7 • Bolehkah?

5K 695 61
                                    

Langit di ufuk barat telah memerah, senja sudah menjemput. Langkah yang harmoni di jalanan sepi. Sesekali cuitan burung menyela, kembali ke rumah setelah lelah bekerja seharian.

Di garis yang sama mereka berjalan, menikmati kecanggungan dalam satu tujuan.

Boleh dikata mereka menghadap arah yang berlainan, tapi itu tidak menutup fakta bahwa keduanya sama-sama bersemu. Dalam alunan jantung yang seirama, penuh kegugupan.

"A—Aku mencarimu, tapi tidak ketemu. Jadi ya sudah, aku bawa pulang lagi susunya." (y/n) berusaha susah payah dalam suaranya yang bergetar.

Kegayama menyeruput susu kotaknya, susu kotak kelima, di hari keempat. Sementara tangannya yang lain membawa belanjaan (y/n) tadi. "Uang ku habis, tapi aku mau susu kotak. Jadi aku berbalik mencarimu."

(y/n) menatap Kageyama bingung, lantas dilanjutkan tawa kecilnya. "Kageyama-san aneh, kau tidak harus lari-lari juga, kan?"

"Y—ya bukan berarti aku ingin meluluskanmu dari 'utangmu', ini kulakukan karena aku ingin susu kotak!" Kageyama bicara dengan nada yang lebih tinggi, pipinya makin memerah kala (y/n) menatapnya malu-malu.

"Ah!" celeteuk (y/n) tiba-tiba. Telunjuknya beralih menunjuk sebuah rumah di sisi kiri jalan. "Aku sudah sampai, Kageyama-san."

Kageyama berbalik melihat rumah itu. Ya, dia sangat tahu rumah (y/n). "A—Aku bawakan ini ke dalam. Su—sudah terlanjur juga!"

(y/n) hanya bisa menatap bingung Kageyama yang melewatinya, gadis itu merasakan suatu keanehan yang ada pada sang setter. Tapi sekali lagi, dan untuk 'sekali lagi' berikutnya, dia menyukainya.

Sejalan dengan Kageyama yang menaruh belanjaan, pintu utama rumah (y/n) kembali berderit, menandakan kedatangan seseorang. Seorang lelaki paruh baya dalam setelan suit-nya yang terlihat amat lelah.

"Tadaima," sapanya.

"Tou-san!? Okaeri..." (y/n) segera menghampiri ayahnya, membantu pria itu membawa tasnya dan jasnya. "Kenapa tidak mengabariku kalau akan pulang sore?"

Senyum lebar tercipta di wajah ayah (y/n). "Karena ayahmu ini ingin memberikan surprise! Karena ayahmu ini kangen banget padamu!" Dengan satu rangkulan besar dia menenggelamkan putri kesayangannya dalam pelukan.

"Mou! Aku siapkan air panasnya, setelah itu ayah mandilah. Aku siapkan makan malam, ya." (y/n) memberontak dari pelukan itu dan segera berlari ke kamar mandi.

Terlihat kekecewaan dari ekspresi pria itu, namun berubah menjadi rasa penasaran saat mendapati seorang lelaki di sudut ruangan tengah membungkukkan badannya, menyampaikan salam.

"Fiuh, kalau tou-san mengabari, kan, aku bisa menyiapkan lebih cepat. Mattaku..." keluh (y/n) saat menuju dapur. "Tou-san, airnya sudah siap. Mandi dulu sana!" titahnya bak putri yang memerintah raja. Emang bisa? Bisa-bisain aja.

Tak kunjung menerima jawaban dari sang ayah, (y/n) menghampiri ayahnya.

Matanya melebar saat melihat Kageyama dan ayahnya duduk di sofa yang sama. Ayahnya melempar senyum sedangkan Kageyama tetap seperti biasa. Datar dan lempeng.

Sang setter bangkit dari duduknya. "Kalau gitu saya ijin pulang dulu, saya cuma ingin membantu (L/n)-san membawa belanjaannya tadi."

"Kau sudah membantunya, makan malam dulu saja di sini."

Wajah Kageyama yang datar tiba-tiba terlihat gugup. "Ti—tidak usah repot-repot, aku ak—"

"Ayahku sudah mengundang, tidak sopan menolaknya, kan? Ini juga bentuk terima kasihku, Kageyama-san." (y/n) berceletuk tiba-tiba.

Devil's Smirk | Kageyama Tobio ✔Where stories live. Discover now