? Memeluk Tara? Atau lari ke luar kelas?

Sayangnya Mayra tak menunjukkan reaksi apapun. Ekspresi yang sama dengan tubuh yang tak bergerak sesenti pun. Itu semua karena Mayra tak tahu harus bereaksi bagaimana. Mungkin sekarang otaknya mengecil dan tiba-tiba meletus seperti kembang api, hingga dia tak bisa bergerak karena tidak ada lagi otak yang memberikan perintah kepada tubuhnya.

'Ya Tuhan, berikan otak kedua untuk Mayra.' Batin Mayra.

"Tadi itu gue gak sengaja, yang ini gue sengaja," ujar Tara dengan tidak tahu situasi. Dia tidak tahu bahwa Mayra sedang kalut pikirannya. Fix. Saraf Mayra putus seketika.

*♡*

Jangan percaya dengan apa yang lo liat, lo harus percaya sama apa yang gue rasakan. Gue tahu kok, gak semudah itu untuk mengetahui perasaan seseorang. -Mahendra Regantara

***

Aku ngebut buat chpter ini, semoga kalian suka..

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang