18 • Membolos

2.9K 466 100
                                    

Bahunya makin merosot, air matanya tak dapat dibendung lebih jauh. Dia benci. Laki-laki itu sangat benci ketika harus berbagi rasa sakit yang ia rasakan. Karna air mata tak pernah menoleransinya.

G R E P ! Dua tangan mungil melingkar halus di lehernya. Bahunya terasa lebih berat, dan semerbak harum memenuhi penciumannya.

"Kimi wa hitori janai, atashi wa koko ni iru, Tobio," ucapannya sangat lembut. Telinga Kageyama terasa mati sesaat, terkunci pada pesona suara bak nyanyian hari natal, hangat.

Hari itu dia tak bisa menahannya. Hari itu, dia melemah.

Untuk pertama kali setelah sekian lama, air matanya meruah lega.

***

P L A K ! Satu tamparan keras—namun lembut di beberapa bagian, menyapa pipi tirus sang Raja.

"Ini tidak bisa diterima, Ousama. Kau membuatku melalaikan jam belajar dan menghancurkan semua kegiatanku selama dua hari berturut-turut. Bahkan aku sampai kena demam! Dan bodohnya lagi, kau tidak menyadari demamku!"

Amukan itu mengisi kesunyian yang terlanjur lama menetap di rooftop.

Kageyama hanya menatap gadis yang sudah menamparnya dalam posisi duduk bersila. "Asal kau tahu, tekanan yang aku alami jauh lebih besar dari semua yang kau hadapi!"

"Beraninya kau berteriak di depanku!"

"Harusnya aku yang bilang begitu! Kau itu rakyatku, dan aku adalah rajamu, sudah lupa ya!?" perempat imajiner muncul di dahi Kageyama tiba-tiba.

(y/n) mencopot kuncir rambut dari rambutnya, lantas menunjukkannya di depan wajah Kageyama.

"Jika benda ini tidak cantik, aku tidak sudi menerimanya darimu!" Gadis itu berteriak sekuat tenaga.

Hening.

Kageyama tak bicara, dan tak bergerak.

Pupilnya sibuk menciut ketika mendengar pernyataan (y/n). Kalah sebelum berperang.

Melihat Kageyama yang tak merespon (y/n) menjadi kaku di tempat. Tatapan Kageyama yang merasa tersakiti justru terlihat seperti tatapan seorang raja kejam yang tak puas atas apa yang disuguhkan untuknya.

Perlahan tubuh (y/n) beringsut turun, duduk besimpuh dengan semangat menghujatnya yang menguap.

"Bercanda," ujar (Y/n) tiba-tiba sambil menunduk. "Dari semuanya, aku paling suka hadiah ini," perkataannya membuat Kageyama mengalihkan pandang.

Rona mawar tak bisa lepas dari wajah mengerikannya. Alisnya masih bertaut murka, tapi matanya tak lagi menajam. Setitik kebahagiaan tercipta dalam sekejap.

"Pusaka kerajaan itu sudah jelas berharga. Jadi, kau harus merasa terhormat. Karena hanya kau yang mendapatkannya dari aku, raja jenius lapangan." Kata-katanya memang angkuh, tapi ketika melihat ekspresinya, itu tak lebih dari pengungkapan kebahagiaannya.

"Ne, Tobio..." (y/n) memanggil lelaki itu. "Bagaimana caramu menjelaskan pada orang tuamu untuk menantang keinginan mereka?"

Pertanyaan yang mudah, pikir Tobio. "Aku tidak mau, karena aku mencintai permainanku dan tim, aku ingin menjadi yang terhebat."

"Apa kau selalu membentak mereka?"

"Tentu, maksudku, tanpa sadar aku melakukannya karena mereka duluan yang membentakku."

"Kau selalu pergi dari hadapan mereka, sebelum pembicaraan itu benar-benar selesai?" tanya (Y/n) lagi sambil duduk memeluk lutut, membiarkan rambutnya diterbangkan angin.

Devil's Smirk | Kageyama Tobio ✔Where stories live. Discover now