Chapter 26 Desas Desus✔

296 85 30
                                    

Dua siswi yang sama pada hari berikutnya membicarakan orang yang sama. Siapa lagi kalau bukan Mayra, si ratu sekolah. Kali ini mereka sedang menikmati permainan basket antara kelas mereka dan kelas senior, yaitu kelas XII IPA 2.

“Lo tau gosip terbaru gak?”

“Gosip apa lagi? Lo tiap hari perasaan ngegosip mulu,” ujar temannya seraya memandang gebetan barunya yang sedang menggiring bola hingga masuk ke ring.

“Katanya, Kak May itu bukan anak baik-baik.”

Soya menolehkan pandangannya, “Maksudnya?”

“Gue dengar dari teman satu kelas kita, si Beni. Katanya sih Kak May itu suka pergi ke klub malam. Nah, lo sendiri ‘kan tahu kalau Beni itu memang anak klub, jadi dia bilang sering ngeliat Kak May pergi sama om-om,” ujarnya sembari meneliti Mayra yang sedang duduk di pinggir lapangan memandangi Tara yang sedang bermain mewakili kelasnya.

“Serius? Rasanya gak mungkin deh Kak May gitu.” Soya tak menyangka sosok seperti Mayra memiliki sisi gelap seperti itu. Dilihat dari penampilannya, Mayra memakai seragam yang sepantasnya, kecuali kaos kaki atau jaketnya yang biasa memang melanggar peraturan. Tapi di lain hal, dia tetap menggunakan pakaian yang tidak menampakkan lekuk tubuhnya yang jujur saja sangat proporsional. Mayra juga menggunakan kosmetik dengan tipis, tidak seperti wanita klub malam biasanya.

“Akhirnya gue tahu kenapa Kak Hendra selalu nolak Kak May. Pasti dia udah tahu semua hal buruk tentang Kak May,” kata Rya.

“Hustt ... ngomong jangan sembarangan, Ry. Belum tentu itu benar. Si Beni orangnya kurang bisa dipercaya.”

“Terserah mau percaya atau nggak.” Mereka berdua terus menikmati pertandingan basket yang pada akhirnya dimenangkan oleh kelas senior.

*♡*

Gosip tersebut tersebar cepat ke seluruh penjuru sekolah. Bahkan sudah sampai ke telinga guru, namun tak ada yang berani bertindak. Apalagi kalau bukan karena ketakutan pada kekuasaan dan uang yang dimiliki oleh orang tua Mayra.

Salah seorang guru masuk untuk mengajar di kelas Mayra. Seorang wanita cantik terbilang muda itu mengajar mata pelajaran kesenian. Ia memandang wajah muridnya satu-persatu. Matanya terhenti saat melihat Mayra dan dengan jelas Mayra melihat senyum mengejek ditujukan padanya oleh sang guru.

Sudah biasa menerima perlakuan tak mengenakkan dari para guru, jadi Mayra juga tak mengambil pusing. Namun, ia merasa hari ini banyak siswa yang memandanginya dengan tatapan menilai. Ekspresi mengejek, merendahkan, iba, dan lainnya tak luput dari pandangan Mayra. Apa yang terjadi?

Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa bel pulang sudah berbunyi. Mayra mengemaskan semua peralatannya, begitu juga dengan teman-temannya.

“Tara, yuk pulang.” Ia menautkan jemarinya dengan Tara.

“Pulang kemana?” tanya Tara sembari melangkah keluar kelas.

“Ke rumahlah.”

“Rumah siapa?” tanya Tara lagi. Dia melepaskan tautan tangan Mayra.

“Rumah lo. Gue udah lama gak ketemu nyokap lo. Kangen, pengen ketemu. Gpp ‘kan?” Mayra kembali menautkan tangannya dan untungnya Tara tak berusaha melepaskannya.

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt