13 • Pemenuhan Janji

3.2K 513 147
                                    

"Haaaah~" Mandi adalah hal terakhir yang ingin (y/n) lakukan sebelum tidur. "Besok hari Senin, ya? Gaah~ waktu berlalu sangat lambat."

Senyumnya terkembang saat ponselnya bergetar di atas nakas tempat tidurnya. Tapi tak lama, wajahnya kembali murung dan sebal. Sebuah pesan masuk, dari Haruka.

Gadis imut itu mengajaknya makan bersama di café dekat Aoba Johsai sepulang sekolah. Katanya, kapten voli putra yang mentraktir. "Gomen, Haruka, kalau utangku sudah lunas, aku baru bisa makan dengan tenang."

Setelah membalas pesan Haruka, (y/n) merebahkan dirinya di kasur dan melihat langit-langit kamarnya.

T R I N G ! Ponselnya kembali bergetar. Dengan malas (y/n) mengambilnya, "Cepat sekali anak itu membalasnya."

Rasa malasnya menguap bagai embun. Dengan sigap dia melempar ponsel ke kasur dan langsung lari keluar kamar. Ayahnya yang sedang nonton tv dibuat bingung dengan tingkahnya.

"Are, (y/n)-chan, belum tidur?" tanya ayahnya.

(y/n) tak mendengarnya, dia terus berlari dan meraih gagang pintu utama rumahnya, menariknya dengan jantung yang berdegup semakin kencang.

From : Tobio-kun
To : Me

Bisa keluar sebentar dari rumah? Aku menunggu di depan.

Ada banyak perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya. Antara harus mempercayai atau tidak. Antara senang dan kecewa. Antara terharu dan marah.

"Yo, cepat juga datangnya, padahal baru sepuluh detik sejak aku kirim smsnya," sapa Kageyama dengan mengangkat tangannya.

(y/n) bergeming, tapi tubuhnya bergetar. "Ba—baka! Kenapa datang malam-malam, besok sekolah tahu! Harus tidur cepat."

Kageyama menghendikan bahu kecil, lantas memasuki pekarangan rumah (y/n). "Yang penting aku menepati janjiku, kan?"

"To—Tobio, aku juga buatkan bento. Kalau bisa dimakan, ya. Dan susu coklatnya..."

"Jangan sekarang," potong cepat Kageyama.

"Tapi aku mau bayar utang. Kalau saat pertandingan selesai, aku takut tak akan sempat."

Kini tatapan Kageyama bergilir pada (y/n). "Jika itu terjadi, aku akan membuat itu menjadi 'sempat'."

(y/n) kembali menunduk. Dada hingga perutnya terasa kosong , seperti sejuta kupu-kupu melesat keluar. Ia senang. "Ta—tadi aku menunggumu, tapi kau pulang duluan dengan anggota lain."

Kageyama terkejut mendengarnya, dia mendekati (Y/n) dan memegang erat kedua bahunya. "Kenapa melakukan itu lagi? Kita sudah bertukar nomor ponsel, kan? Seharusnya kau telpon saja aku."

Keningnya berkerut, membentuk jaringan Wi-Fi di sana. Alisnya bertaut dengan mata yang masih melebar. Keringatnya masih tampak, bahkan mulutnya belum henti menarik napas lelah. 'Aku belum pernah lihat ekspresinya yang begini,' batin (y/n)

"Ka—kau juga tidak meneleponku. Aku takut kalau akan mengganggumu yang beristirahat." Sebisa mungkin (y/n) membalas tatapan khawatir sang Raja.

"Kau itu tidak mengganggu, jadi jangan lakukan itu lagi," suara Kageyama melirih. "Bagaimanapun keselamatanmu sebagai wanita adalah tanggung jawabku sebagai lelaki." Dia mengalihkan pandang, tapi tangannya masih di posisi yang sama.

"Go—gomen, Tobio."

"I—iie, kochirakoso, gomennasai."

Hening, kedunya masih diam.

Devil's Smirk | Kageyama Tobio ✔Where stories live. Discover now